Hari-hari Azalia di Mesir berjalan cukup lambat di awal. Setiap pagi, dia bangun dengan perasaan ragu, masih asing dengan lingkungan barunya. Meski sempat merasa bingung dan tidak terbiasa, Azalia sadar bahwa dia tidak punya pilihan selain menyesuaikan diri. Sekolah barunya terkenal dengan aturan ketat dan jadwal yang padat, terutama untuk pelajaran agama yang menjadi dasar utama dalam kurikulum.
Kehidupan di asrama cukup disiplin. Setiap pagi setelah subuh, Azalia bersama teman-teman asramanya wajib mengikuti kajian pagi yang diadakan oleh para pembimbing. Kajian ini membahas topik keagamaan, etika, dan nilai-nilai moral yang menjadi pondasi pendidikan di sekolah tersebut. Azalia sering merasa tertekan, karena materi yang dibahas cukup berat baginya, namun ia berusaha mengikutinya dengan sungguh-sungguh.
Adelia, teman sekelasnya yang pertama kali ia temui, selalu memberikan dukungan dengan sabar. Suatu pagi, setelah kajian selesai, Adelia mendekati Azalia dan tersenyum hangat. “Bagaimana, Azalia? Kau bisa mengikuti pelajaran tadi?”
Azalia tersenyum kecil, mengangguk meski sebenarnya masih merasa bingung. “Masih terasa sulit, tapi aku mencoba memahaminya.”
Adelia mengangguk penuh pengertian. “Tidak apa-apa, Azalia. Memang, pelajaran di sini cukup mendalam. Tapi lambat laun, kau akan terbiasa. Jika ada yang ingin ditanyakan, aku siap membantu.”
Setiap hari, Azalia semakin terbiasa dengan rutinitas barunya. Selain pelajaran agama, ada pula pelajaran bahasa Arab yang menjadi tantangan tersendiri. Meski sebelumnya Azalia sedikit memahami bahasa Arab dasar, namun bahasa yang digunakan dalam pelajaran cukup tinggi dan formal, berbeda jauh dari yang pernah dia pelajari.
Di kelas bahasa Arab, Azalia sering kali kebingungan mengikuti percakapan yang mengalir cepat. Suatu siang, setelah kelas usai, seorang guru bernama Bu Agni menghampirinya. “Azalia, apakah kau merasa kesulitan mengikuti pelajaran bahasa Arab?” tanya Bu Agni dengan lembut.
Azalia menundukkan kepala, malu mengakui bahwa dirinya kesulitan. “Iya, Bu. Saya masih merasa bingung dengan beberapa kosakata dan struktur kalimat.”
Bu Sarah tersenyum pengertian. “Tidak apa-apa Azalia, wajar saja. Bahasa Arab memang bukan bahasa yang mudah dipelajari. Jika kamu mau, kamu bisa datang ke ruang guru setelah kelas untuk pelajaran tambahan.”
Ajakan Bu Agni membuat Azalia merasa lega. Sejak saat itu, Azalia mulai datang ke ruang guru setelah kelas untuk mendalami pelajaran bahasa Arab. Bu Agni dengan sabar mengajarinya pelan-pelan, menjelaskan dengan cara yang lebih mudah dipahami. Azalia sangat bersyukur memiliki guru yang begitu peduli dan mau meluangkan waktu untuknya.
Seiring berjalannya waktu, Azalia mulai merasakan perubahan kecil dalam dirinya. Dia yang dulunya terbiasa dengan kehidupan malam yang bebas dan liar, kini mulai merasakan ketenangan dalam rutinitas belajarnya. Kehidupan yang penuh aturan dan tuntutan disiplin di sekolah ini awalnya terasa menekan, namun perlahan-lahan membawa ketenangan di hatinya yang selama ini terusik oleh masa lalunya yang kelam.
Suatu sore, saat sedang belajar di perpustakaan, Azalia melihat beberapa teman sekelasnya sibuk berdiskusi mengenai topik kajian yang akan diadakan malam itu. Dia mendengarkan mereka dengan penuh minat, meskipun tidak ikut dalam percakapan.
Adelia, yang melihat Azalia mendengarkan, mengajak Azalia bergabung. “Azalia, kamu tertarik ikut berdiskusi?” tanya Adelia sambil tersenyum ramah.
Azalia ragu-ragu, namun akhirnya mengangguk. “Boleh, aku ingin tahu lebih banyak.”
Adelia dan beberapa teman lain mulai berbagi cerita tentang pelajaran-pelajaran mereka, mengupas makna dan hikmah di balik setiap topik. Azalia merasa tertarik, meski belum sepenuhnya memahami. Diskusi itu membuatnya merasa lebih dekat dengan teman-temannya dan dengan dirinya sendiri, seolah menemukan bagian dari dirinya yang selama ini hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laut Ankara || On Going
Literatura FemininaHallo semuanya 👋 ini adalah cerita pertama yang aku buat,jadi kalau misalnya ada typo atau kurang seru maaf yaaa! Happy reading🌷