"Kenapa kau sama sekali tidak terlihat seperti orang yang akan mati?" Tanya Theodore, melirik Adrian yang sedang bermain game diponselnya. Dengan berbagai makanan disekelilingnya pula.
"Yang benar saja. Kau mau aku hidup dalam ketakutan menunggu kematianku?" Tanya Adrian, gusar, sembari mengigit dorayakinya.
"Tidak juga," jawabnya. "Tapi kebanyakan orang tidak akan bersikap setenang dirimu."
Adrian menghela nafas, "Mau bertaruh?"
"Bertaruh?" Tanya Theodore.
"Aku bertaruh kau tidak akan pernah bisa membunuhku."
"Oh ya, kenapa?" Tanya Theodore. Dari nadanya, dia terlihat hampir seperti mencemooh.
"Firasat," jawab Adrian.
"Aku tidak percaya firasat."
"Aku percaya."
"Bertambah alasan kenapa aku harus membunuhmu."
"Firasat tidak muncul karena tiba-tiba." Sambung Adrian. "Firasat pada dasarnya muncul dari petunjuk-petunjuk kecil yang jika disambungkan, akan membentuk sebuah keyakinan. Masalahnya keyakinan itu tidak punya bukti faktual yang mendukung, makanya jadi firasat. Pada dasarnya, firasat muncul dari fakta-fakta."
"Intinya?"
"Intinya," Adrian menunjuk Theodore. "Ada beberapa hal yang tidak masuk akal. Dan ada alasan yang akan menjadikannya masuk akal. Sayangnya belum ada buktinya."
"Maksudmu?"
"Kau menyukaiku."
"Pembicaraan ini bahkan tidak pantas untuk diberi perhatian." Theodore berdecih.
"Jujur saja, meski kau katakan kau belum membunuhku karena menunggu saat yang tepat, sejujurnya, kau tidak perlu menunggu itu. Kau dikejar-kejar setiap waktu. Bunuh aku atau tidak hanya sama saja, kau akan hidup dalam pelarian, benar?"
"Benar. Dan aku tidak mau menambahnya dengan membunuhmu."
Adrian mendengus, "Theodore. Kau mencoba melawan takdir. Pasangan yang ditakdirkan, mate, itu sama seperti jantung hatimu. Kau bunuh aku, kau kehilangan satu organmu."
"Tidak masalah."
"Kau yakin?" Adrian berucap lagi. "Sepertinya denial adalah salah satu sifat enigma. Aku harus minta mereka untuk mencantumkan itu dalam buku pelajaran."
"Kalau kau hidup saat itu."
Adrian tersenyum lirih, "Entahlah. Makanya, bertaruhlah denganku. Jika aku mati ditanganmu, pada akhirnya, aku akan berikan kau sesuatu."
"Bagaimana bisa orang mati memberiku sesuatu?"
Adrian menunjuk dadanya, "Robek aku. Didalam dadaku, ada sebuah kode untuk brangkas rahasia milik perusahaanku. Ayahku suruh aku menyimpannya baik-baik, jadi kusimpan didalam dadaku."
"Apa isi brangkasnya?" Tanya Theodore.
"Apa saja yang kau mau."
Theodore meraih pisau sakunya, dan menatap Adrian dengan senyuman dingin. "Baguslah. Setidaknya kau ada kegunaanya setelah kau mati. Akan kurobek dadamu dengan rapi."
"Baiklah, tapi kalau pada akhirnya, kau tidak bisa membunuhku..." Adrian tersenyum dengan sinis. "Janjikan aku satu hal."
"Apa itu?"
Adrian tersenyum penuh arti.
***
YOU ARE READING
THEODORE
Fantasy"Itu salahmu karena kau pasanganku." Theodore hanya tidak ingin memiliki kelemahan. Hidupnya sudah sempurna sebagai pembunuh bayaran anonim dengan gaji besar-tidak bisa dilacak, licin, cerdik. Bagaimanapun, Theodore tidak bisa membiarkan Adrian, or...