"Melayat?" Papa mengulangi sebuah kata yang ditarik dari kalimat pernyataan Junghwan.
Pagi masih buta. Tatapan kosong Papa tidak memberi tahu Junghwan emosi apapun. Namun, dari nada pertanyaan Papa Junghwan tahu ada keheranan di sana.
Seperti diperintah, Junghwan menjawab. "Ayah temanku. Pemakamannya jam 9 pagi ini."
"Meninggal karena apa?" suara parau Papa kedengaran lebih tenang dibandingkan pertanyaan sebelumnya.
Hal yang sama juga Junghwan tanyakan pada Sunoo, temannya yang memberi kabar soal agenda melayat, pagi ini.
"Judi online."
Begitu mengetahui jawabannya, waktu itu Junghwan refleks berdecak.
Dan Papa pun bereaksi persis Junghwan.
"Bodoh!" tangan Papa mengepal erat di atas meja makan, "Orang-orang serakah itu bodoh, Junghwan," lanjut pria itu dengan lagak meghakimi.
Junghwan tersenyum getir. Perkataan Papa sebenarnya masih bisa ia perdebatkan. Serakah ... dalam hal apa? Bagaimana jika serakah dalam hal menuntut ilmu atau prestasi? Yang jelas, kebiasaan Papa yang suka menggeneralisasi agak tidak cocok dengan prinsip Junghwan.
"Ya sudah, aku pamit," ujar Junghwan berdiri sambil menyampirkan tas ranselnya ke pundak. Ia lantas berjalan ke sisi Papa dan menjabat tangan pria itu.
"Hati-hati," pesan Papa ramah.
"Berangkat sekolah?" pertanyaan itu terlontar dari mulut seorang pria berseragam biru tua yang berpapasan dengan Junghwan di halaman rumahnya.
"Iya, Pak. Hari ini Papa check-up ya?"
"Iya, dek," pria itu menjawab singkat kemudian mengangguk, "saya mau manasin mobil dulu."
"Oh, ya. Saya berangkat, mari," Junghwan mengakhiri basa-basinya.
Pria itu dikenalnya sebagai Lee Jungpil, sopir pribadi Papa. Junghwan tebak umurnya kisaran kepala lima. Wajahnya yang bulat selalu memasang ekspresi ramah. Meskipun cukup berisi, gerakan pria itu lumayan gesit. Ia selalu siap mengantar Papa ke mana saja. Pak Jungpil pernah bercerita kalau rumahnya hanya 5 menit dari rumah Junghwan. Makanya, pria itu tidak menginap. Jam kerjanya dari pukul tujuh pagi sampai tujuh malam. Jika ada keperluan mendadak, Papa akan meneleponnya agar datang ke rumah.
Baru saja Junghwan selesai menutup gerbang besi rumahnya dari luar, seorang pria yang sedang meloncat dari jok penumpang sebuah mobil box memanggilnya. Entah mengapa, rasanya pagi ini semua orang sibuk sekali.
"Permisi!"
"Ya?"
Pria asing itu bergumam, membaca sesuatu dari kertas lecek yang berada di genggamannya. Beberapa detik kemudian, ia bertanya, "Ini rumah Shin Yongjin?"
Mendengar nama Papa, Junghwan mengangguk. "Benar."
"Ada paket besar. Saya boleh masuk?"
"Ya, silakan," jawab Junghwan datar, "langsung masuk aja, Pak. Saya buru-buru."
"Oh ya, ya. Terima kasih!" pria itu segera berlari ke arah belakang mobil boxnya setelah memberi perintah pada si sopir untuk turun.
Junghwan melewati mobil itu sambil mengamati sebuah benda berbentuk pipih besar dibalut kain putih yang digotong keluar mobil box. Benda seperti itu sudah pernah Junghwan lihat berkali-kali. Lukisan. Junghwan menghela napas panjang sebelum akhirnya melengos dan berjalan meninggalkan mobil box itu.
•••
JUDI ONLINE MAKAN KORBAN LAGI
Seorang pria berinisial P (54) mengakhiri nyawanya dengan meminum racun serangga di Rusun Flamboyan Distrik A, kediamannya. Jenazah P ditemukan oleh putranya sepulang dari kegiatan sekolah pada pukul 9 malam kemarin (24/6). P terlilit hutang dan judi online senilai puluhan juta dan tidak mampu membayarnya. See more...
KAMU SEDANG MEMBACA
ANONYMOUS 247
Mystery / ThrillerTWSー, Shin Junghwan tidak ingat apapun tentang masa kecilnya sampai komentar dari akun Anonymous247 memanggilnya dengan nama panggilannya dulu. Dan ada apa dengan angka 247? Mengapa angka itu seolah menyeretnya untuk mengulik masa kecilnya? Brother...