Fleeting Memories PT. 02

284 59 9
                                    

"Sayang, ayo makan dulu. Yaay sudah masak masakan kesukaanmu, nak." Khun Mae yang berada didapur berseru, Key yang mendengar itu pun langsung berlari kearah meja makan. Menarik satu kursi untuknya dan juga diriku. Aku spontan tersenyum kecil, disusul Khun Mae yang juga tersenyum karena melihat tingkah lakunya yang penuh dengan perhatian terhadap ibu nya.

Khun Mae datang membawa dua piring dikedua tangannya, "Apakah ada yang masih tersisa, Mae?" tanyaku, sedangkan Mae hanya mengangguk sebagai jawaban. Aku bergegas pergi kearah dapur untuk mengambil sisanya.

"Aaa, bihun goreng kesukaan Key." seru Key kegirangan, bahkan ia bertepuk tangan kecil sebelum akhirnya jarinya yang mungil itu mencomot bihun yang berada didepannya.

"Sayang, pakai sendok naa." ujarku sembari memberinya sendok kecil. Bukan bermaksud apa-apa, karena aku mengajarinya untuk selalu terlihat bersih terhadap apapun, walaupun berkali-kali Mae bilang kepadaku bahwa dia masih dibawah umur.

Key mengangguk mengerti, kemudian meraih sendok itu dari tanganku. Tangannya dengan telaten menyendok bihun itu dengan hati-hati lalu meletakkannya diatas piring miliknya.

"Mommy, Yaay, ayo kita makan." ujarnya sembari mengunyah bihun yang ia makan. Mulutnya penuh oleh bihun, membuatku mencubit gemas pipinya yang mengembang karena makanan yang sedang dikunyahnya.

"Earn, biarkan Key makan." tegur Mae, sedangkan aku hanya tertawa lalu mengambil beberapa lauk dan juga nasi diatas piring.

Bahkan disaat seperti ini, dimana memori aku dengan Fahlada kembali teringat. Makan dimeja yang sama persis seperti ini. Namun disampingku saat ini hanyalah Key, sebagai duplikatnya. Dan persis didepanku adalah Khun Mae, yang menemaniku makan ketika bersama dengan Fahlada.

"Earn~" lamunanku buyar begitu Mae menyentuh tanganku. "Kenapa?" tanya nya. Aku hanya menggeleng lalu melanjutkan makan bersama mereka. Melirik sekilas kearah Key yang tengah lahap memakan bihun kesukaannya, Fahlada juga sangat menyukai itu.

"Apakah kau ingin pergi ke makam suami mu, nak?" tanya Mae, aku mendongakkan kepalaku lalu menatap kedua matanya. Rasanya sudah sangat lama aku tidak berkunjung kerumah barunya.

Key menatapku, tangan mungilnya menyentuh lenganku. "Makam siapa Mommy?" tanya nya penasaran.

Aku menangkup kedua pipinya gemas, "Makam Omma dan Oppa, sayang.. Key mau ikut?" tanyaku padanya.

Ia mengangguk lalu melahap makanannya kembali, "Ya, Key ingin ikut. Lagipula Key belum pernah kesana." jawabnya disela-sela mengunyah makanannya.

Setelah selesai makan, kami bertiga pun pergi ke tempat pemakaman umum yang tak jauh dari pusat kota. Sesampainya disana, Key turun dari mobil mendahului aku dan Mae. Dengan membawa dua tangkai bunga kecil daisy dan mawar ditangannya. Ia berlarian kecil tanpa menunggu aku dan Mae terlebih dahulu.

"Key, tunggu Mommy. Jangan berlarian seperti itu, nanti jatuh." kataku sedikit berteriak, karena jarak kami sudah terbilang cukup jauh. Sedangkan Mae disebelahku hanya menggeleng dengan tingkahnya yang aktif.

"Dia benar-benar mirip denganmu, Earn. Kau juga begitu aktif seperti itu waktu kecil." goda Mae, bahkan ia tertawa lalu memukul lenganku pelan.

Aku menghembuskan napasku pelan, lalu berjalan menyusul Key yang sudah jauh diujung sana. Bahkan ia melambaikan tangannya, menyuruhku untuk mendekat.

"Sayang, jangan berlarian.. nanti Key akan jatuh." kataku lembut padanya, ia menunduk kemudian memberikan bunga itu padaku. Kami bertiga berjalan kearah tiga makam yang berdampingan.

Dadaku sesak, begitu mataku menangkap tulisan pada batu nisan yang terpampang jelas nama Fahlada Thananusak disana.

hai sayang, sudah lama aku tidak berkunjung kerumah barumu

"Mommy, dimana makam Oppa dan Omma, Key ingin memberikan bunga itu pada mereka."

Aku tersenyum menatap Key sembari memberikan bunga itu kembali padanya. "Nak, letakkan itu di atas sana, ini punya Omma disebelah sana, dan ini punya Oppa disebelah sini." sembari menunjuk satu persatu makam yang bersebelahan tersebut. Tangannya yang mungil itu pun meletakkan satu persatu tangkai bunga yang ia bawa.

"Lalu itu makam siapa disana?" tanya Key, mataku pun langsung tertuju kearah makam Fahlada.

Bagaimana aku bisa menjelaskan itu padanya, sedangkan aku sendiri tidak bisa menjawabnya. Rasanya kelu dan sakit secara bersamaan ketika hati dan juga mulut terkunci rapat-rapat.

"Key, sayang.. ikut Yaay sebentar kedalam mobil ya, biarkan Mommy disini dulu bersama Oppa dan Omma." tanpa protes sedikitpun Key ikut bersama Mae meninggalkanku sendirian yang tengah memandangi makam suamiku, Fahlada.

"Itu tadi makam siapa, Yaay? Kenapa Mommy tidak mau menjawab pertanyaan Key?" suara itu perlahan jauh dan menghilang, namun aku masih bisa menangkapnya.

Tanganku terulur, meletakkan bunga lily putih kesukaan Fahlada diatas rumah nya.

Tanpa aku sadari air mataku turun melewati sela-sela pipi dan membasahi rumahnya. Rasanya begitu sakit, tanpa kehadiran sosoknya. Namun disaat yang bersamaan aku juga bahagia, karena Tuhan telah menghadirkan Key sebagai duplikatnya.

Sedih dan bahagia menjadi satu, sedih karena Fahlada sendiri sudah tidak bisa melihat bagaimana putra nya lahir, tumbuh dan berkembang. Bahagia juga karena Key datang membuat hidupku kembali berwarna setelah kepergiannya.

Tuhan begitu adil, menarik seseorang yang membuat ku bahagia, namun dia juga menghadirkan kembali sosok yang membuatku lebih bahagia.

"Boleh kan aku menangis? Aku hanya ingin menangis, aku rindu, sangat rindu denganmu."

Tak bisa dibendung lagi, air mataku mengucur dengan sangat deras melalui kedua mataku. Rasanya begitu sesak, terkadang aku tak menerimanya, tapi disisi lain aku juga menerima.

Sangat sulit memang, karena dia kebahagiaanku yang telah tiada.

"Aku ingin menangis sekerasnya sekarang, tolong jangan larang aku hanya untuk menangis karena rindu yang sudah lama aku pendam."

"Fahlada, lihatlah kau punya duplikat yang benar-benar mirip denganmu. Dari cara ia memperlakukanku, sama persis denganmu."

Kepalaku bersandar pada batu nisan berwarna hitam, tanganku bergerak mengusap tulisan namanya. Sekarang hanya ada nama, namun begitu aku masih bisa merasakan sosok kehadiranmu walau tidak nyata. Melalui anakmu, yang sekarang sudah beranjak besar.

"Aku ingin mengulang kenangan dulu, maafkan aku jikalau selama ini belum bisa menjadi istri yang baik. Aku benar-benar beruntung memiliki seseorang sepertimu didalam hiduku, kau tahu terkadang aku sangat sulit menjelaskan atau menggambarkan sosok dirimu seperti apa."

Aku mencoba tersenyum namun gemetar disaat bersamaan, ketika lagi-lagi tangisanku kembali pecah.

"Aku teringat bagaimana kau bersihkeras memperjuangkan itu semua, walau berkali-kali aku memintamu untuk berhenti, karena mungkin mustahil itu akan terjadi. Namun sekarang Tuhan membuktikan, bahwa mustahil itu menjadi kenyataan, sayang."






























Flashback on






















Bersambung..


























Hallo, Tukhon..

Pinch your star and comment for support yaa.. don't cry, aku engga punya tissue soalnya :)

Hope you enjoy it,

Love you..

Mikee

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

About You (One Shoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang