Di balik dinding rumah, lukisan bahagia terlukis,
Keluarga lengkap, berlima, senyum terukir di balik tirai.
Namun di balik tawa yang tercipta, bisikan duka tersembunyi,
Seperti embun pagi yang menetes, perlahan merembes ke hati.
Rumah, yang dulu bagai pelukan hangat ibu,
Kini berubah menjadi medan perang, hati terluka tak terobati.
Kasih sayang yang terbungkus kepura-puraan,
Menjadi belati tajam, menusuk jiwa yang tak berdaya.
Tawa yang tercipta, bagai fatamorgana di padang pasir,
Menipu mata, menjerumuskan hati dalam kekecewaan yang tak terukur.
Air mata yang menetes, bagai air mata dewi yang meratapi takdir,
Menenggelamkan harapan, dalam lautan kesedihan yang tak terkira.
Luka yang mendalam, bagai jurang yang tak berujung,
Menelan jiwa yang terluka, dalam kegelapan yang tak kunjung pudar.
Hiperbola kesedihan yang membuncah, membanjiri jiwa,
Ironi kebersamaan yang semu, menambah duka yang tak terkira.
Di balik dinding rumah yang kokoh, tersembunyi luka,
Keluarga lengkap, tapi di dalamnya, berantakan tanpa henti.
Seperti kapal yang terombang-ambing di lautan badai,
Mencari pelabuhan, namun tak kunjung menemukan damai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewanagari Aksaraku
PoesiaMenjejaki dunia yang penuh dengan ketidakpastian, menjadikannya abadi dalam sebuah karya " Dewanagari Aksaraku "