05.

540 161 42
                                    






"Terimakasih." Adrian menerima sebuah champagne yang disodorkan oleh pelayan yang lewat disekitarnya. Theodore meliriknya dengan sedikit sinis.

"Jangan berbicara apapun kepada orang-orang disini."

"Bahkan basic manner saja tidak bisa?" Tanya Adrian, sembari meminum champagnenya.

"Yang paling berbahaya adalah orang yang terlihat tidak berbahaya." Theodore  berbisik, menilik kearah pelayan yang tadinya menyodorkan minuman padanya telah menghilang seolah-olah tidak pernah terlihat.

"Kemana dia?" Tanya Adrian.

"Tugasnya selesai. Tentu saja dia langsung pergi." Tepat setelah mengatakan itu, Adrian mendengar suara berisik, disertai seorang pria paruh baya jatuh dengan buih dimulutnya. Theodore menghela nafas, sembari menarik Adrian yang masih terpaku dengan kejadian itu. Menariknya untuk duduk disebuah tempat yang telah dipesan Theodore dari jauh-jauh hari.

Mereka melewati kerumunan orang, naik ketangga untuk duduk ditempat VIP yang berada dilantai kedua. Mereka sedang menghadiri pelelangan, kata Theodore. Diadakan oleh salah satu keluarga berpengaruh dipasar gelap. Entah bagaimana Theodore bisa mendapatkan tiket masuk ketempat berbahaya ini. Bukannya Adrian belum pernah ketempat seperti ini, yah, tapi saat itu dia pergi sebagai pewaris Axton. Suasananya sangat sangat berbeda dengan saat itu. Tanpa adanya Bastion dan keluarga Axton dibelakangnya, Adrian hanyalah orang biasa yang kapan saja bisa mati. Seperti setiap orang yang dengan malang dibunuh ditempat ini.

"Apa yang akan kita beli?" Tanya Adrian.

"Aku belum memutuskan." Jawab Theodore.

"Lalu untuk apa kita disini?"

"Menyelamatkan seseorang."

"Sungguh?"

Theodore melirik Adrian dengan sudut matanya. Alpha itu tampak tidak sabar. Dia pasti senang karena untuk pertama kalinya dia tidak melihat Theodore membunuh. Padahal, dalam misi penyelamatan, justru lebih banyak orang yang akan mati. Theodore tersenyum kecil. Dia tidak tega untuk menghancurkan imajinasi Adrian tentang misi tanpa darah yang sulit namun mengharukan.

"Aku akan bantu kau." Putus Adrian.

"Maksudmu?"

"Ini misi penyelamatan. Aku tidak lihai menembak. Aku bisa, tapi tidak lihai. Tapi aku pandai dalam hal menyelamatkan seseorang."

"Tidak. Kau bisa mati."

Adrian tampak mendengus sebal. "Aku pernah menyelamatkan ayahku dari pembunuh bayaran."

"Aku yakin ayahmu membiarkanmu karena dia pikir itu lucu."

"Tapi aku benar-benar memblokir peluru untuknya. Dan aku selamat."

"Pasti dia senang karena kau harus menginap di rumah sakit untuk sementara dan dia bisa berduaan dengan papamu tanpa gangguan."

"Benarkah?" Adrian tampak shock. "Tapi dia terlihat sangat... Bangga..."

"Tentu saja. Jangan berlagak sok jago. Kau bisa berbangga kalau kau Alpha hanya didepan omega omega manis dan cantik yang tidak tahu apa-apa. Tapi disini, bahkan omega bisa mengalahkanmu dengan mudah. Mereka terlatih. Bukan tuan muda yang dimanja sepertimu."

"Bukankah kau keterlaluan? Aku bukan tuan muda yang manja!"

"Terserah apa katamu. Aku tidak mengambil risiko misi gagal demi menjaga harga dirimu."

"Apa katamu?!"

"Diam disini." Theodore kemudian mengambil borgol yang dia simpan dan memborgol tangan Adrian ke lengan kursi.

"Sialan!" Adrian mengumpat. Tetapi kemudian dia diam ketika Theodore menyodorkan papan angka diatas pangkuannya. "Belilah apa yang kau mau."

