22. Cantik

376 103 34
                                    

"Tidak peduli sebaik apa kamu dalam melakukan sesuatu, jika yang menanggapi adalah orang yang membencimu, itu hanya akan menjadi keburukan untukmu."

~Khalisa Azzana Jennara.

"Jangan memandangiku seperti itu, mas Kaif!"

"Salah siapa Jennara?"

Khalisa mengernyit bingung, salah siapa? Pertanyaan seperti apa itu, sangat membingungkan.

"Salah siapa kamu begitu cantik."

Mendengar ucapan Kaif itu, Khalisa menghentikan aktivitasnya yang kini tengah memotong sayuran, bahkan saat ini Khalisa tidak bisa menahan senyumannya.

"Sudah memujinya?"

Kaif terkekeh kecil, mengambil kursi, lalu meraih tubuh Khalisa agar duduk.

"Kenapa?" Tanya Khalisa heran.

"Tuan putri seharusnya duduk saja, biar saya yang memasak, Jennara."

"Jika semua mas Kaif yang melakukan pekerjaannya, lalu aku harus melakukan apa?"

"Bagaimana jika memandangi suami kamu ini Jennara, sama saja kan dengan melakukan pekerjaan.

Khalisa menghela nafas panjang, bagaimanapun berbicara dengan Kaif hanya berakhir membuatnya salah tingkah, dan tidak tau mau menjawab apa.

"Pagi ini tidak ada bunga ya, mas Kaif?" Tanya Khalisa ragu.

"Kata siapa? Coba raba sesuatu yang ada di belakang kursi itu, Jennara."

Seperti yang di katakan Kaif, sebuah bunga mawar putih tertempel di belakang kursi itu, Khalisa tersenyum melihat ke arah Kaif sembari menghirup aroma harum dari bunganya. "Mas Kaif terimakasih ya."

Kaif mengangguk tersenyum, menyiapkan makanan di atas meja, karena hal itu Khalisa ikut membantu menatanya.

"Nanti ke pesantren?" Tanya Kaif membuat Khalisa mengangguk.

"Mampir ke rumah ibu?"

Khalisa menunduk, mengingat apa yang di katakan ibu dan adiknya masih membuat Khalisa kecewa.

"Sama saya, Jennara, saya tau kamu juga merindukan ibu."

Dengan ragu Khalisa mengangguk, asal bersama Kaif, Khalisa akan merasa aman nanti ketika datang ke rumahnya.

"Jennara, kenapa kamu masih ke pesantren?"

"Mas Kaif tidak mungkin meminta aku berhenti memaknai kitab, 'kan?"

Kaif menggeleng, tentu Kaif tidak akan menyuruh Khalisa berhenti mengejar ajaran agama, hanya saja Kaif sedikit curiga Khalisa menyembunyikan sesuatu darinya.

"Mas Kaif tidak perlu tau, ada satu hal yang harus aku selesaikan di pesantren." Khalisa tersenyum, kala Kaif melirik ke arahnya.

*****

Khalisa menghela nafas panjang di balik tembok kelas, ketiga perempuan yang berada di dalam kelas itu saat ini tengah merencanakan sesuatu kepadanya, namun Khalisa harus diam untuk sekarang.

"Rencana mu menakutkan sekali, membawa Khalisa ke hutan? jangan terlalu jauh menyakiti Khalisa, bagaimana jika kita di keluarkan dari pesantren."

"Aku tidak peduli."

"Aku tidak setuju dengan rencana ini, sudah cukup dengan mendorong Khalisa jatuh dari tangga, kenapa kamu masih dendam kepada Khalisa?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ketentuan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang