Dumb Blonde

4 2 0
                                    

      Ketiga detektif berkumpul kembali untuk mendiskusikan mengenai kasus yang baru saja terjadi. Masing-masing dari mereka membawa informasi penting seperti Elias yang mendapatkan informasi dari wawancara, Iyan mendapatkan informasi dari tempat TKP dan barang-barang korban, serta Conva yang mendapatkan informasi dari ruang otopsi.
"Baiklah, untuk memulai diskusi malam ini... Sebaiknya kita mulai dari hasil wawancara... Silahkan Tuan Elias" Ucap Iyan memulai pembicaraan diatas meja bundar dengan teh hangat yang telah disediakan.
"Terima kasih" jawab Elias sembari membuka buku kecil dari dalam sakunya.
"Melalui data yang saya temukan melalui wawancara, saya mendapatkan informasi mengenai identitas korban, keadaan keuangan korban, serta rumor-rumor mengenai hubungan korban dengan kakanya atau biasa kita kenal sebagai Nyonya Maroen." Jelas Elias.
"Menarik" puji Conva sembari mendengarkan lebih lanjut informasi dari Elias dengan ukiran senyum tertarik.
"Korban bernama Elisabeth, ia dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai guru yang baik hati dan penuh kasih sayang" jelas Elias, Iyan mengangguk-anggukkan kepalanya sembari menulis beberapa informasi penting.
"Korban merupakan tulang punggung keluarga, ia hanya tinggal berdua bersama Nyonya Maroen... dan ia memiliki seorang pacar pengangguran" ucap Elias.
"Apakah pacar nyonya Elisabeth berhasil diamankan?" Tanya Iyan.
"Sayangnya kami tidak bisa menemukan keberadaan pacar Nyonya Elisabeth." Jelas Elias sembari mengelus pelipisnya dengan jenuh.
"Jadi anda akan melakukan patroli secara penuh?" Tanya Conva.
"Bila itu merupakan cara untuk mendapatkan sang pembunuh, maka tiada alasan bagi saya untuk menolak" jelas Elias.

     "Dari beberapa barang bukti yang saya dapatkan.. ada boneka Teddy bear yang sudah robek... Gelang milik nyonya Elisabeth... Serta beberapa foto-foto posisi mayat menggunakan kamera milik Tuan Besar" Ucap Iyan mulai menata barang-barang bukti, ia mengusap pelipisnya pusing.
"Apakah anda mendapatkan pengelihatan mengenai barang-barang ini?" Tanya Elias.
"Masih samar... Tapi yang jelas... Cekcok ini terjadi oleh seorang... dengan pakaian serba hitam... Boneka ini milik nyonya Elisabeth... Diberikan dari kekasihnya.. gelang ini juga dari kekasih nyonya Elisabeth." Ucap Iyan.
"Tetapi anda masih belum bisa mendapatkan pandangan yang lebih jelas?" Tanya Conva sembari menyeduh teh hangat untuk mereka bertiga.
"Benar..." Jawab Iyan sedikit frustasi, yang ia dapatkan hanyalah suara teriakan dan pandangan kabur mengenai penyiksaan yang terjadi oleh nyonya Elisabeth.
"Sebaiknya kita satukan terlebih dahulu informasi-informasi yang didapatkan" usul Elias yang terlihat prihatin dengan raut wajah Iyan yang pucat.
"Tiada salahnya" tambah Conva sembari menyatukan beberapa foto mayat tersebut.

   Samar-samar bayangan dari ketiga foto itu membentuk sebuah huruf. Semuanya bagaikan saling menjalin satu sama lain.
"Lihat... bayangan di foto menunjukan huruf..." Ucap Iyan sembari meneliti huruf-huruf tersebut.
"Oh ya.." kagum Conva sembari mengamati frame-frame foto hitam putih yang telah diambil.
"Sepertinya pembunuh ini cukup... Teliti.." bisik Elias sembari mengamati bayangan dalam foto-foto tersebut dengan tatapan kagum juga kesal.
"Menarik" puji Conva lalu mengambil bukunya.
"Apa yang anda lakukan Tuan Conva?" Tanya Iyan sembari bergidik sedikit ngeri dengan perubahan suasana yang terjadi. Keberuntungan Conva mulai menjadi-jadi lagi, tiada yang tau apakah ini akan membawa mereka dalam bahaya maupun jalan keluar.
"Biarkan saya coba" bisik Conva yang mulai menulis buku tebal akan voucher tersebut dengan setiap huruf yang mereka temukan. Tatapannya menjadi kosong setiap kali ia menuliskan huruf demi huruf, bagaikan nyawanya dipertaruhkan dalam setiap keberuntungan yang ia dapatkan. Tinta hitam perlahan memenuhi isi buku dengan Conva yang masih kosong bagaikan tubuh tanpa nyawa, keadaan ini membuat Elias bersiap dengan revolver miliknya, ia melirik sekitar dengan kewaspadaan tinggi selagi Iyan merasakan tubuhnya merinding dengan suasana tersebut. Akhirnya sebuah kalimat tertulis dalam buku milik Conva.
"Aha! Saya tahu pasti ada pesan tersirat dalam huruf-huruf tersebut!" Ucap Conva, manik hijaunya kembali normal ditambah dengan tubuhnya yang kembali terasa hidup. Iyan serta Elias bertatapan sekilas sebelum menarik diri mereka mendekat untuk membaca apa yang sebenarnya ditemukan oleh Conva.

"She thought i was her boyfriend, poor girl... Look like she just a dumb blonde."

To be continued.

Time to Work, Detectives!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang