Selepas melakukan tugas di dalam kantor, aku pun berjalan ke arah koridor dan bertemu dengan bos yang tadinya mengajak aku untuk melakukan sebuah ritual suami dan istri. Dia adalah lelaki pertama yang menawarkan aku banyak sekali uang, penghasilan, dan yang lainnya. Bukan hanya anak gadis yang dia mau, akan tetapi wanita bersuami pun dia mau.
Entah apa yang ada di pikiran si bos, aku pun tidak paham sama sekali dengan jalan pikirannya. Marcel adalah bos tertampan di perusahaan mana pun, awalnya aku sempat tertipu kalau dia adalah mantan model atau apa. Namun, sejak kenal di perusahaan ini yang menggantikan ayahnya, aku mulai tahu seluk beluk kehidupan sang bos yang ternyata tidak baik baik saja.
Untuk aku sendiri telah bekerja hampir lima tahun dengan Pak bramantio, dia adalah seorang pria berkulit putih dan merupakan ayah kandung dari bos yang saat ini menjabat di perusahaan. Awalnya aku tidak ada firasat apa pun, tentang wajahnya yang terlihat sangat polos itu. Namun, ternyata menyimpan banyak sekali tanda tanya besar.
"Kamu mau pulang ya sher?" tanyanya, lalu aku pun menolehnya sekilas sebelum menatap ponsel lagi. Posisi kami sedang berada di dalam sebuah lift.
"I iya, bos, aku mau pulang. Kenapa emangnya bos?" tanyaku balik.
"Gak ada, kalau kamu mau biar aku antar pulang. Lagian rumah kita satu arah kan?" tanyanya lagi, membuat aku semakin gemetar.
"Hmm ... enggak deh bos, aku bawa mobil kok kalau di antar gimana dengan mobil aku di sini?" tanyaku balik, dia pun tersenyum melihat aku seperti itu.
Akibat tatapan sang bos yang mengandung banyak gula, aku seperti terserang penyakit diabetes secara mendadak. Tidak hanya itu, dalam posisi berdiri pun sudah sangat canggung seperti hendak buang air saja. Di dalam lift ini, tak berapa lama berhenti sendiri. Ternyata terdapat kesalahan pada lift tersebut, di saat aku sedang buru buru ke luar.
"Loh, kenapa mati lift nya?" tanyaku seraya menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Loh, lift nya rusak ya?" jawab si bos dengan nada suara orang yang seperti sangat ingin.
Tanpa menjawab sama sekali, aku pun cemas. Seketika semua nya menyergap begitu saja, bahkan hati ini sudah sangat berprasangka buruk saja kalau semua ini merupakan seringan dari si bos pada pihak teknisi. Dia mengambil ponsel dan menatap tidak ada signal seperti ponsel milik aku, ini adalah kejadian yang baru satu kali terjadi selama lima tahun aku bekerja.
Lalu bos pun menoleh ke kanan dan ke kiri mencari akal, aku hanya memastikan dia yang sedari tadi bergerak ke sana dan ke mari. Lalu, sebuah kunci mobil terjatuh dari kantong celananya, dan seketika tatapan si bos pun ke benda tujuan. Lambat lambat dia menjongkokkan badan dan melirik ke arah kaki ku yang sangat mulus dan putih. Bahkan dia mengikuti semuanya dari ujung kaki sampai ujung kepala.
Kala itu aku memakai rok pendek, dan ketat. Akhirnya mau tidak mau aku menaikkan rok tersebut agar tidak terlihat oleh si bos. Dia pun langsung menatap wajahku perlahan, kami menjadi tukar tatap satu sama lain. Aku tersenyum dan dia juga tersenyum, si bos berdiri tepat di hadapanku dan sangat dekat.
"Kamu kenapa, sher? Ketakutan ya?" tanyanya bertubi tubi.
Sembari menyibak rambut di samping kanan, aku menjawab, "enggak, kok, bos, hanya saja aku sedikit takut ketinggian seperti ini."
"Ah, kamu ini. Kota masih di lantai dua kok, ini gak tinggi banget. Kalau kamu takut, sini aku peluk aja," katanya menawarkan.
"Hmm ... gak usah bos, aku gak mau kalau ada yang salah paham. Lagian ... ini masih di suasana kantor, kamu ada ada aja sih bos," pungkasku lagi, dan si bos pun tersenyum dengan sangat lebar.
"Sherina ... Sherina ... kamu itu cantik banget tau, wanita yang lembut dan sangat sopan. Aku tahu kok kalau kamu sebenarnya mau kan di peluk sama aku?" Si bos menjadi percaya diri.