Surat Undangan

1 0 0
                                    


Tes ..

Setetes air mata menetes membasahi sebuah undangan pernikahan. Mentari menatap kosong pada undangan yang dia pegang. Dia mendongak menatap pria yang berstatus sebagai kekasihnya itu.

"Jadi ini, maksud dari dua tahun yang kamu bilang itu?" tanya Mentari sambil menunjukan undangan di tangannya. Dengan kasar dia menghapus air matanya, menatap kekasihnya atau sekarang bisa juga disebut mantan.

Topan hanya menunduk, tidak berani menatap mata gadis dihadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Topan hanya menunduk, tidak berani menatap mata gadis dihadapannya. "Maafkan aku sayang, tapi kedua orang tuaku memaksa, agar aku menikahi Acha." Kata Topan masih menunduk.

"Tapi kamu harusnya bisa tolak! Kamu sudah punya aku, Topan." Marah Mentari sambil melempar undangan itu, dia tak terima dengan keputusan Topan.

Topan semakin menunduk, dia tak berani mengangkat wajahnya. "Itu karena, Acha hamil." Cicitnya di akhir kata.

Mentari melebarkan mata tidak percaya. "APA?!" Teriaknya.

"Jadi kamu meniduri sahabat kamu sendiri?! Kamu selingkuhin aku selama ini?!" Mentari berdiri menghampiri Topan, dia mendorong kedua bahu pria itu. Kedua matanya kembali berkaca-kaca.

"Aku nggak pernah selingkuhi kamu." Ucap Topan membela diri. Dia mendongak menatap Mentari.

"Oh ya? Lalu bagaimana ceritanya, Acha bisa sampai hamil?" Tanyanya. Sekuat tenaga dia menahan air matanya agar tidak jatuh, Mentari tidak ingin terlihat lemah dihadapan pria itu.

"Itu hanya kecelakaan. Saat itu, aku dan Acha nggak sengaja mabuk dan..."

"STOP!" Mentari mengangkat satu tangannya, sebagai tanda agar Topan berhenti berbicara.

"Pergi, kamu dari sini?" katanya pelan, seraya menujuk pintu keluar, bahkan Mentari tidak mau menatap wajah pria itu.

"Sayang," Topan ingin memegang tangan Mentari, tapi gadis itu segera mundur.

"Pergi!" Ucapnya datar.

"Sayang, dengerin penjelasan aku dulu." bujuk Topan, dia kembali mendekati gadis itu.

"Aku bilang pergi!" Teriak Mentari. Akhirnya dengan wajah kecewa, Topan pergi meninggalkan apartemen Mentari.

Setelah mendengar pintu tertutup, Mentari terduduk di sofa, dia menumpahkan tangisnya yang sejak tadi berusaha dia tahan. Gadis itu menutup mulutnya dengan kedua tangan, agar tangisnya tidak pecah keluar, tapi air mata tidak bisa bohong.

Hatinya sakit dan hancur, hubungan yang terjalin selama lima tahun, kini hancur begitu saja. Dia tidak pernah menduga hal ini akan terjadi. Bahkan semuanya terjadi tanpa aba-aba. Gadis itu menangis sampai dia tertidur diatas sofa.

***

Mentari membuka mata, menatap langit-langit kamarnya dengan mata sembab. Semalam, ditengah malam dia terbangun karena merasa tubuhnya sakit sebab tertidur disofa, akhirnya dia berpindah ke kamar.

Seindah MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang