Bianca Franda

13 1 0
                                    

Ketuk di sini untuk mulai menulis

Deruman motor perlahan terdengar, sebuah Ducati biru berhenti tepat di samping seorang lelaki berjaket merah dengan kepala botak. "Di mana dia?" Si pemilik Ducati biru itu bertanya tanpa menoleh.

"Arah jam sembilan, motor merah," jawab si botak.

Tanpa berkata apa-apa lagi, gadis pengendara Ducati biru itu segera melajukan motornya menuju garis start arena balap. Dari balik helm full face, Franda—namanya—bisa melihat kalau lelaki yang menantangnya malam ini bersifat angkuh dan sombong, terlihat dari caranya memandang Franda meski dari balik helm.

Yah, semua itu wajar dan sudah biasa Franda terima, menjadi pembalap liar dengan gender perempuan sudah pasti membuat dirinya diremehkan. Namun, Franda selalu berhasil membuat mereka tercengang dengan kemenangannya. Dan, malam ini pun Franda akan membuktikan julukan si Kilat Biru memang pantas untuknya.

Sorak-sorai penonton terdengar saat seorang gadis memasuki arena balap dengan mengangkat sapu tangan. "Satu! Dua! Tiga!" Bersamaan dengan jatuhnya sapu tangan tersebut, Franda dan penantangnya segera melaju dengan cepat.

Salip menyalip sudah hal yang pasti dalam balapan. Namun, di tikungan kedua Franda berhasil meninggalkan pemilik Ducati merah itu cukup jauh. Seringai muncul di wajah Franda, si ratu balap yang mencintai alam.

Embusan angin yang menerpa membuat Franda menghirup oksigen dengan rakus, perasaannya jadi jauh lebih baik. Saat-saat seperti ini Franda mengingat kenangan masa kecilnya saat sang bunda masih bersamanya. Di mana kebahagiaan selalu menyertai, di mana segala kasih dan sayang masih tercurah kepadanya.

Deruman motor pemilik Ducati merah yang baru saja menyalip membuat Franda tersadar. Buru-buru dihapusnya setetes cairan bening yang tiba-tiba menetes di pipi, kemudian gadis itu menancap gas gila-gilaan, mengejar Ducati merah yang meraung kencang, seolah menantang Franda untuk menyusulnya.

Si Kilat Biru jelas menerima tantangan tersebut, dikejarnya Ducati merah itu. Saling salip kembali terjadi, Franda yang melihat garis finish sudah di depan mata, segera menancap gas gila-gilaan dengan raungan yang mengerikan hingga si Ducati merah tersentak dan tertinggal beberapa meter. Seperti yang sudah diduga, Kilat Biru kembali merajai arena balap, tiba di garis finish, penonton langsung berkumpul dan memberinya selamat.

Beberapa saat kemudian, Ducati merah yang tertinggal langsung berhenti di sampingnya. Lelaki itu turun dari motor, menghampiri Franda sambil melepas helm, menunjukkan wajah tampan dengan seringai nakal yang membuat Franda terbelalak dan ingin ditelan bumi saat itu juga.

"I got you!"

***

"KYAAA! Kak Vero ganteng banget!"

"Kak Vero! Lihat sini, dong!"

"Kak Vero! I love you!"

Teriakan-teriakan yang dianggap seperti orang gila oleh Franda seperti biasa menyapa gadis itu ketika sampai di sekolah. Pemandangan paling membuat sakit mata menurut Franda. Dia melirik lelaki yang namanya dipuja-puja seolah dewa, lelaki itu sedang bermain basket sambil tebar pesona. Dia Alvero Satriadi, anak kelas dua belas yang mampu memikat gadis-gadis hanya dengan senyuman. Tiba-tiba saja Vero menoleh, tatapannya bertubrukan dengan Franda. Senyum secerah matahari langsung ditunjukkan Vero, tanpa berpikir panjang, dia segera berlari menghampiri Franda yang langsung meninggalkan tempatnya berdiri saat tahu tujuan Vero.

"Frandaaaaaa. Mau ke mana, sih? Kok udah mau pergi aja, gue kan masih kangen!"

Franda melotot, tanpa basa-basi menendang tulang kering Vero hingga lelaki itu mengadu kesakitan. "Jahat amat lo sama kakak kelas, kualat lo entar!"

FrandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang