Once upon a time, I loved Kadewa. Hanya berani memendamnya tanpa sedikit pun mengungkapkannya. Tersenyum saat melihatnya tertawa. Khawatir saat melihatnya terjatuh.
Once upon a time, pusat gravitasiku adalah Kadewa. Selalu mencari-cari kesempatan un...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KADEWA anjing? Siapa yang baru saja menggonggong?
Aku kehabisan kata-kata, nggak jadi melanjutkan langkah.
"Guk, guk, aoff...." Kadewa masih menggonggong.
Has he gone mad?
"Guk, guk, aoff...."
Nyaris nggak memercayai pendengaran sendiri, aku membalik badan. Adakah manusia waras yang menirukan gonggongan hewan? Barusan Kadewa melakukannya.
Laki-laki itu bergerak cepat menahan satu kakiku. Ia berlutut, memeluknya erat seolah takut aku beranjak.
"Panggil gue anjing, komodo, babi atau apa, Zaviya. Kenyataannya, gue masih cinta sama lo! Lo nggak boleh keluar dari hidup gue!" Suara Kadewa bergetar.
Ini pernyataan cinta paling gila yang pernah aku terima. Seorang laki-laki yang terkenal mempunyai ego tinggi rela menyingkirkan harga diri demi menahanku pergi?
"Lepas." Aku berusaha menarik kaki dari belitan tangan Kadewa. "Gue udah selesai sama lo. Semuanya udah terlambat, Kadewa!"
"Nggak! Gue nggak mau hidup dalam rasa bersalah, Ya." Kadewa mendongak dengan wajah basah.
Hujan membuat sosoknya tampak menyedihkan. Warna menghilang dari bibirnya. Tetes air mengalir perlahan di sepanjang rahang yang terkatup. Urat-urat lengannya menyembul saat mengeratkan pelukan di kakiku.
Kadewa berlutut tanpa memedulikan apa pun.
"Gue beneran bajingan karena mainin perasaan lo, pengin lo ngerasain sakit yang sama, berpikir balas dendam bisa hapus semua luka tanpa tahu lo juga menderita. Umpatin gue sepuasnya, Zaviya. Kadewa anjing, Kadewa babi, Kadewa tai... apa pun, asal lo jangan keluar dari hidup gue."
Dia memohon pengampunan. Sebentuk penyesalan karena telah menyakiti tanpa mengerti kenyataan asli. Rasa bersalah menghantamnya hingga aku diminta mengumpati supaya rasa itu berkurang.
Aku bergeming. "Lepas, Kadewa."
"Nggak."
"Lepasin kaki gue sekarang juga."
"Nggak mau!" tolaknya keras.
"Kita udah kehujanan cukup lama. Nanti masuk angin."
"Masuk angin bareng-bareng!" seru Kadewa.
"Sinting ya lo?"
"Banget!"
"Harga diri lo di mana?"
"Nggak punya!" Seruan Kadewa mengandung keputusasaan.
Sulit untuk berubah pikiran sekali aku memutuskan sesuatu. I'm the person who doesn't waver easily. Ketika aku bilang selesai maka artinya selesai. Kami impas.