Bingung, itulah yang Haechan rasakan saat ini. Tau karena apa? Ya, karena sang kakak. Mark Lee. Laki-laki itu bersikap sangat aneh setelah pulang dari sekolah menengah atasnya di Canada. Ia sangat dingin dan juga tidak tersentuh sama sekali.
Yang awalnya dulu ia begitu periang dan sangat sayang kepada Haechan, sekarang berubah menjadi acuh tak acuh terhadap entitasnya. Bahkan tatapan yang sengaja Haechan jalin diputuskan paksa oleh Mark yang tidak sengaja bertemu di tangga menuju lantai dua, letak kamar mereka berada.
Aneh, sangat aneh. Laki-laki itu seperti sengaja ingin menjauhkan diri.
Padahal Haechan sangat rindu akan sosok sang kakak, ingin dimanja dan disayang seperti sediakala.
Elusan itu, senyuman itu, pelukan itu. Haechan sungguh merindukannya.
Dan sekarang entah kapan lagi ia dapat merasakannya. Hahh....
"Bagaimana ini...." Kepala Haechan menunduk lesu, ia menyerah untuk mendapatkan atensi Mark. Semua cara sudah ia lakukan, seperti meminta maaf dan juga membujuk. Akan tetapi hasilnya tetap nihil, laki-laki Leo itu tetap saja menganggapnya tak ada.
Mata Haechan berkaca-kaca, ah jangan lagi. Dengan cepat ia mendongak, menghalau air mata yang akan jatuh kembali karena ulah sang kakak. Sungguh, hati Haechan sakit mendapat penolakan Mark baik dari kata-kata maupun tindakan. Kakaknya itu tidak segan-segan untuk menarik kasar tangannya dari genggaman Haechan atau menutup pintu kamar dengan kasar tepat didepan Haechan. Sangat menyakitkan bukan? Menerima penolakan dari kakak satu-satunya yang engkau punya dan sayangi. Itulah yang sedang Haechan rasakan.
"Kenapa Hyung bersikap seperti itu padaku? Memangnya salah aku dimana? Apa aku sudah sangat nakal hingga Hyung mengacuhkanku?." Akhirnya, air mata itu jatuh juga. Mau seberapa keras pun Haechan mencoba menahannya, sakit hatinya jauh lebih besar.
"Hiks!.... Aku rindu pelukan Mark Hyung..... Hiks!...." Tangis Haechan pecah begitu saja, ia menangis sangat keras di kosongnya taman belakang rumahnya. Orangtuanya sedang tidak ada, mereka melakukan perjalanan bisnis keluar kota untuk seminggu ke depan. Hanya Haechan dan Mark yang ada dirumah, namun biarpun begitu Haechan lebih merasa bahwa ia tinggal sendirian dikarenakan Mark ketika berada dirumah akan terus mengurung diri dikamar, tidak ingin keluar sama sekali.
Tanpa Haechan ketahui, Mark menatap dirinya dari kejauhan di dalam rumah. Tatapannya tidak terbaca, tapi satu hal yang pasti. Ada yang tegak, namun bukan keadilan.
"Ah sialan! Kau membuatku tegang!." Mark mengerang keras, ia mengusak kepalanya frustasi lalu dengan cepat berjalan menuju kamarnya untuk mengurus Junior-nya yang bangun.
Setelah sampai didalam kamar Mark memasuki kamar mandinya. Dengan segera ia melepas celananya, menatap nanar penisnya yang berdiri dengan precum yang menetes keluar. Tangannya bergerak memanjakan kebanggaannya itu, mengocoknya perlahan dengan mata terpejam.
Mark pun mulai berfantasi, membayangkan tubuh molek dengan dada gempal dan pantat yang besar. Menunggangi penisnya naik turun. Jangan lupakan vaginanya yang bersemu kemerahan, berlendir dan basah dengan mudah melahap habis penis besarnya. Rasa ketat dan panasnya mampu membuat Mark semakin mempercepat tempo kocokannya.
"Angh!.... Fuck!." Kening Mark mengernyit dalam, nafasnya memburu dan pergerakannya semakin brutal. Sebentar lagi ia akan cum. "Akhh... Sialan, aku akan sampai!".
Tak berselang lama sperma Mark keluar mengotori lantai kamar mandi, ia masih mengocok perlahan penisnya yang sudah kembali normal. "Yah.... Telan habis semua spermaku, Haechan." Mata Mark senantiasa terpejam menikmati pelepasannya karena objek fantasinya. Yeah, yang selama ini menjadi bintang utama dalam mimpi basahnya bukanlah seorang perempuan seksi dengan dada besar yang bergelantungan, melainkan sang adik. Haechan. Dialah yang sudah membuat Mark mengalami mimpi basah untuk pertama kalinya.