1.

1.2K 1 0
                                    

Latest🖤

“Eh yang itu cakep tuh..”
“Nggak ah cakepan yang kanannya.. Lebi imut…”
“Ah nggak nurut gue cakepan yang kiri..”

Ini kebiasaan teman-temanku setiap jam istirahat ketiga pada hari Kamis. Kami, siswa-siswi SMA, pulang sekolah pukul 13.30 setiap harinya; sementara siswa-siswi SMP sudah mengakhiri pelajaran pada pukul 11.45, bertepatan dengan jam istirahat ketiga kami.

Setiap saat itulah, teman-temanku berdiri bersandar di balkon dan menonton siswa-siswi SMP sekolah kami yang sedang berjalan pulang sekolah. Seringkali mereka mengomentari siswi-siswi mana yang imut atau cantik, dan terutama yang menurut mereka memiliki tubuh yang seksi.

Beberapa temanku bahkan sering bersiul pada mereka, atau menggoda mereka, hanya untuk menarik perhatian salah satu dari cewek-cewek SMP yang cantik-cantik itu. Hari ini pun begitu, sementara aku duduk di bangku panjang sambil mendengarkan iPod ku.

“Dit! Dit! Vany tuh!”

Nah, di antara semua cewek SMP yang lain, ada satu cewek yang paling menarik perhatian hampir semua temanku dan sepertinya hampir semua cowok di SMA dan SMP, dan mungkin bahkan beberapa bapak guru. Cewek itu adalah Stevany, adik perempuanku. Stevany 4 tahun lebih muda dariku, dia duduk di kelas 2 SMP.

Sebenarnya Vany sama seperti cewek-cewek yang lain; dengan tinggi badan 153 cm dan berat 46 kg, Vany tergolong kecil mungil, tidak tinggi semampai. Rambutnya yang hitam pun hanya dipotong pendek sebatas leher. Memang wajahnya sangat imut dan kulitnya pun putih mulus tanpa cacat, tapi bukan itu yang membuat teman-temanku tergila-gila padanya.

“Duh gilak tuh anak cute banget sih!!”
“Sexy banget, maksud lu..!?”

Yap… Kontras dengan wajahnya yang sangat imut seperti anak kecil, Vany bisa dibilang sangat sexy. Alasan utamanya—dan aku yakin bagian inilah yang selalu dilihat oleh hampir semua cowok—Vany memiliki dada berukuran 34 C, yang termasuk sangat besar untuk anak seusianya. Bentuknya pun sangat bulat dan penuh.

“Duh gue ngaceng… Gede banget gilak…”
“Hus! Ada kakaknya tuh.. Ntar lu dibunuh… Hahaha”

Tiba-tiba teman-temanku bilang O, aku melongok ke arah lantai dasar, mencari tahu penyebabnya. Pantas, pikirku. Vany sedang berlari berkejar-kejaran dengan beberapa cewek lain.

Aku tahu apa yang diperhatikan oleh teman-temanku: dada Vany yang berguncang-guncang menggiurkan saat ia berlari. Aku melirik ke arah teman-temanku, dan aku dapat melihat tonjolan-tonjolan tegang di bagian tengah celana panjang mereka.

“Heh! Udah! Adek gue bukan tontonan!” ujarku. Teman-temanku menoleh.
“Yee… Salahnya adek lu punya badan kayak gitu..” kata Martin, salah satu temanku.

“Toket kayak gitu, lebih tepatnya,” kata yang lain.
“Ah, udalah! Nyebelin…” kataku gusar. Aku berdiri dan berjalan pergi, meninggalkan teman-temanku yang menatapku gelisah.

Sebenarnya hal ini sudah membuatku gelisah beberapa waktu belakangan ini. Sejak adikku kelas 6 SD, entah kenapa seolah-olah dadanya seperti dipompa; pertumbuhannya pesat sekali!

Hampir setiap pergantian semester, adikku ini mengeluh bra-nya sudah kesempitan, dan ternyata ukurannya sudah bertambah besar lagi.

Di saat teman-teman seusianya masih belum mengenakan bra, Vany sudah mulai memilih bra mana yang harus dikenakannya, dan saat teman-temannya mulai merasakan pertumbuhan di dada mereka, milik Vany bahkan sudah jauh lebih besar dari milik ibuku.

Dan, yang paling membuatku khawatir, adalah kenyataan bahwa bagaimana pun, aku juga seorang cowok normal, yang juga bisa terangsang bila melihat sepasang dada yang bulat dan sangat besar seperti miliknya.

DILEMA [End]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang