Surprise Case?

3 1 0
                                    

    "Tolong saya...! Tolong!" Jerit wanita tersebut, gaunnya lusuh oleh darah, Surai pirangnya berantakan, maskara luntur dari ujung bulu matanya serta ingus yang menyelip keluar dari lubang hidung yang telah memerah. Manik mata sang wanita menangkap gerakan kereta kuda yang terhenti. Ia langsung melemparkan dirinya bersandar ditangga kereta sembari tersedu-sedu.
"Tolong saya...! Saya mohon!" Isaknya.

Pintu kereta kuda terbuka, memperlihatkan ketiga detektif dengan tatapan simpati dalam manik mata mereka.
"Nyonya... Apa yang bisa kami bantu?" Elias bertanya sembari membantu Sang Wanita untuk berdiri, gaunnya yang lusuh dan terbalur darah membuat alis Elias menyengit jijik.
"Tolong saya... Saya menemukan mayat..! Mayat adik saya!" Isak sang wanita sembari berusaha mengusap maskara yang telah luntur dari pipi pucatnya.
"Tentu kami bisa membantu anda, nyonya" Jawab Conva dengan senyuman lebar, ia melepaskan jubahnya untuk menutupi pundak terbuka milik sang wanita, membantu menenangkan kepanikan wanita tersebut.
"Tolong tunjukkan kepada kami dimana anda menemukan mayat adik anda" ujar Iyan sembari merapikan sarung tangannya yang lembab oleh cuaca.

      Mereka sampai disebuah gedung tua dengan keadaan yang cukup berantakan, botol-botol kaca berlabel alkohol murahan tergeletak dimana-mana, jaring laba-laba, pakaian kotor, serta debu-debu memenuhi sebagian besar ruangan.
"Bolehkah anda ceritakan kepada kami, bagaimana anda menemukan jasad adik anda?" Tanya Iyan, jemarinya dengan lincah memutar pena untuk mencatat detail-detail kejadian yang dialami oleh sang Wanita.
"Sebelumnya... Saya ada cekcok dengan adik saya, kami bertengkar mengenai keuangan dan lelaki.." ucap sang Wanita sembari memeluk tubuhnya sendiri yang tertutup oleh jubah milik Conva.
"Selanjutnya?"
"Selanjutnya... Ia pergi masuk kedalam kamarnya... Dalam 3 hari kami tidak pernah bercakap-cakap... Ini salah saya... Saya telah menggoda pacarnya" ujar wanita tersebut mulai terisak. Elias menyengitkan alis wajahnya dengan jijik yang segera ia sembunyikan dengan senyuman.
"Mengapakah anda melakukan hal tersebut?" Tanya Elias sedikit menyingung mengenai kedewasaan sang Wanita yang termakan oleh hawa nafsu.
"Maafkan saya... Saya.. saya salah! Saya paham saya salah!" Ujar Sang Wanita dengan frustasi.

"Dimanakah mayat tersebut berada Nyonya Maroen?" Tanya Conva dengan senyuman manis. Sang wanita atau biasa kita panggil nyonya Maroen terkejut.
"D-dari mana anda mengetahui nama saya?" Tanya Nyonya Maroen dengan keringat yang membasahi pelipis serta ketiaknya.
".....bukankah anda terkenal sebagai kupu-kupu malam yang-" ucapan Conva terpotong oleh sakitnya siku Elias yang menekan perutnya.
"Ah! Sakit..." Rengek Conva sembari mengelus perutnya yang telah tersuduk oleh Elias.
"Mohon tunjukan keberadaan mayat tersebut Nyonya Maroen" ujar Iyan berusaha mengalihkan perhatian.
"O-oh! Tentu!" Jawab Maroen, ia menenteng gaunnya tergopoh-gopoh.
"Jaga cara bicara mu Tuan Conva!" Bisik Elias.
"Saya hanya mengatakan kenyataannya, Nyonya Maroen adalah jalang di club malam terkenal" jawab Conva mendengus kesal karena disikut. Iyan hanya mengamati mereka dengan seksama, memperhatikan tingkah mereka yang membuat Iyan malah waspada.

