Aku..
Seperti berada dibawah lorong kumuh
Bersama sampah-sampah yang mengotori air
Aku dihukum karena aku diam dan terbungkam
Aku dihukum karena aku tertahan dan tak melawan
Luka, benar-benar luka
Yang seketika datang segerombol
Menanggung tanggung jawab yang tak pernah aku lakukan
dan saat itu kebenaran entah kabur kemana..
sampai tak benar-benar memihakku🌼🌼🌼
Awan yang menyelimuti langit membuat suasana menjadi mendung dengan semilir angin. Gendhis yang menatap ke langit membuat dia ragu akan keluar rumah. Takut hujan turun membasahi dirinya ditengah perjalanan. Tanpa berpikir panjang, Gendhis pun keluar membeli perlengkapan untuk persiapan besok tes UKBI.
"Nduk, ayo cepetan berangkat. Sebelum hujan turun. Anginnya sudah menandakan mau hujan."
"Emmm iya juga. Mmm...Biyung, Gendhis keluar dulu ya..."
"Hati-hati. Oh iya, kakakmu kemana? Dari tadi ibu gak liat batang hidungnya."
"Tadi pagi udah keluar, Yung. Masih belum pulang ya?"
"Belum, coba telfon. Suruh pulang. Bilangin, biyung udah nungguin."
"Gak aktif handphonenya. Kayaknya di jalan, Yung."
Biyung pun menghembuskan nafas besar. Lalu melanjutkan menata kayu di depan rumah. Gendhis pun bergegas untuk berangkat.
Di tengah perjalanan, Gendhis sempat mendengar suara percekcokan tapi tidak tahu asalnya darimana. Sepanjang jalan itu sepi, hanya satu atau dua sepeda yang lewat. Itupun selang beberapa menit kemudian baru ada motor lewat. Dirasa bahwa apa yang dia dengar cuma halusinasinya. Dia pun melanjutkan perjalanannya untuk membeli peralatan untuk besok di minimarket dekat rumah. Tidak ada hal janggal yang dirasakan Gendhis selama diperjalanan. Setelah semua sudah dibeli, akhirnya Gendhis memutuskan pulang dan melewati jalan yang sama.***
Biyung Utari sedari tadi bingung mencari Asti. Tidak biasanya bingung dan sekhawatir ini.
"Duhh, kemana kamu Nduk... Perasaan Biyung gak enak. Katanya kamu nanti sore mau balik Surabaya. Kamu juga belum makan. Ini sudah siang." Mondar-mandir di depan rumah sambil melihat kanan kiri.
"Apa dia pergi ke caffe sawah dekat rumah ya... Dia biasanya main disana sama teman-temannya. Kalaupun pergi jauh, dia pasti pamit." Biyung masuk ke dalam untuk mengambil kerudung.
"Biyung tak kesana aja. Barangkali dia disana. Dari pagi sampe siang gk pulang-pulang. Lupa kali dia. Hmmm" tergesa-gesa sambil mengayuh sepeda ontel yang sudah tua punya bapak.Jalan yang dilewati Biyung pun sama seperti yang dilewati oleh Gendhis. Di tengah perjalanan. Biyung melihat sepeda Asti berada di samping gubuk. Dihampirinya dan ketika melihat ke arah gubuk. Biyung melongo gak percaya. Disana sudah ada Gendhis dan Asti yang tergelatak dengan tubuh yang penuh darah. Gendhis yang memegang pisau disamping Asti membuat Biyung berpikir negatif.
"GENDHIS!!" dirobohkan sepeda ontel tua itu. Lalu berlari menampar Gendhis.
"Apa yang kamu lakukan, NDUKK!? APA YANG KAMU LAKUKAN KEPADA KAKAKMU, NDUUKK!! JAWAB!" Air mata dengan derasnya membasahi pipi Biyung.
Biyung merangkul tubuh Asti. Darah yang terus bercucuran di tubuh Asti diusap dan ditutupi sama kerudung Biyung.
"GENDHIS! KENAPA KAMU SETEGA INI SAMA KAKAKMU!" nangis tersedu-sedu. Biyung tidak berpikir jauh kalau nyawa Asti sudah tiada.
"NDUKK, bangun nduuk... Nduuk, nduk buka matamu. Nduk," Biyung terus memaksa Asti untuk bangun. Membuka mata Asti agar Asti bangun. Namun usahanya nihil. Biyung merasakan jantung Asti berhenti. Akhirnya Biyung menekan pergelangan Asti. Sontak Biyung kaget dan semakin kencang tangisannya.
"Astiii... Kenapa kamu secepat ini meninggalkan ibu. Asti, kamu bohong kan. Kamu masih hidup kan?"
