Traktiran Gak Jadi

31 4 2
                                    

Rutinitas baru yang Julian lakukan selama dua minggu terakhir adalah membukakan pintu untuk bocah SMP yang terus menerus datang ke kamar kostnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Rutinitas baru yang Julian lakukan selama dua minggu terakhir adalah membukakan pintu untuk bocah SMP yang terus menerus datang ke kamar kostnya. Setelah dibukakan pintu, buru-buru sekali anak SMP itu masuk dan duduk di kursi yang sebelumnya dipakai oleh Julian.

"Ngapain?" Tanya Julian ketika melihat Haris mengeluarkan buku dari tas yang dibawanya.

"Mau ngetes kepintaran Kak Juli," Jawabnya.

Julian berdecak malas mendengar panggilan Haris untuknya. Jujur saja, Julian tidak terlalu menyukai dipanggil dengan nama depannya. Juli terdengar seperti nama perempuan, ia lebih menyukai orang-orang memanggilnya dengan nama lengkap seperti Julian, atau jika ingin lebih singkat, orang lain bisa memanggilnya Juju atau Lian, lebih baik untuknya.

"Males, lo manggil gue Juli Juli mulu." Julian berjalan melewati Haris dan merebahkan tubuhnya di kasur, mengabaikan remaja tanggung yang tengah cemberut.

"Kak Julian ayo bantuin aku ngerjain tugas ini!"

Tangannya ditarik dengan pelan, membuat Julian kembali duduk dan menatap bocah SMP yang menyerahkan buku paket kepadanya. Mata Julian membaca kata demi kata yang ditunjukan oleh Haris. Ini adalah Buku paket Bahasa Indonesia, berisi satu cerita pendek dan tugas diskusi dengan teman sebangku.

"Cil, ini mah disuruhnya diskusi sama temen duduk lo," Kata Julian sambil mengembalikan kembali buku pada pangkuan Haris.

"Tapi aku duduk sendirian Kak."

Sebenarnya Julian agak kaget mendengar fakta tersebut. Kepalanya bertanya-tanya, mengapa anak manis seperti Haris tidak punya teman sebangku di sekolahnya? Apakah jumlah anak di kelasnya ganjil, sehingga Haris harus duduk sendirian? Mungkin saja, itu bisa terjadi. Namun sepengalaman Julian, pun meski ada anak yang duduk sendirian bukankah Guru harus mengarahkannya untuk ikut berdiskusi dengan anak lain?

Eh, kenapa Julian berpikir terlalu jauh untuk anak ini?

Julian menghela nafas. Ditariknya kembali buku paket tebal itu dan membantu remaja tanggung itu mengerjakan tugasnya. Julian tidak merasa ia pintar, tapi setidaknya ia cukup paham dengan pelajaran Bahasa Indonesia ini. Pun ia hanya membantu Haris dengan berdiskusi.

Setelah selesai dengan tugas, Haris mengembangkan senyumnya. Senyuman yang membuat Julian ikut tersenyum lebar juga. Ah, energi polos dari anak kecil memang membuat orang dewasa ikut senang. Itu wajar, kan?

"Kakak mau aku traktir makan gak?" Tanya Haris tiba-tiba.

"Karena udah bantuin lo bikin tugas?"

Haris mengangguk antusias, senyuman masih terpantri di wajah remaja belia itu. Jika diperhatikan, Haris memiliki wajah yang cukup tegas di usianya yang baru menginjak 15 tahun. Julian yakin, dengan wajah tampan itu, di masa depan Haris bisa mendapatkan banyak perhatian dari semua orang, terutama lawan jenis. Haris akan tumbuh menjadi anak lelaki yang tampan.

"Gue jadi penasaran, lo punya pacar gak sih, Cil?"

Cil atau Bocil singkatan dari bocah cilik itu tersemat untuk Haris, karena Julian pikir itu sangat cocok bagi anak berusia 15 tahun. Kesan pertama ketika ia merasa Haris memiliki aura yang gelap telah sirna setelah melewati beberapa waktu bersama. Di balik wajahnya yang tegas, Haris adalah anak manis dan penurut. Pernah suatu waktu Julian dengan iseng menyuruh Haris membuatkannya makanan, dan dengan kesadaran penuh Haris memberinya telur ceplok lengkap dengan sosis yang dia temukan di dapur bersama di Indekos.

Ketika Julian bertanya, "Lo nanya dulu gak sama penghuni lain nih telor sama sosis di kulkas punya siapa? Ntar yang punya nyariin pas mau makan, loh?"

Dan Haris dengan wajah kagetnya langsung mengetuk semua pintu kamar Indekos lantai 3, menanyai satu-per-satu para penghuni Indekos tentang kepemilikan telur dan sosis yang ada di dapur. Ketika Haris mengetahui bahwa bahan makanan yang ia masak adalah milik Panji, anak berusia 15 tahun itu meminta maaf dan berniat mengganti dengan uang, namun Panji menolak dan berkata bahwa tidak apa bila Haris ingin memakannya. Setelah kejadian itu, Julian berusaha untuk tidak berbicara asal di depan Sang bocah cilik.

"Enggak punya," Adalah jawaban Haris untuk pertanyaan Julian tentang pacar.

"Masa, sih?"

Haris mengangguk dengan mantap di depan Julian yang sedang memandangnya tak percaya.

"Lo kan cakep masa gak punya pacar?"

"Beneran gak ada, kok! Mana ada yang mau pacaran sama Haris yangㅡ"

Kalimat tukasan Haris tidak selesai, bocah itu malah memandang kaget pada Julian dan langsung menutup mulutnya. Seolah ada hal besar yang ditutupi Si bocah, Julian mendesak anak itu untuk berbicara.

Naas, bukannya melanjutkan perkataannya, Haris malah meraih tasnya dan pergi dari Indekos. Anak itu dengan gesitnya kabur dari kamar Julian.

"Dasar bocah. Katanya tadi mau neraktir makan." Gerutu Julian, sangat terlihat kesal dengan alisnya yang menukik.

Hai, ada yang baca gak cerita ini? Kalau ada, tolong tinggalkan jejak yaa agar aku bisa semangat untuk up cerita ini!Arigato gozaimasu!! o(〃^▽^〃)o

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hai, ada yang baca gak cerita ini? Kalau ada, tolong tinggalkan jejak yaa agar aku bisa semangat untuk up cerita ini!
Arigato gozaimasu!! o(〃^▽^〃)o

Going Crazy (Junkyu x Haruto) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang