Chapter 5 Devil's Bride

2 0 0
                                    

Hari pernikahan Serena dan Shaan Damon akhirnya tiba. Sebuah acara megah yang hanya terjadi sekali dalam satu generasi di Kastil Damon. Kastil tua yang megah itu bersinar terang, setiap sudutnya dihiasi lilin dan lentera yang berkelap-kelip. Taman kastil penuh dengan bunga-bunga musim semi yang dirangkai dalam untaian panjang, menyelimuti tiang-tiang dengan warna merah dan ungu yang cantik.

Para tamu dari klan-klan bangsawan dan keluarga terpandang memenuhi kastil. Tak ada satu pun yang ingin melewatkan upacara pernikahan keluarga Damon, khususnya pernikahan antara Shaan dan seorang wanita dari Arcta—sebuah desa yang dikenal menghasilkan calon pengantin tercantik.

Serena berdiri dengan mengenakan gaun putih yang dibuat khusus dari kain sutra terbaik yang dihiasi permata kecil. Mahkota bunga terbuat dari mawar merah yang disematkan di rambutnya. Di puncak aula, Shaan berdiri menantikan kedatangannya. Pria itu mengenakan jubah berwarna hitam dengan lambang keluarga Damon yang menjulang gagah di dadanya. Sorot matanya tajam namun penuh kebanggaan saat menatap Serena yang perlahan mendekat ke arahnya. Diiringi musik orkestra yang lembut dan mengalun indah.

Saat sumpah pernikahan diucapkan, para tamu ikut bersorak riuh. Mereka mengangkat gelas anggur dan merayakan momen tersebut dengan semangat. Upacara dilanjutkan dengan pesta meriah yang penuh tarian, musik, dan hidangan-hidangan lezat yang dipersiapkan khusus untuk para tamu.

Dalam kebahagiaan pesta dan sorak-sorai para tamu, hanya Serena yang merasakan adanya kekosongan aneh dalam hati. Dia tidak melihat sosok Raeya di sepanjang sudut aula. Bahkan ketika dia mencoba mencari sosok Ken Bagaskara, pria itu juga tidak ditemukan.

"Selamat atas pernikahanmu, Serena," ujar seseorang tiba-tiba.

Serena otomatis menoleh ke arah sumber suara. Wanita itu bergaun ungu gelap yang sangat cocok untuk kulitnya yang pucat dan mata tajam seperti permata. Wajahnya memancarkan kesan yang dingin dan misterius. Sekilas, wanita di depannya mengingatkan Serena pada Hendery.

"Semoga kehidupan di keluarga Damon ini memberimu ... semua yang kau harapkan," Nada sinis dalam ucapannya membuat Serena merasa seperti sedang ditantang meski baru saja bertemu.

"Ame?!" seru Shaan, mendekati Serena dengan cepat. "Kau terlambat,"

Ame menyeringai sekilas. Dia hanya memandang Serena sekali lagi dengan tatapan yang sulit ditebak sebelum dia berbalik dan menghilang ke dalam keramaian pesta.

"Siapa dia, Shaan?" tanya Serena pelan.

Shaan mendesah. "Dia adikku. Amethyst. Aku harap, kamu memaklumi semua sikap anehnya,"

Serena mengerutkan kening. "Aneh?"

Shaan memutar bola mata. Dia sudah buka mulut hendak menjawab, namun urung. Seakan pembicaraan tentang Ame tidaklah penting.

"Shaan, kenapa sejak tadi aku tidak melihat Hendery?" tanya Serena, menahan lengan Shaan yang hendak pergi.

"Hendery?!" Suara Shaan meninggi. Kemudian dia menoleh ke arah orang tuanya, yang menatapnya tajam dari kejauhan. "Dia tidak akan berani datang,"

"Kenapa?"

