Entah sudah keberapa kalinya Luca menarik nafas panjang, bahkan raut wajah yang tampak kesal tidak bisa ia tutupi. Sekali lagi Luca melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah pukul delapan lewat tiga puluh menit.
"Siapkan mobil sekarang, sepertinya dia tidak akan datang dan jadwalkan kembali pertemuan dengan perempuan selanjutnya," ujar Luca pada sekertarisnya melalui ponsel.
Dengan sedikit kecewa Luca pun berdiri dari duduknya, baru saja dia akan melangkah pergi, telinga menangkap sesuatu yang menarik perhatiannya. Sebuah gebrakan kecil dimeja belakangnya, wajah perempuan itu terlihat sangat terkejut dan tak percaya pada laki-laki yang ada dihadapannya. "Tunggu, bisa kau sebutkan kembali namamu?" tanyanya dengan mata yang membulat.
"Lucas Maxwin." Kali ini laki-laki itu mengangkat sebelah alisnya bingung. "Apa ada, Paula?"
Paula menggelengkan kepalanya pelan, tak sengata pandangannya terpaku pada Luca yang seakan memberikan isyarat jika dialah laki-laki yang seharusnya Paula temui.
Perlahan raut wajah Paula berubah, memerah seakan menahan malu, lalu kembali menoleh pada Lucas yang ada di depannya. "Astaga maaf, aku salah orang. Yang harusnya aku temui adalah Luca Gerard. Apa perempuan yang seharusnya menemuimu juga ada disini? sepertinya dia sudah menunggumu cukup lama," jelas Paula sambil melihat kearah sekitar, namun sayangnya semua meja yang terisi sudah berpasangan. Hanya satu yang tidak, yaitu Luca yang sedang memperhatikan tingkah konyolnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Wedding
RomanceLuca harus menikah tahun ini jika ingin menjadi CEO, sementara Paula mendambakan pernikahan sebagai satu-satunya jalan untuk melarikan diri dari keluarga yang selalu menekannya. Mereka setuju untuk saling melengkapi kebutuhan masing-masing melalui s...