22. Menjenguk Raka

168 41 18
                                    

"KAK ASAAA....!" Suara ceria yang menyambut kedatangan Angkasa itu membuat senyum Angkasa bersemi.

Meski suasana hati Angkasa sangatlah buruk tadi, tapi setelah melihat sosok Raka yang sudah terlihat lebih sehat dari semalam membuat suasana hati Angkasa membaik. Raka memang seperti magic untuk Angkasa.

Angkasa langsung memeluk tubun mungil Raka dan mengecup pucuk kepala adik nya itu. Membuat Raka jadi kegirangan. Kemudian, setelah dia sudah puas memeluk adiknya, Angkasa pun menempatkan diri duduk di pinggir ranjang seraya mengamati seluruh penjuru ruang guna mencari seseorang. Sedangkan Raka senyum anak itu kembali mengembang saat dia menyadari bahwa bukan hanya kakaknya yang datang.

"Loh?! loh?! Ada Kak Apan, Kak Elik sama Kak...."

"Jojo..." Bantu Johan mengingatkan namanya sembari tersenyum manis.

"Iya, Kak Jojo..." Ulang Raka ceria membuat tangan Johan gemas untuk mencubit pipi Raka pelan.

"Nih, kakak bawa oleh-oleh buat Raka." Alvan memberikan sebuah paper bag berisi jajanan dan buah. Raka pun dengan penuh sopan mengambilnya dan berterimakasih kepada teman-teman kakaknya itu.

"Gimana, Raka usah sehat?" Tanya Erik dan Raka mengangguk mantap.

"Iya, Raka usah gak sakit!"

"Bagus-bagus..." Jojo menyambar.

"Biar cepet pulang ya, biar nanti kita bisa main sepeda lagi, ya..."

"Iyaa!" Jawab Raka sembari mengangguk senang.

"Ngomong-ngomong, ibu mana, dek... Kok gak keliatan?" Tanya Angkasa yang merasa aneh karena tidak ada keberadaan Diana dan Raka pun menjawab bahwa ibu tadi ikut sama dokter ke luar kamar. "Loh, berati dari tadi kamu sendirian di kamar?"

"Enggak!" Jawab Raka cepat, namun sedetik kemudian setelah terlihat berpikir singkat anak itu langsung mengubah jawabnya. "Eh... Iya kak Laka dari tadi sendiri."

Melihat Raka yang tampak gugup membuat mata Angkasa memicing. Dia merasa ada yang Raka sembunyikan. Dia menduga bahwa Raka sedang berbohong. Lagipula tidak mungkin ibunya meninggalkan Raka sendirian di kamar tanpa ada yang menggantikannya menjaga.

"Yang benar... ?  Kamu bohong ya sama kakak?" Tanya Angkasa lagi berusaha meyakinkan dan Raka langsung menggeleng.

"Enggak kok Laka bener, gak bohong... Suer, deh..."

"Suer, suer, emang kamu ngerti apa artinya? Siap yang ngajarin?" Tanya Angkasa gemas sembari mencubit pelan hidung mungil Raka. Membuat Raka kegelian dan membuat suara tawa riang Raka mengembang ke seluruh penjuru ruang. Membuat semua orang yang melihat keakraban Angkasa dengan Raka pun ikut tersenyum geli melihat tingkah mereka.

Sebenarnya Raka memang bohong, sebelum kakaknya datang ada seseorang yang menemaninya namun Raka tak bisa mengatakannya pada Kak Asa karena Raka sudah berjanji kepada orang itu. Karena Angkasa pasti akan marah bila tau.

Tawa Raka spontan terhenti saat tiba-tiba Angkasa menghentikan gerakan tangannya dan langsung menutupi hidungnya yang mengeluarkan darah.

"Kak Asa ingusan!" Ucap Raka spontan yang membuat semua orang terdiam dan terfokus pada Angkasa.

Untuk satu detik pertama Angkasa hanya fokus pada dirinya sendiri. Dia panik, dengan cepat dia pun mengambil beberapa lembar tisu yang ada di atas nakas guna menghalau darah yang keluar dari hidungnya supaya tidak menetes ke atas ranjang Raka. Hingga, di detik selanjutnya saat dia menyadari  suasana yang tiba-tiba terasa aneh, Angkasa pun mengangkat kepalanya dan menatap ketiga temanya yang kini sedang menatap dirinya lekat, hal itu tentunya membuat Angkasa merasa tidak nyaman. Membuat angkasa langung memalingkan pandanganya dari ketiga sahabatnya itu. Jujur, Angkasa paling tidak suka melihat ada seseorang yang menatapnya dengan ekspresi khawatir. Dia tidak suka membuat orang lain khawatir.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Langit untuk AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang