Beneath The Surface

20 3 2
                                    


* * *


Pagi itu, Caine menghidupkan motornya dan melaju menyusuri jalan menuju sekolah. Matahari baru saja terbit, menghangatkan udara pagi yang masih sedikit sejuk. Sepanjang perjalanan, pikirannya dipenuhi dengan percakapan bersama Souta kemarin tentang Rion. Tanpa sadar, sudut bibirnya melengkung samar. Namun, bayangan itu cepat hilang, digantikan oleh rasa bingung yang kembali menyeruak.

Setibanya di sekolah, Caine memarkir motornya, menarik napas dalam-dalam sebelum turun. Saat ia berjalan mendekati gedung sekolah, ada perasaan aneh yang membuatnya berhenti sejenak. Ia merasa sedang diperhatikan. Tanpa memikirkannya terlalu dalam, Caine mengangkat wajah, dan sejenak ia terpaku.

Di lantai dua, sosok Rion berdiri di dekat jendela, pandangannya lurus ke arah Caine. Wajah Rion tak menunjukkan banyak ekspresi, namun mata mereka bertemu dalam keheningan yang tak terduga. Ada sesuatu di mata Rion yang seolah menyampaikan pesan tak terucapkan, namun sebelum Caine bisa memastikan, Rion memalingkan pandangannya dan menghilang dari jendela.

Caine masih terdiam di tempatnya, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Apakah Rion memang sedang memperhatikannya? Atau hanya kebetulan? Pertanyaan-pertanyaan itu mengganggu pikiran Caine saat ia mulai melangkah masuk ke dalam gedung.

Setelah masuk kelas, Caine mendapati Souta sudah duduk di meja mereka, sibuk mencoret-coret buku catatannya. Melihat sahabatnya yang tenggelam dalam kesibukan, Caine tersenyum kecil, merasa sedikit lega. Setidaknya di kelas, ia bisa melupakan sejenak tatapan yang tadi pagi ia tangkap dari Rion.

"Hei, pagi. Kau baik-baik saja?" Souta bertanya begitu Caine duduk di sebelahnya.

"Ya, cuma... pagi yang aneh," jawab Caine sambil menatap ke luar jendela, pikirannya masih tertuju pada sosok Rion di lantai dua tadi.

"Rion lagi, ya?" Souta menebak dengan nada bercanda, membuat Caine refleks meliriknya sambil tertawa kecil.

Sebelum Caine bisa menjawab, bel masuk berbunyi, dan guru segera memulai pelajaran. Meski begitu, perasaan aneh tadi pagi tak sepenuhnya hilang dari benak Caine. Tatapan itu terus membayang, membuat Caine semakin penasaran tentang apa yang sebenarnya dipikirkan Rion.

*

Jam istirahat tiba, dan kelas mulai kosong saat para siswa bergegas ke kantin. Souta sudah berkemas dan menepuk bahu Caine sebelum pergi lebih dulu, tak sabar untuk bertemu Gin di luar kelas. Caine masih duduk di tempatnya, berencana menyusul nanti.

Saat itu, dari sudut matanya, Caine melihat dua sosok yang familier berjalan di lorong. Gin dan Rion, tampak mengobrol ringan sambil menuju kantin. Caine hendak mengalihkan pandangannya, namun tepat saat itu, Rion menoleh ke arah kelas Caine. Pandangan mereka bertemu dalam keheningan singkat, seolah hanya mereka berdua yang ada di tempat itu.

Rion tersenyum, senyuman kecil yang terasa tulus dan hangat, membuat jantung Caine berdetak lebih cepat. Tatapan mereka terkunci sejenak, tak teralihkan oleh hiruk pikuk di sekitar mereka. Seolah ada sesuatu yang tak terucap di antara mereka-sebuah sapaan yang hanya dipahami melalui tatapan mata.

Kemudian, Gin memanggil Rion, dan dengan sedikit enggan, Rion mengalihkan pandangannya dan mengikuti Gin menuju kantin. Caine hanya bisa melihat punggung mereka yang perlahan menjauh, sampai akhirnya sosok Rion menghilang di antara kerumunan siswa di kantin.

Dia mendesah pelan, menyadari bahwa senyuman itu tetap terbayang dalam ingatannya. Momen kecil itu, meskipun singkat, meninggalkan kesan mendalam yang tak bisa ia abaikan begitu saja.

Setelah beberapa menit berlalu ponsel Caine bergetar pelan, sebuah pesan dari Souta muncul di layarnya.

Setelah beberapa menit berlalu ponsel Caine bergetar pelan, sebuah pesan dari Souta muncul di layarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Between DoubtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang