"Kau orang yang ditakdirkan untukku?"
Pria dengan pakaian kulit berwarna hitam. Dia mengigit pisau bayonet sebelum memeriksa sebuah benda elektronik ditangannya. "Terlihat lemah. Tidak berguna."
Pria lainnya—yang terikat dikursi dengan mulut dibungkam tampak panik ketika pria yang ia lihat itu terlihat sedang mengotak-atik jam tangannya dan kemudian melemparkan jam tangan yang menghitung mundur itu didepan kakinya.
"Hmpphhh! Hmphhh!" Dia bergerak-gerak heboh, matanya melotot melihat benda itu. Tentu saja. Karena apalagi yang bisa dilemparkan seseorang dengan pakaian kulit serba hitam dengan penutup wajah bergambar tengkorak kedepan kakinya?
"Apa? Kau mau diselamatkan?" Tanya laki-laki itu, dengan suara berat dan seraknya. Dia menggeleng dengan kekehan rendah, "Maaf. Aku tidak bisa membiarkanmu jadi kelemahanku. Salahkan nasibmu karena menjadi pasanganku."
"Hmpphhhh!!!!"
"Jangan panik. Bom ini bukan berisi api. Dia hanya berisi gas beracun dan—"
DRAK!
Baik pria yang sedang terikat itu dan si pembunuh bayaran itu menoleh kearah suara berisik yang bergerak memasuki ruangan. Pria dengan pakaian kulit hitam dan rompi balistiknya itu mendesah kesal saat merasakan suara pintu dibuka. Jelas itu adalah pasukan bersenjata.
"Sial, mereka tidak bisa meninggalkanku barang sebentar." Ia kemudian melepas ikatan pada pria yang sedetik lalu berniat dia bunuh, dan kemudian menarik pria itu kabur bersamanya. "Aku akan bunuh kau nanti."
Itu yang dia katakan setelah menjatuhkan diri mereka berdua dari kamar hotel lantai 23 tanpa memberikan aba-aba sedikitpun.
YOU ARE READING
THEODORE
Fantasy"Itu salahmu karena kau pasanganku." Theodore hanya tidak ingin memiliki kelemahan. Hidupnya sudah sempurna sebagai pembunuh bayaran anonim dengan gaji besar-tidak bisa dilacak, licin, cerdik. Bagaimanapun, Theodore tidak bisa membiarkan Adrian, or...