Gendhis masih tak percaya kalau ini nyata. Tubuh Gendhis masih mematung. Bahkan dia tidak bisa menangis melihat keadaan tubuh Asti."GENDHISSS!!" Biyung sambil menggoyang-goyangkan tubuh Gendhis. "Apa yang kamu lakukan sama kakakmu, nduk? Kakamu salah apa sampai kau membunuhnya?" Pelukan Biyung kepada Asti sangat erat.
Sontak Gendhis langsung tersadar dan spontan menjawab "Gendhis tidak membunuh kakak, Yung. Gendhis juga kaget melihat keadaan kakak seperti ini."
Gendhis pun kaget melihat ke tangannya dan langsung melepas pisau yang sedari tadi digenggamnya.
"Hah? Bukan Gendhis pembunuhnya, Yung." Air matanya pun mengalir.
"APA NAMANYA KALAU TIDAK MEMBUNUH? Pisaunya ada ditangan kananmu dan kakakmu tergelatak di depanmu. Apa kau tidak sadar, Nduk? Dimana otakmu?"
"Mmmm gak gitu kenyataannya, Yung. Gendhis bisa jelasin semuanya. Gendhis tidak melakukan ini."
"SUDAH KAMU DIAM!" Biyung menelfon bapak agar segera menjemput Asti. Darahnya sudah berhenti keluar. Wajah pucat Asti sudah terpampang di depan wajah Gendhis dan Biyung.
Selama beberapa menit. Asti pun langsung dibawa ke rumah akit untuk dilakukan otopsi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran dari kejadian tersebut. Meskipun Biyung sebenarnya menolak untuk dilakukan otopsi tapi bapak memaksa agar dilakukan otopsi.
***
Apa yang terjadi pada Kakaku? Bahkan aku tidak tahu menahu soal permasalahan kakakku... Kenapa dia bisa tiba-tiba ada di gubuk itu? Dengan siapa dia disana? Apa yang dilakukannya sebelum kejadian itu terjadi? Kenapa semua jadi menyalahkanku? Percuma aku menjelaskan semuanya kalau aku tidak punya bukti.
Setelah pemakan Asti. Gendhis di bawa ke pihak polisi untuk dimintai keterangan mengenai kejadian pembunuhan terhadap kakaknya. Keluarganya sudah pasrah akan pemberian hukuman terhadap Gendhis. Meskipun keluarga berat. Tapi hukuman itu tetap berlaku bagi siapapun.
Setelah Gendhis menjelaskan semua bahwa dia tidak bersalah. Namun, bukti menunjukkan bahwa Gendhis bersalah. Pisau yang dipegangnya menunjukkan bahwa ada sidik jari Gendhis. Gendhis pun tidak bisa apa-apa. Dia tidak punya bukti apapun. Akhirnya dia pasrah dengan semuanya. Dia mendapat hukuman 15 tahun penjara atas tuduhan pembunuhan. Namun, keluarganya meminta keringanan hukuman. Gendhis pun mendapat keringanan 5 tahun.
_____
Aku yang selama ini mengusahakan semuanya sendiri ternyata endingnya aku harus mendekam dipenjara untuk mempertanggung jawabkan kesalahan yang sebenarnya tidak pernah aku lakukan. Disini aku juga terluka telah kehilangan Kakakku. Bahkan yang menjadi pertanyaanku sampai sekarang, kenapa kakakku bisa meninggal. Apakah dia melakukannya sendiri atau ada orang lain yang membunuh? Selama ini kakakku tidak punya masalah dengan orang lain.
Aku tidak bisa hanya diam dan menerima semua ini. Mereka boleh menghukumku tapi mereka tidak berhak untuk mencegah aku untuk mencari bukti. Akan ku cari sebab akibat meninggalnya kakakku.
Arghhh besok yang seharusnya aku duduk dibangku mengerjakan soal UTBK tapi aku harus mendekam di ruang yang sesak ini. Ruang yang membuatku merinding. Bersama orang-orang berseragam oranye menjadi teman di ruang ini. Ohh bukan teman, melainkan parasit yang sudah merusak kehidupan manusia disana.
Biyung...bapak...liat nanti, Gendhis akan buktikan ke kalian kalau Gendhis gak salah. Gendhis tidak melakukan ini. Gendhis hanya menemukan kakak dibawah gubuk dengan keadaan sudah seperti itu.
Tolol! Iya memang aku tolol! Kenapa aku tanpa sadar langsung memegang pisau itu. Kalau aku gk memegang, bakal ketahuan siapa yang membunuh kakakku.
[1]
01 November 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambisius
General FictionKeluarga yang masih memegang teguh adat dan tradisi Jawa, termasuk perhitungan Jawa. Gendhis dan Asti adalah adik kakak dari anak Biyung Utari. Kentalnya kepercayaan keluarga Biyung Utari terhadap adat Jawa membuat perpecahan dengan dua putrinya. A...