Seorang pria berpenampilan necis memandangi Antonella dari balik kaca matanya, salah satu sudut bibirnya terangkat, kesan sinis dan merendahkan jelas menguar dari bahasa tubuhnya.
Antonella menjaga gerak tubuhnya agar tetap tenang dan anggun, menyikapi perlakuan tamu tak diundang tersebut. Ia menyandarkan punggung di kursi berlengan, tetap mempertahankan pandangan matanya pada pria itu.
Lawan bicara Antonella mengeluarkan selembar kartu nama dari sakunya, menaruhnya di atas meja, sembari berkata, "Donna Antonella, perkenalkan, saya tangan kanan Don Kevin Castellano, nama saya-"
"Tidak penting tahu siapa namamu," potong Antonella dengan nada dingin. "Katakan langsung to the point, apa yang membawamu ke sini?" Wanita semampai itu menyibakkan rambut hitamnya yang ikal sepunggung.
Pria tersebut tersenyum, mungkin maklum, mungkin menilai dalam hati, mungkin pula merasa geli. "Baiklah, saya tidak akan berlama-lama. Saya membawa pesan dari Don Castellano untuk meyakinkan Anda ... bahwa akan jauh, jauh lebih baik, bila Anda mundur dari kursi Don sekarang," ujarnya.
Senyuman sinis di wajah oval Antonella menjadi respon ucapan orang itu. "Rupanya yang berniat mengambil alih area kekuasaan keluarga Maranzano adalah Don Castellano-mu itu?" sahutnya.
"Tidak perlu saya bahas lebih dalam, Donna Antonella yang terhormat," kata pria itu. "Riwayat keluarga Maranzano sudah tamat sejak 20 tahun yang lalu! Bagaimana Anda bisa tiba-tiba muncul dan mengeklaim kembali area Maranzano?"
"Riwayat Maranzano sudah tamat? Narasi ngawur dari mana itu? Katakan pada Don-mu, sampai kapan pun saya adalah seorang Maranzano. Mendiang Don Flavio Maranzano memiliki legacy tak tergantikan, yaitu anak-anaknya, merekalah penerus keluarga ini," ujar Antonella tanpa menaikkan nada suaranya. "Tugas saya adalah mempersiapkan mereka."
"Mengapa Anda berkeras menjadikan anak-anak itu berkecimpung dalam dunia ini? Come to your senses, Donna. Anda adalah seorang wanita. Apakah tidak lebih baik Anda menikah, lalu diam saja di rumah, melayani suami? Bukankah memang seperti itu kodrat seorang wanita? Melayani suami, mengurus rumah, melahirkan dan membesarkan anak-anak."
Kilatan di bola mata Antonella menjadi penanda bahwa ia merasa tersinggung.
"Anak-anak mendiang kakak Anda, biarkan saja mereka menjadi anak-anak seperti umumnya. Tidak ada keharusan untuk Anda berbuat sejauh ini," sambung pria itu lagi.
Pintu ruangan terbuka tanpa suara, dari ujung mata Antonella menangkap kehadiran sosok pria muda bertubuh jangkung dengan alis tebal dan mata yang terlihat tajam. Alvaro, keponakannya, masuk dan bergabung bersama beberapa bawahan yang siaga menjaga dirinya.
"Itukah pesan dari Don Kevin Castellano yang terhormat? Katakan sejujurnya, apakah ini juga pesan dari Komisi New Yord? Take the woman out of business?" Antonella bertanya tanpa ragu sembari menatap tajam lawan bicaranya.
"Syukurlah, Anda mampu menangkap ini dengan jelas, saya tidak perlu berbincang panjang lebar," jawab utusan Don Castellano. "Terlebih lagi, apa yang bisa Anda perjuangkan di sini? Anggota keluarga Maranzano semakin hari semakin habis. Ada berapa banyak anggota Anda? Sedemikian tingginyakah, kepercayaan diri Anda? Sekali lagi saya tekankan, akan jauh lebih baik, untuk Anda, dan untuk keponakan Anda, agar menjauh dari bisnis ini. Biarkan kami, para kaum adam yang mengurus bisnis semacam ini."
Alva, sapaan akrab Alvaro Maranzano, mengerutkan alis mendengar penuturan tamu Antonella, dia menatap adik ayahnya itu dari kejauhan, menunggu reaksinya.
"Wow, Komisi memang sangat menjunjung tinggi patriarki ya," ejek Antonella.
"Anda wanita yang menarik dan terhormat ... jangan kotori tangan lembut Anda dengan terlibat lebih jauh, Donna."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Donna's Revenge
RomansaSetelah dua dekade hidup dalam bayang-bayang luka, Antonella masih belum bisa melupakan kepergian tragis kakaknya, Flavio, yang tewas dalam kecelakaan pesawat. Bersama kedua keponakannya, ia nekad masuk ke dunia gelap penuh bahaya demi satu tujuan:...