Adrian diam saja, sesaat kemudian Theodore dengan cepat menyelinap pergi tanpa diketahui orang lain. Adrian menatap papan angka yang dia pegang sembari tersenyum kecil. "Oh. Jadi tugasku adalah menghabiskan uang disini? Aku akan mencoba yang terbaik, Theodore."

***




"Ssh..." Theodore menaruh jari telunjuknya diatas bibir ketika dia berhasil menyelinap ke panggung belakang tempat mereka menyimpan 'barang-barang' yang akan mereka lelang.

Theodore meletakkan tangannya diatas material jeruji besi yang dijadikan tempat berdiam seorang gadis setengah telanjang didalamnya. Salah satu 'barang' yang akan mereka jual. Perbudakan illegal seperti ini bukan hal baru di underworld. Dia omega yang masih muda. Pasti banyak yang akan membeli gadis lugu yang masih polos ini. Entah untuk dijadikan budak nafsu ataupun hiburan semata.

Tapi sayangnya Theodore butuh gadis ini. "Kau mau keluar dari sini, kan?" Tanya Theodore.

Gadis itu mengangguk tanpa suara. Sepertinya dia dalam posisi dimana mentalnya tidak stabil. Sedikit gerakan dari Theodore saja bisa membuatnya tersentak, bergetar dan ketakutan.

"Baiklah. Tenang." Theodore berbisik sembari menarik besi jeruji itu. Membengkokkannya, membuat ruang agar gadis itu bisa keluar. Gadis itu sedikit terkejut ketika melihat Theodore membukakan jeruji besi itu dengan tangannya seolah-olah jeruji besi itu terbuat dari karet lentur.

"Kemari," perintah Theodore. Gadis itu awalnya menggeleng, menolak untuk keluar meski Theodore sudah mengulurkan tangannya. "Jangan takut. Aku orang baik... Setidaknya untukmu. Cepatlah."

"Siapa kau?"

Theodore mengumpat dalam hati ketika dia mendengar suara orang dari belakang. Dengan suara rombongan langkah kaki cepat yang tergesa-gesa. "Sial." Saat Theodore bersiap untuk mengeluarkan senjatanya,

Dia mendengar suara familiar yang dari belakang. "Aku beli anak ini."

Adrian?

Adrian muncul dari belakang dengan senyuman lebar. Borgolnya telah dilepas. Dan beberapa pegawai lelang berdiri mengelilingi Adrian yang memasang lagak tuan mudanya. "Orang itu pelayanku. Aku suruh dia memeriksa barangnya."

"Oh, benarkah? Baiklah Tuan." Pegawai itu menatap Theodore dengan sengit sembari menyarungkan kembali pistolnya.

"Boleh kami pergi sekarang?" Tanya Adrian, sembari tersenyum kemenangan pada Theodore yang menatapnya tajam dan kesal. Apa ini balas dendam dari Adrian? Theodore akhirnya terpaksa membawa anak kecil itu dan bertingkah seperti dia pelayan dari Adrian.

Adrian brengsek.

"Kita akan selesaikan ini dirumah." Bisik Theodore, sembari membawa gadis itu dengan sedikit paksa, keluar dari tempat lelang itu.

Adrian tersenyum. Melirik kearah gadis kecil yang diseret oleh Theodore untuk berjalan. Agak sedikit kasar. Gadis itu terlihat sangat rapuh dan penuh ketakutan. Adrian bisa membayangkan apa yang dia alami dirumah lelang yang keras itu.

"Omong-omong, untuk apa kau butuh dia?" Tanya Adrian.

"Dia omega dominan. Aku butuh dia."

"Kau butuh... Dia?" Tanya Adrian, tak percaya.

"Rutku akan datang. Dia akan melayaniku."

"Kau serius?"

Theodore menghela nafas, "Kau pikir untuk apa? Kau pikir aku gila akan menghabiskan rut-ku denganmu?"

"Theodore, dia masih kecil!!"

"Cuma dia yang bisa. Omega murahan diluar sana tidak akan bisa melayaniku selain omega dominan."

"Gila! Ini gila." Adrian mengumpat, kesal.

THEODOREWhere stories live. Discover now