Bae Irene hanya bisa terdiam menatap nenek tua yang tengah menatapnya dengan serius ditambah senyum manis di bibirnya setelah mengatakan ajakan untuk membawanya ke Seoul. Ia bergantian memandang orang- orang yang menatapnya bahkan terlihat jelas tak menyukainya.
"Maaf, apa aku salah dengar?" tanya Irene ragu akan apa yang ia dengar tadi.
Mereka baru saja bertemu, bahkan Irene tak mengenal mereka satu pun dan tiba- tiba malah mengajaknya untuk pergi kemana tadi? Bukankah seharusnya mereka mengenalkan diri terlebih dahulu, mengatakan dari mana asal mereka dengan jelas. Bukan malah tiba- tiba mengajaknya untuk pergi tanpa alasan seperti ini.
"Ah, nenek belum berkenalan denganmu ya?" kekehnya lembut menatap Irene dengan ayunan tangan khas seorang nenek yang sedang tertawa.
"Aku Shin Imwan dan mereka semua adalah anak serta cucuku. Kami dari keluarga Kim yang tinggal di Seoul" jelas sang nenek memperkenalkan anak dan cucu yang dibawanya.
"Ah, aku tidak perlu memperkenalkannya satu persatu karena nanti kau akan mengenalnya sendiri" sambung sang nenek membuat Irene mengernyit bingung.
"Maaf, t-tapi aku masih tak mengerti" cicit Irene masih bingung mengenal siapa dan tujuan mereka kesini.
Apa ini bisa disebut penculikan?
"Aku mengenal keluargamu, Bae Siwon anak Bae Jinyoung. Aku mengenal kakekmu, nenekmu lalu kedua orangtuamu" jelas sang Imwan membuat Irene semakin diam.
"Kami dulu tinggal di rumpun yang sama, berbagi tanah dan tempat tinggal. Sebelum aku pergi ke Seoul untuk mulai berbisnis dengan suamiku. Bisa dibilang, aku dan suamiku adalah sahabat kedua kakek nenekmu dan tentu saja, aku juga mengenal kedua orang tuamu" lanjutnya mengenang masa lalu.
Baiklah, Irene mulai paham.
Nenek ini adalah sahabat kakek neneknya yang sudah lama meninggal dan mereka pernah hidup bersama sebelum salah satunya merantau ke kota urusan bisnis.
Oke.
Lalu, mengapa ia mengajaknya untuk ikut ke Seoul. Memangnya ada apa disana hingga mengharuskannya untuk ikut? Apa hubungan dirinya dengan ikut ke Seoul bersama mereka?
"Lalu, hubungannya denganku untuk pergi ke Seoul apa?" tanya Irene dengan mata polosnya.
Hal itu membuat gemas Imwan, ia tersenyum lembut pada sang wanita manis di depannya yang masih terlihat bingung dengan situasi ini. Memang benar kedatangannya dan ajakannya untuk ikut ke Seoul terlalu mendadak. Seharusnya ia melakukannya perlahan, namun semua sudah terlambat. Ia tak bisa menahannya terlalu lama.
Waktunya hampir datang, ia tak akan bertahan lama untuk melakukan perkenalan lagi.
"Aku akan menjelaskan nanti di Seoul, kau bisa ikut kami terlebih dahulu" ujar Imwan tenang.
"Rumahku ada disini" ujar Irene menatap sang nenek dengan pandangan tanpa dosa.
"Aku tidak bisa kemana- mana. Aku juga tak punya keluarga disana, aku lebih suka disini" sambungnya menolak ajakan untuk pergi.
Jawaban Irene membuat beberapa dari wajah tak suka yang menatapnya itu mendengus kesal, bahkan tak ayal mereka meninggalkan ruang tamu dan beranjak keluar saking muaknya dengannya.
"Bae Irene kau tidak bisa menolaknya, aku sudah berjanji dengan nenekmu dan ini sudah ditulis dalam janji warisan" ungkap Imwan membuat Irene terkejut.
"Janji?" tanyanya bingung.
"Iya, aku dan nenekmu sudah membuat keputusan sejak dulu. Kedua orang tuamu pun setuju sebelum mereka pergi ke surga" jelasnya masih ambigu bagi Irene.
"Aku benar- benar tak mengerti, janji apa yang kalian buat dan setujui itu. Tidak ada yang pernah mengatakannya padaku sebelumnya" cerca Irene tak percaya.
"Mereka hanya belum sempat mengatakannya padamu" ungkap Imwan dengan manik seriusnya.
Irene terdiam, benar mungkin mereka hanya belum sempat mengatakan apapun padanya. Ia tinggal sendiri disini dengan tiba- tiba. Hari- hari yang ia jalani seharusnya nampak membahagiakan namun, tiba- tiba Tuhan merenggutnya dalam satu detik saja.
Menyisakan ia untuk sendirian menghadapi kerasnya dunia.
Irene menatap mereka yang ada di ruangan satu persatu, hingga pandangannya jatuh pada sosok lelaki yang tampak muak kepadanya.
Ia sempat terpesona kepada sang lelaki. Tatapan tajam di bola mata gelapnya membuat ia ingin semakin menyelam jauh hingga ke dasar. Wajah dengan garis rahang yang tegas, hidung mancungnya dengan titik samar tahi lalat di ujungnya. Bibir tipis kemerahan, serta jakun yang naik turun di leher panjangnya.
Ia seperti sang dewa yang dipinjamkan Tuhan untuk tinggal di bumi sebagai kabar bahwa masih ada kehidupan lain di atas langit sana.
"Bukankah dia tampan?" pertanyaan itu membuat Irene tersentak kaget segera mengalihkan pandangannya pada sang nenek.
"H-ha? Maaf" ujar Irene malu- malu karena tertangkap basah mengagumi salah satu keluarga Kim ini.
Terkekeh kecil, Imwan mengangguk paham. Ia tersenyum setelah mendapat umpan bahkan sebelum rencananya dilanjutkan. Ini awal yang baik untuk keputusannya.
"Nenekmu menitipkan dirimu sebelum ia pergi. Kedua orang tuamu pun juga sempat mengontakku sebelum kecelakaan itu terjadi. Kau benar- benar harus ikut kami ke Seoul" ujar sang nenek ketika mereka terdiam membisu.
Irene hanya menatap wanita tua di depannya dengan tatapan kosong, sebenarnya ia masih bingung dan tak percaya. Jika ia ikut, apakah semua akan baik- baik saja. Ia juga tak bisa sepenuhnya percaya, namun ketika sang nenek menceritakan keluarganya, dirinya tak bisa menolak apapun.
"Kau akan dijodohkan dengan cucuku, Kim Taehyung" ungkap Imwan membuat Irene membeku.
to be continued...
Notes :
Maaf yaa, semalem aku lupaaa. Terimakasih buat yang udah ingetin...
Selamat menikmati bacaannya yaa...
KAMU SEDANG MEMBACA
a Walk in the Clouds
FanficMATURE Kim Taehyung tak pernah menyangka jika takdir membawanya sejauh ini, tenggelam kedalam dunia yang Bae Irene buat.