Ronald : Aliya... Ada waktu buat ketemu nggak?
Pesan itu masuk ke hp Aliya saat pagi buta. Tapi perempuan itu tidak langsung membukanya meskipun dia sudah melihat di jendela pop-up-nya. Setelah seminggu yang lalu dia bisa memecahkan tulisan tanpa makna. Aliya berpikir ulang untuk melanjutkan memecahkan teka-teki Gajah dan Semut. Dia bingung.
Aliya sudah mencoba mencari di internet kalimat teka-teki itu, "Gajah dan semut dari matamu". Dengan tanda kutip di awal dan akhir, untuk mencari kalimat itu secara utuh. Siapa tahu memang ada kalimat ungkapan semacam itu entah dimana. Di buku, di lagu, atau terselip di antara syair-syair pujangga di masa lalu. Hasilnya, nihil.
Saat Aliya menghilangkan tanda kutipnya. Ada beberapa hasil. Hasil teratas adalah sebuah peribahasa, 'Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak'. Peribahasa yang sering ditemui, tentang bagaimana kebiasaan orang menilai orang lain. Apakah ini tentang penilaian? Penilaian terhadap apa, Aliya tidak tahu.
Hasil pencarian lainnya berupa cerita anak. Tentang gajah dan semut, gajah yang sombong dan semut kecil yang pemberani. Gajah yang besar merasa sombong dan akan mengalahkan semut yang kecil dalam sebuah pertarungan. Tapi si semut kecil yang berani bisa mengalahkan gajah karena dia masuk ke telinga gajah, menggerogoti telinga itu sampai membuat gajah minta ampun. Kalah. Apakah ini tentang kesombongan? Atau keberanian?
Keduanya sama sekali tidak merujuk pada lokasi harta karun. Jadi mungkin ini memang bukan tentang harta dalam bentuk materi. Mungkin hanya warisan tentang kebijaksanaan dari leluhur untuk anak turunnya.
Lagipula, kalau memang itu sesuatu yang diwariskan. Kenapa Opa Danu tidak menyampaikan pada cucunya saja? Kenapa tidak minta bantuan Ronald untuk memecahkan teka-teki itu? Mungkin ini hanya teka-teki milik Opa Danu. Tidak ada hubungannya dengan keluarga, ataupun leluhurnya. Apalagi tentang harta warisan.
Teka-teki memang sesuatu yang menarik untuk Aliya, tapi mengerjakan teka-teki tanpa petunjuk itu membuatnya putus asa. Dan Ronald, laki-laki yang mewarisi teka-teki itu, sama sekali tidak menunjukkan keinginan untuk bekerjasama. Maunya terima beres, begitu pikir Aliya. Karena sampai seminggu kemudian laki-laki itu tidak juga menghubunginya.
Bagaimana Aliya bisa memecahkan teka-teki gajah dan semut, kalau dia tidak memiliki informasi yang terkait, sedikitpun. Tidak ada yang bisa ditelusuri kalau dia hanya bekerja sendiri. Dan Aliya tidak memiliki urgensi apapun.
Membantu teman? Apakah hubungannya dengan Ronald sudah bisa dikatakan berteman?
Sampai pesan itu datang tadi pagi. Ronald mengajak Aliya bertemu lagi. Tapi, seperti yang perempuan itu pikirkan. Dia ragu. Apalagi kalau Aliya mengingat senyum tipis itu. Tidak, Aliya tidak mau memikirkannya. Dia menyabotase otaknya sendiri sebelum pikirannya melanglang kemana-mana.
Aliya benar-benar mengabaikan pesan dari Ronald. Laki-laki itu juga tidak mengirimkan pesan lagi. Bukankah itu tandanya laki-laki itu tidak terlalu membutuhkannya. Dia memilih bersiap untuk berangkat kerja. Melakukan rutinitasnya seperti biasa ke Kantor Pos.
"Udah siap, Al?" Tanya seorang laki-laki dari arah meja makan rumah Aliya. Membuyarkan pikiran-pikiran Aliya di dalam angannya.
"Mas Nino udah selesai sarapan?"
"Udah, ayo berangkat."
"Bentar..." Aliya mengambil jaket dan tasnya dengan tergesa. Dia belum memakai sepatu.
"Lama banget sih, sayang... Kamu dari dulu gitu, disiplin dong. Nanti kita kesiangan..."
"Iya, Mas. Iyaa...."

KAMU SEDANG MEMBACA
Toko Merah [END]
General FictionRonald tiba-tiba tertarik dengan nenek moyang keluarganya, karena ada cerita tentang harta keluarga yang masih tersembunyi. Konon kakek dari kakeknya adalah orang yang sangat kaya. Sampai Ronald menemukan sebuah tulisan tanpa makna dari kakeknya. Di...