bab 1 - Bayangan di Pojok Kamar

133 79 24
                                    

Malam itu seperti biasa, Aksa duduk di kamarnya, ditemani suara rintik hujan di luar jendela. Ia baru saja pindah ke rumah kakeknya yang sudah lama tak ditinggali sejak meninggal. Tepat di sudut kamar, sebuah bayangan mulai muncul, samar-samar tapi jelas terlihat. Bayangan itu seolah-olah berdiri di sana, diam, menatap ke arahnya.

Aksa mengusap matanya, memastikan ia tak salah lihat. Namun, ketika ia membuka mata kembali, bayangan itu masih di sana, lebih dekat dari sebelumnya.

Namun, baru saja ia mulai terlelap, suara itu kembali terdengar.
Jantungnya berdegup lebih cepat. Ia mencoba berpikir logis. Mungkin itu hanya ilusi cahaya dari lampu jalan yang menerobos jendela? Dengan ragu, ia menoleh ke arah sumber cahaya. Namun, tidak ada apa-apa di luar yang bisa menciptakan bayangan seperti itu.

“Gw cuma halusinasi...” Ucap Aksa,gumamnya pelan. Ia berusaha tidur dan menenangkan diri, tapi ketenangan itu hanya sementara.

Aksa menarik selimutnya hingga ke dada, berusaha mengabaikan perasaan tidak nyaman yang terus mengusiknya. Hujan di luar masih turun, tetesannya membentur jendela dengan ritme yang menenangkan. Ia memejamkan mata, meyakinkan dirinya bahwa semua ini hanyalah imajinasi.

Namun, baru saja ia mulai terlelap, suara itu kembali terdengar.

Pelan. Serak. Nyaris berbisik di telinganya.

"Aksa…"

Aksa menghela napas berat, lalu membalikkan badannya, mencoba kembali tidur. Tapi tepat ketika ia menarik napas dalam-dalam, hawa dingin menyergapnya. Bukan dingin biasa, melainkan rasa dingin yang membuat kulitnya meremang, menusuk hingga ke tulang.

Seketika itu juga, bulu kuduknya berdiri.

Perlahan, dengan perasaan waspada, ia kembali menoleh ke sudut kamar.

Bayangan itu kembali.

Tapi kali ini, ia tidak hanya diam.

Aksa menahan napas saat melihatnya. Bayangan itu bergerak—perlahan, seolah melayang mendekat. Bentuknya lebih jelas sekarang. Tinggi, kurus, dengan kontur samar yang menyerupai seseorang. Tapi yang paling menakutkan adalah perasaan yang ditinggalkannya.

Bayangan itu tidak hanya ada. Ia memperhatikan.
Aksa ingin berteriak, tapi suaranya tertahan di tenggorokan. Ia ingin lari, tapi tubuhnya terasa membeku.

Lalu, sesuatu terjadi.

Dari dalam kegelapan, sepasang mata terbuka.

Bukan mata manusia. Mata itu hitam legam, kosong, tanpa kilau kehidupan sedikit pun.

Dan tepat ketika Aksa merasa kengerian itu mencapai puncaknya, suara itu kembali terdengar.

Lebih dekat.

"Jangan matikan lampunya."

Esoknya, di sekolah, Aksa menceritakan kejadian itu pada Tara. Awalnya Tara hanya menertawakannya, menganggap Aksa terlalu banyakan menonton film horor. Namun, ketika Aksa menunjukkan bekas goresan di lengannya yang entah bagaimana muncul saat ia tertidur,ekspresi Tara berubah.

" Hanya halusinasi Lo aja" ucap Tara

"Lo sih orangnya ga percayaan!!" ucap Aksa

"Dikira gw, lo kebanyakan nonton film horor!"Ucap tara

"Sorry aksa,gw gatau!" Ucap Tara sambil meminta maaf kepada Aksa

“Kalau bayangan itu muncul lagi, kita harus cari tahu kenapa,” Ucap Tara dengan suara bergetar.

Aksa mengangguk pelan, tetapi jelas terlihat ketakutan. Meski begitu, rasa penasaran mereka lebih besar daripada rasa takut.

“Coba dikamar lo,pasang kamera!"Ucap Tara dengan nada tegas, mencoba menyembunyikan kegugupannya.

“Kita bisa lihat nanti apa yang sebenarnya muncul setiap malam.”Ucap tara

Rahasia di Balik Bayangan  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang