Vero menghitung uang gaji yang baru dikeluarkannya tadi, sambil sesekali menggaruk kepalanya yang berambut hitam sepunggung. Otaknya pening dengan masalah yang belum selesai.
"Dah hampir sebulan, tapi belum bisa juga mengumpulkan seratus lima puluh juta rupiah. Kalau aku gunakan semua uang gajiku ini, dari mana mau bayar tagian mobil, rumah sewa, dan untuk makan selama sebulan. aduh pusing kepalaku." Vero mengomel sendiri.
"Beb, kenapa ni?" Hafiza yang sedari tadi memerhatikan Vero di dapur cepat-cepat bertanya.
Vero mendongakan kepalanya. "Baru ada enam puluh juta rupiah ni, itupun termasuk uang keperluanku, kalau seperti ini bagaimana untuk hidupku bulan ini." Katanya frustasi.
"Minjem ke que, lah. Loe pake semua uang gajimu itu, uang makan pake punyaku dulu biar aku tanggung."
Vero terpana, terharu dengan keikhlasan sabahatnya itu.
"Tapi kalau aku pake uang gaji penuh, aku pun baru ada enam puluh juta rupiah, selebihnya dari mana?"
"Mintalah ke ibu dan ayahmu. Tidak bisa, yah?"
"Ish kau ni ... Seharusnya aku yang tolong mereka, balas jasa pada mereka. Bukannya menyusahkan mereka kembali."
"Tapi kan terpaksa. Mau gimana lagi?"
"No problem, nanti aku coba minta jangka waktu dengan lelaki menyebalkan itu." Vero membulatkan tekadnya.
"Kalau dia gak kasih, gimana coba?"
"Bisa mati aku, dengan ponselku yang ada di tangannya sekarang!"
Felix merebahkan dirinya di atas ranjang setelah mandi, ponsel yang terletak di dalam laci mejanya segera ia ambil. Sengaja dia meletakkannya di sana supaya tidak ada siapapun yang tau. Kalau ada yang lihat, tidak segan-segan dirinya di kira yang tidak-tidak, apalagi ponsel tersebut berwarna pink, membayangkannya saja sudah membuatnya belgidig.
Felix menatap layar ponsel ditangannya itu. Tombol untuk menghidupkan ponsel itu segera ditekan, setelah beberapa hari dimatikan. Sengaja dia matikan ponsel itu supaya dia tidak terganggu dengan panggilan dan SMS yang tidak mau dijawab karena memang dirinya bukanlah pemilik dari ponsel tersebut.
Beberapa saat kemudian, kedengaran nada SMS berbunyi berkali-kali menandakan sejumlah pesan masuk. Felix membiarkan saja ponsel itu di atas meja tanpa ada niat untuk membuka pesan-pesan yang diterima.
Setelah nada inbox yang terakhir, tombol merah di ponsel itu segera Felix tekan, lalu dia mula mencari barisan nomer yang tersimpan di kontak list.
"Bukan ... bukan ... hah! Yang ni lah..." Felix tersenyum penuh makna saat melihat nama yang dicari-carinya.
Selesai menyalin sesuatu di dalam ponselnya, cepat-cepat dia mematikan ponsel berwarna merah jambu itu kembali.
"Kau mau main-main dengan aku kan? Bilangnya sebulan, setelah itu mau jangka waktu lagi. Hah rasain kau. Aku kerjain." Felix mengomel sendiri sambil tangannya mengetik sesuatu pada ponselnya.
"Send! Yes!" Felix tertawa nyaring, puas sudah memberikan pelajaran pada pemilik ponsel tersebut.
Vero tidak berselera untuk menyentuh bihun goreng di hadapannya itu. Bagaimana dia mau ada selera, sedangkan permintaannya untuk di berikan jangka waktu lagi untuk pembayaran telah ditolak oleh lelaki sombong itu mentah-mentah.
"Aduhh ,,, gimana nasibku ini..."
"Ish ... gak baiklah mengeluh di depan makanan." Vero cepat mengalih pandangan pada Hafiza yang sedang khusyuk menikmati nasi goreng ikan asin kegemarannya tanpa ada sebarang gusar di hati.
"Aku tidak ada selera, lah."
"Ni mesti karena lelaki itu gak kasih loe jangkah waktu, kan?" Hafiza berbicara dengan mulut yang penuh dengan makanan.
"Iyalah, kau pun tau kan, aku SMS dia panjang lebar dengan ayat penuh rayuan. Dia balas pesan itu pendek saja. 'Tidak bisa.' Full stop. Aduh, sakit hatiku!"
"Sabarlah beb. Nanti kita ikhtiar lagi."
"Mau buat apa lagi Fiz? Sedangkan tiga hari lagi sudah sebulan. Apa yang bisa aku lakukan?"
Fiz mengangkat bahu, tanda tidak tahu. Zaara menggelengkan kepalanya. Buntu, rasa mau pecah kepalanya.
Ancaman Felix dulu masih terngiang di telinganya. 'Kalau kau tak bayar, siaplah kau nanti. Tau lah apa yang aku lakukan,' ayat itu bagaikan berdengung dalam gendang telinganya. Vero gundah.
Kringg ... kringgg
nada dering old school yang berbunyi dari tas tangan Vero membuat mata-mata di dalam restoran itu mulai memerhatikannya. Zaara yang malu cepat-cepat mengangkat telefon.
"Assalammualaikum ibu. Ada apa bu?"
"........"
Suasana hening seketika.
"Apa?!" Wajah putih meronanya merah menahan geram.
"Kenapa ni beb?" Hafiza terkejut melihat perubahan suara Vero, melengking.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Arrogant I Love You
Roman d'amourApa jadinya bila seorang wanita yang keras kepala, tinggal bersama dalam satu atap bersama lelaki yang angkuh dan sama-sama keras kepalanya. Untuk menghindari perjodohan oleh Mama nya, Felix Tan membuat rencana yang akhirnya membuatnya terperangkap...