"Disebelah sini tuan-tuan!" Teriak nyonya Maroen tengah melambaikan tangannya, Surai pirangnya lepek oleh keringat dan ketiaknya yang terbuka menampilkan bulu-bulu halus. Ketiga detektif menghampiri nyonya Maroen sembari memperhatikan keadaan sekitar.
"Saya akan masuk terlebih dahulu.. siapa tahu ada jebakan" ujar Conva dengan santai, keberuntungannya tentu akan membantunya untuk lepas dari segala perangkap maut yang telah menanti.
"Anda beruntung" ujar Iyan dengan nada sedikit sarkastik.
"Tentu saja saya beruntung" jawab Conva kemudian memasuki ruangan tersebut. Ia bersiul saat menatap keadaan mayat yang berada didepannya.
"Sepertinya didalam sudah aman, tuan-tuan silahkan masuk." Ucap  Conva membukakan pintu bagaikan seorang butler.

   Keadaan mayat yang ditemukan cukup mengenaskan, kedua telapak tangannya dipaku dengan dinding sepat diatas kasurnya, mayat tersebut kehilangan mata serta gigi-giginya, Surai pirang telah rontok serta gaun yang tercabik-cabik oleh gigitan.
"Sial... Ini sangat.. mengenaskan" umpat Elias dengan jijik menutupi hidungnya. Iyan menyengitkan alis dahi dengan engan dan menghela nafas.
"nona Maroen... Sebaiknya anda ikut untuk diinterogasi." Ujar Iyan dijawab oleh anggukan dari Maroen.
Keadaan kamar korban cukup berantakan, boneka beruang berbulu milik korban basah oleh darah dan bau sangit darah memenuhi seisi ruangan. Elias membuka jendela yang terdapat dalam ruangan tersebut agar angin segar dapat memenuhi paru-parunya. Iyan mengamati dengan seksama keadaan korban, mencari setiap bukti yang bisa ia dapatkan dari ujung hingga ujung. Kepalanya dipenuhi dengan jeritan kesakitan sang korban. Yang menjadi masalah ialah sang pembunuh masih terlihat sangat kabur dan asing dalam pandangan Iyan.

    Petugas medis datang untuk mengangkut mayat tersebut menuju ruang otopsi. Conva melambai pada kedua rekannya sebelum memasuki kereta kuda bersama mayat tersebut dan menuju markas utama untuk mengotopsi mayat. Disisi lain, Elias tampak sangat tidak nyaman berada di TKP.
"Tuan Iyan, mohon maaf... Saya akan membantu kepolisian untuk mengintrogasi setiap tersangka yang tertangkap." Izin Elias sembari menutupi hidungnya.
".... Sial" umpat Iyan yang ditinggal sendirian dalam ruangan pengap penuh darah tersebut. Iyan mulai mengambil gambar dari keadaan TKP serta beberapa bukti seperti boneka yang telah robek dan manik-manik dari sebuah gelang tangan korban. Pandangannya masih sangat kabut, namun ia dapat merasakan dan mendengarkan teriakan korban sebelum ia meninggal. Suara robekan boneka juga dapat terdengar, hal itu membuat Iyan semakin pusing dan tertekan.
"Kasus yang cukup rumit." Ucap Iyan dengan senyuman jengkel.

    Rintik hujan kembali mengguyur kota kecil itu, dinginnya angin membuat tubuh Elias bergidik, ia tengah sibuk mengintrogasi para tersangka serta saksi yang terkait dalam kasus ini.
"Tuan Elias! Informasi yang kami dapatkan sejauh ini adalah informasi mengenai identitas korban serta beberapa orang-orang terdekat korban" jelas seorang petugas kepolisian.
"Berikan semua data tersebut kepada saya. Akan saya informasikan kepada rekan-rekan saya" jawab Elias. Manik mata albino tersebut mengitari keadaan sekitar dengan waspada.
"Tentu tuan Elias." Jawab salah satu petugas kepolisian dengan tundukan hormat. Disisi lain Conva sibuk membelah beberapa bagian tubuh korban untuk mengecek apakah ada luka dalam ataupun racun. Ia terkekeh saat melihat jahitan manis di jantung sang korban.
"Sepertinya kelinci kecil sangat suka menyembunyikan hartanya didalam organ-organ penting" ucap Conva dengan perlahan membelah jantung biru korban yang telah lama berhenti berdetak.
"Surat...?"

To be continued.

Time to Work, Detectives!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang