Asa melangkah dengan lesu memasuki rumah. Meski Kiran sudah memberinya saran, perasaannya tetap campur aduk. Ia bingung.
Di satu sisi, ia ingin melepaskan, namun terhalang oleh perasaan yang masih ada. Di sisi lain, ia sangat ingin melepaskan agar tidak terjebak dalam penyakit hati yang berkepanjangan.
Pilihannya hanya dua: mengakhiri dengan sakit hati atau bertahan dan merasakan sakit hati berkali-kali. Hanya itu.
Ia duduk di tepi ranjang sambil memandang ke arah jendela yang memperlihatkan langit malam, seolah sedang berbicara dengan bintang-bintang yang berkelap-kelip.
"Yasudahlah, apa boleh buat. Sampai sini aja, kan emang nggak mungkin dibales, kocak," monolog Asa sambil menghela napas panjang.
Ia kemudian turun dari ranjang untuk mencuci muka dan memakai skincare, berusaha merelaksasi pikirannya.
Ting!
Notifikasi handphone-nya berbunyi. Ia menghidupkan ponselnya dan membuka aplikasi WhatsApp.
Kiran.
sa, nikmati kesedihan lu dulu,
tapi jangan berlarut-larut.
nggak baik.
gue udah bilang beberapa kali, you deserve get better than him.iyaa, gue tahu.
tapi rasanya masih nggak rela.
padahal dari awal gue udah tahu kalau rasa ini nggak bakal dia balas.sekarang lu upgrade diri. kalau rasa sakit dan sedih lu belum tuntas, lantunkan dalam doa dan tunggu keajaiban Tuhan.
iyaa, Ran.
thank you ya udah nenangin gue!
i feel better.yaa, udah tidur.
sleep tight, nice dream.
read.Setelah pesan terakhir dari Kiran, Asa meletakkan handphone-nya dan kembali ke ranjang. Ia berpikir, mungkin melupakan Nava tak semudah itu. Mereka sahabat, dan tentu saja, mereka akan selalu bertemu.
Tapi tak apa, ia bertekad untuk melupakan perasaan ini seolah tak pernah ada.
"Tuhan, tolong jadikan rasa sakitku hari ini menjadi rasa bahagia di esok hari."
Setelah melafalkan doa, ia memejamkan mata dan tertidur.
_________________________
Kringgg!!Suara alarm terdengar nyaring. Asa mengerutkan keningnya dan meraih jam weker untuk mematikannya. Ia mengerjapkan matanya dan turun dari ranjang menuju kamar mandi.
Asa membersihkan diri dan bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ia menenteng tasnya, lalu berjalan ke dapur untuk mempersiapkan bekal, tak berniat sarapan hari ini.
Setelah bekalnya siap, ia berpamitan kepada kedua orang tuanya.
"Loh, nggak sarapan, Sa?" tanya Ibunya.
"Nggak, lagian masih kenyang tadi malam jajan sama Kiran," jawab Asa.
"Ciee, balikan ya?" celetuk Ibunya, membuat Asa terdiam sejenak.
"Apasih, Mi? Nggak kok," elak Asa, berusaha terdengar santai.
Ibunya hanya tertawa, melihat raut muka anaknya yang masih terlihat lelah.
Kemudian Asa keluar dari rumah dan mengendarai motornya menuju sekolah. Di jalan, tak ada yang menarik perhatian. Semuanya serupa dan biasa saja.
Sesampainya di sekolah, ia memarkirkan motornya dan turun. Di parkiran, ia bertemu dengan Icha.
"Hello, sister! Eh btw, lapar nih, jajan yuk?" sapa Icha.
"Datang-datang ngajak jajan, yaudah deh ayo," jawab Asa dengan sedikit lesu.
"Napa sih, lu lemes banget? Perasaan kemarin habis jalan-jalan sama mantan," goda Icha.
"Apasih, lu belum tahu aja."
"Apa emang, Sa?" tanya Icha penasaran.
Asa hanya menggelengkan kepala, menyimpan segala sesuatu yang ingin dikatakan, dan mereka melanjutkan perjalanan menuju kelas.
Sesampainya di kelas, mereka meletakkan tas dan berjalan menuju kantin. Mereka memesan nasi goreng dan minuman boba.
"Anjay kenyang. Ayo balik, keburu masuk," ajak Icha.
Asa hanya mengangguk. Mereka berjalan beriringan dengan langkah santai. Di jalan, sesekali mereka menyapa teman yang mereka kenal.
"ASAAA!" teriak seseorang memanggil Asa.
Yang dipanggil menoleh ke belakang. Ternyata itu Nava. Asa yang melihat itu hanya memandang dengan mata sendu. Ia teringat kejadian kemarin.
"Haii," sapa Nava dengan napas terengah-engah.
Asa hanya memandangnya tanpa ada niat membalas.
⋘ 𝒕𝒐 𝒃𝒆 𝒄𝒐𝒏𝒕𝒊𝒏𝒖𝒆𝒅... ⋙
hallowwww, how's this chap? is this yay or nay? lets talk it in the comment!
JANLUP VOTEE GUYSS, DON'T BE A SILENT READER!
😋
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalah
RandomBeribu ribu detik aku menunggumu, berbulan bulan aku menanti suatu yang tak pasti namun pada akhirnya harapanku tak menjadi kenyataan. Aku bagaikan matahari yang tak akan bisa bersama dengan bulan seperti bintang. Penantian ini segera ku akhiri, d...