2

137 22 0
                                    

Sekarang pukul dua pagi, aku terbangun dan mengingat kembali adegan Vicle yang menatapku datar dan sama sekali tidak mau menyadari kesalahannya.

Dan aku terpaksa untuk bangun dari tempat tidurku yang hangat gara-gara hasrat buang air kecil yang menyebalkan ini. Padahal aku sangat mengantuk.

Mataku hanya bisa terbuka sebelah, namun aku paksakan untuk berjalan. Aku keluar dari kamarku. Namun, aku menaikan sebelah alisku ketika melihat kamar Jihoon yang terbuka, namun tidak ada cahaya dari kamarnya. Apa dia lupa menutup pintu sebelum tidur? Aku menghela nafas dan menggeleng pelan. Aku berjalan ke arah kamar Jihoon, namun ketika aku berdiri di ambang pintu, aku melihat Jihoon berdiri menghadap jendela.

"Iya, dia memang tidak bisa melihatmu, tapi kita bisa terus bertemu kan?"

Itu perkataan Jihoon, siapa yang dia ajak bicara?

"Jika aku memberitahu aku bisa melihatmu, dia mungkin akan melarangku untuk bertemu denganmu" kata Jihoon lagi.

Tidak, ini tidak benar.

"Jihoon, dengan siapa kau bicara?" Aku akhirnya mengeluarkan suara, membuat Jihoon seketika menoleh ke belakang dengan wajah kaget. Sementara, aku langsung berjalan cepat ke arah kamarnya dan membuka jendela, kedua mataku terbuka lebar—mengedarkan pandanganku ke seluruh arah, namun hanya ada  pepohonan biasa yang memang ada di belakang rumah.

Aku menoleh ke arah Jihoon yang menatap tajam ke arahku.

"Kau membuatnya menghilang" ujar Jihoon. Perkataan Jihoon membuatku berang. Aku langsung berbalik badan dan memegang bahunya erat.

"Jihoon, katakan padaku, siapa yang kau ajak bicara. Ini sudah keterlaluan, bagaimana jika orang yang kau ajak bicara itu adalah orang jahat?" ujarku penuh penekanan, namun anak itu hanya menatapku datar sembari mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

Sudahlah, aku muak. Memutuskan untuk meninggalkannya dan berjalan ke arah toilet. Tiba-tiba lampu di lorong menuju ke toilet malah berkedip-kedip tidak jelas, besok mungkin aku akan meminta ayah untuk mengganti lampunya. Kemudian, ketika aku sudah berada di depan pintu toilet, ekor mataku menangkap ada sesuatu. Aku memutuskan untuk menoleh kesana.

Deg

Pintu ruang bawah tanah itu terbuka lebar.

Kata ayah, apapun yang terjadi pada pintu abaikan saja kan? Namun, sejatinya aku penasaran dengan apa yang ada di ruang bawah tanah itu, kenapa aku tidak boleh kesana?

Aku baru saja akan melangkahkan kaki ke arah pintu itu, namun aku segera mundur.

Tidak, tidak. Ini tidak benar. Walaupun aku penasaran, aku tidak boleh melanggar aturan ayah. Jika dilarang, itu berarti berbahaya kan?

Aku langsung masuk ke dalam toilet untuk menuntaskan buang air kecilku. Setelah beres, aku kembali keluar dari toilet. Berdiri di depan pintu toilet aku lakukan. Kembali, ekor mataku menangkap ada siluet bayangan hitam. Meneguk ludah kasar, jantungku berdebar dua kali lebih cepat. Apalagi, lampu di lorong tetap kelap-kelip tidak jelas. Aku tidak berani menoleh, tubuhku terasa dingin. Aku takut sialan. Tanpa babibubebo lagi, aku langsung berlari menjauhi tempat itu.

Sial, benar-benar ada yang tidak beres di rumah ini.

Apalagi, sebelum berlari tadi, aku melihat ada sepasang mata merah yang muncul di pintu itu.

Setelah aku pindah ke rumah ini, beberapa hal ganjil terjadi di sekitarku. Pertama, Jihoon yang suka bicara sendiri, dan juga.....Vicle yang tiba-tiba berubah menjadi pribadi yang aneh.
.
.
.

Aku bekerja menjadi pengacara, pekerjaanku menurutku sangat membosankan. Apalagi, aku masih kepikiran dengan Jihoon dan siapa yang dia ajak bicara. Belum lagi Vicle yang sampai sekarang tidak menghubungiku lagi, jika begini, mungkin Vicle mungkin benar-benar selingkuh, dia mengabaikanku begitu saja. Untuk menghilangkan penat dan pusing karena masalah dan sehabis dari pengadilan, aku segera menuju sebuah club hiburan malam yang ada di tengah-tengah kota Daegu.

THE DEVIL IN MY HOUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang