Badai tadi malam menyisakan udara dingin menusuk tulang di pagi hari. Ombak laut sudah kembali bersahabat setelah tadi malam mengamuk buas menghantam pembatas pantai. Burung-burung Camar nampak beterbangan di sekitar apartemen. Beberapa hinggap di atap bangunan, di balik jendela kaca, mengetuk-ngetuk kamar pemilik rumah agar memberikan jatah makanan mereka pada burung-burung itu.
Nathan terkesiap saat alarm bernada panggilan kicauan burung membangunkannya di pagi hari ini. Ia menggeliat malas. Melemaskan sekujut tubuh sebelum beranjak dari atas kasur.
“Hmm, aroma apa ini?” Pandangan mata Nathan menelisik penuh tanya. Hidungnya berkedutan. Mencari dimanakah aroma wangi itu berasal.
Nathan lekas beranjak dari tempat tidur. Berjalan lamban meraih gagang pintu, lantas memutar knop, keluar dari dalam kamar tanpa sehelai kain pun membalut tubuh bagian atasnya.
“Astaga Tuhan!” Caroline terbelalak melihat kehadiran Nathan di bingkai pintu dapur.
Tampilan pria itu kacau. Rambutnya berantakan. Matanya menyipit kala menghunjam sinar matahari dari jendela dapur. Badan berototnya terekspos mata Caroline sebab tadi malam pria itu tidur tanpa mengenakan atasan setelah Caroline mengobati luka di tubuhnya.
“Kau sedang apa?”
Caroline meringis halus. Tangannya segera mengangkat gagang spatula.
“Kau membuat sarapan?” Nathan mendekat. Di liriknya meja kitchen setnya yang nampak berantakan dengan ceceran tepung terigu dan potongan sayur. “Kau membuat apa?” lantas, menatap Caroline penuh tanya.
“Blinchik.”
“Blinchik?”
Caroline mengangguk.
Nathan beralih menuju kulkas. Mengambil sebotol air putih premium untuk membasahi tenggorokannya.
“Apa itu Blinchik?” Pria itu kembali menatap Caroline. Mengecap bibir yang basah oleh sisa air putih.
“Makanan khas dari Rusia. Bentuknya seperti Dadar Gulung.”
Oh? Wajah Nathan nampak antusias. Caroline ternyata tahu juga dengan Dadar Gulung. Cemilan kesukaan Nathan saat dirinya pergi mengunjungi pasar malam untuk mencari jajanan Indonesia.
“Kau mau coba?” Caroline ragu-ragu menawarkan Blinchik yang terhidang di dalam piring.
Bibir Nathan mencebir halus. Bahunya mengendik. Dirinya cukup penasaran juga dengan makanan buatan Caroline ini. Jadi, tidak ada salahnya kan kalau dia berniat mencicipinya?
“Bagaimana?”
Nathan masih mengunyah halus potongan Blinchik di mulutnya.
“Aku tadi menambah sayuran dan daging cincang dari kulkasmu, karena hanya bahan itu saja yang aku dapatkan di dalam sana.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Herschrijven
FanfictionBagi Nathan, Caroline adalah Munchkinnya. Penenang ia dari segala tekanan pekerjaan di klub Swansea City maupun Timnas Indonesia. Pada suatu hari, secara tiba-tiba, Munchkin itu pergi meninggalkannya untuk selamanya. Sang Kotik, Nathan, patah arah...