"Kau meninggalkanku disana saja sudah tidak aman," ungkap Haechan, ia bangun, menarik tangan Jeno agar ikut bangun. Namun baru saja mereka hendak bergerak, satu kejadian membuat Haechan tidak berkutik ditempatnya dan hanya bisa berdiam ditempat tanpa bisa mengambil langkah.
Haechan melihat dengan jelas ketika sebuah panah besi menembus tubuh Jeno tepat di dada kanannya, pria itu menatap Haechan dengan raut wajah kesakitannya.
"Aku mendapatkannya!" Haechan bisa mendengar seruan itu, dengan cepat Haechan mengeluarkan belati miliknya dan memotong tali yang terikat pada ujung anak panah, jika tidak mungkin Jeno sudah ditarik dari atas helikopter.
Haechan mengambil satu buah bom buatan Mark, melemparkannya ke atas dengan mudah hingga menempel pada helikopter sebelum akhirnya mesin terbang itu terjatuh setelah meledak. Anak itu tidak banyak bicara, ia langsung membantu Jeno untuk pergi dari sana dan mencari tempat aman.
Panah itu masih menancap di dada Jeno, menguras darah pria itu perlahan.
"Haechan," Jeno berusaha menghentikan Haechan, namun anak itu terlampau kalut dan tidak memperhatikan hal lain, ia hanya ingin mencapai tempat aman agar Jeno bisa beristirahat.
"Tidak, tidak, tidak. Semuanya akan baik-baik saja," Haechan merapalkan mantra untuk dirinya sendiri, agar ia percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Suara Jeno tercekat, ia merasa bahwa ada sesuatu di dalam panah yang kini bersemayam di dadanya. Jantungnya bahkan berdebar lebih cepat, ia sudah tidak bisa bicara dan tubuhnya terasa semakin melemah.
Jeno mengeratkan pegangannya pada bahu Haechan, kakinya yang melemah membuat ia terjatuh dan Haechan ikut terjatuh karena berat Jeno yang tidak seimbang.
Haechan mulai terisak, pikirannya mulai kalut membayangkan hal buruk terjadi. Kepalanya terus menggeleng untuk menolak kenyataan, ia bahkan sampai menggeret tubuh Jeno hingga sampai dibelakang salah satu mobil yang terparkir disana.
"Tidak, kau masih bisa hidup," dengan tangan gemetar ia meraih ponselnya untuk menghubungi pasukan, namun sialnya semua orang sibuk dan tidak ada yang mengangkat panggilannya.
"Ck," Haechan membuka pintu mobil, ia memasukkan Jeno kedalam mobil dan memakaikannya sabuk pengaman, baru kemudian ia masuk ke dalam mobil dan menyadap mobil agar bisa menyalakan mobil.
Setelah mobil bisa menyala ia langsung tancap gas menuju ke rumah sakit terdekat.
"Haechan, tidak akan sempat," Jeno terbatuk, mulutnya mengeluarkan darah, efek dari racun yang menyebar ditubuhnya.
"Tidak! Jangan bilang seperti itu!" Haechan meninggikan suara saking kalutnya, ia semakin mempercepat laju mobilnya.
"Jaemin masih disana, kau harus melindunginya Haechan. Percuma saja membawaku," Jeno berusaha dengan susah payah meraih tangan Haechan. Mobil itu perlahan menepi, mereka belum jauh dari lokasi,
Tangan Jeno yang berlumuran darah itu menggenggam tangan kanan Haechan dengan lemah, mengusap punggung tangan Haechan dengan sisa tenaganya.
"Aku ingin melihatmu, Haechan," mendengar permintaan Jeno itu, dengan wajah memerah dan basah oleh air mata Haechan menatap Jeno. Pria itu menarik sebuah senyum.
"Tolong jaga Jaemin untukku, aku tahu kau pasti bisa melakukannya," ucap Jeno.
"Kita akan menjaganya bersama, kau sudah berjanji," Haechan menyangkal.
"Gimme a kiss," ucap Jeno.
Haechan yang tak memakai sabuk pengamannya itu dengan mudah mendekatkan kepalanya ke arah Jeno untuk mencium bibir pria itu.
Ketika kedua belah bibir itu menempel, Haechan bisa merasakan anyir darah milik Jeno. Air mata tanpa permisi membasahi pipi Haechan tanpa henti.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rendezvous (Nahyuck) END
ФанфикJaemin ingin membalaskan dendamnya kepada orang yang telah merusak hidupnya, karena itulah ia membeli seorang hybrid dari penampungan terlarang untuk menjadikannya alat terbaik miliknya. Serta... peliharaan yang patuh. WARNING!! BXB Nahyuck Abuseme...