Shaan menarik napas. Mencoba untuk menahan amarahnya. Shaan lantas menggenggam kedua bahu Serena. "Sayangku, karena kamu sekarang sudah menjadi istriku, kamu harus tahu satu hal. Hendery bukan lagi bagian dari keluarga Damon. Dia buangan. Tidak diinginkan,"

Serena langsung bungkam. Dan Shaan tidak menunggu izin Serena untuk pergi, menemui para tamu yang masih ada di sana dan antusias untuk memberi ucapan selamat pada Shaan.

***

Shaan menggenggam tangan Serena dan membawanya ke kamar mereka yang terletak di menara tertinggi kastil. Kamar itu luas dan megah, dihiasi dengan perabotan mewah dan jendela-jendela tinggi yang menampilkan pemandangan bulan menggantung di langit malam. Tirai beludru merah tergantung di samping jendela.

Shaan membimbing Serena ke dalam ruangan. Saat Shaan melepaskan genggaman tangannya, dia melangkah ke arah jendela, membiarkan Serena berdiri di tengah ruangan, seolah-olah menunggu sesuatu.

Suara angin malam yang masuk melalui celah jendela terdengar lembut, menambah keheningan yang mendebarkan di antara mereka. Shaan menoleh dan mendekati Serena perlahan. Sorot matanya tak lepas dari wajah Serena yang terlihat canggung.

"Serena, kamu istriku sekarang," bisik Shaan pelan.

Serena menunduk, mencoba menyembunyikan kegugupannya. Dia merasa seperti seorang asing di kastil yang megah ini. Meskipun kini Shaan adalah suaminya, namun Serena belum terbiasa dengan kehidupan baru ini.

Shaan tersenyum tipis, lalu mengangkat dagu Serena agar menatap langsung ke dalam matanya. Tatapan mereka bertaut sejenak. Shaan bahkan bisa mendengar degupan jantung Serena yang begitu keras.

Perlahan pria itu mencium lembut bibir Serena. "Malam ini akan menyakitkan, tapi aku yakin kamu akan bisa menahannya," bisik Shaan.

"A-apa?" Suara Serena serak. Nyalinya sedikit menciut mendengar ucapan Shaan.

Namun Shaan justru meringis. Menampakkan deretan giginya, seakan tengah menggoda Serena.

"Jangan takut. Aku akan melakukannya dengan sangat lembut," bisik Shaan.

Bulu kuduk Serena berdiri. Dia tahu maksud pembicaraan Shaan. Sebagai seorang wanita terdidik di desa Arcta, hal seperti ini tentu masuk dalam pembahasan mereka. Namun menghadapi kejadian ini secara langsung, tentu tidak mudah bagi Serena yang masih perawan.

"Mendekatlah," Shaan menarik pinggang kecil Serena.

Lantas keduanya saling tatap, dalam keheningan. Napas Serena memburu dan Shaan bisa merasakan itu. Perlahan jemari Shaan menyentuh pita kecil di punggung gaun tidur Serena. Dia menariknya perlahan, membiarkan ikatan itu terlepas tanpa terburu-buru. Gaun satin itu melonggar, bahannya yang lembut mulai melorot dari bahu Serena. Memperlihatkan warna kulit Serena yang putih pucat.

Shaan menatap Serena sejenak. Sorot matanya berubah gelap. Dengan lembut, Shaan mulai melepas sisa gaun itu, membiarkannya jatuh dengan anggun ke lantai. Jantung Serena semakin berdegup kencang, menyadari jika dia sudah tidak mengenakan apapun untuk menutupi tubuh.

Shaan menunduk, lalu mengecup salah satu dada Serena. Membuat Serena harus memejamkan mata demi menahan perasaan aneh di dalam perutnya. Perlahan Shaan mulai mengangkat tubuh Serena, membaringkan tubuh wanita itu ke atas ranjang.

"Kamu boleh berteriak jika kamu merasa kesakitan," ucap Shaan pelan.

Serena menelan ludah. "B-baiklah,"

Serena menahan napas saat dia merasakan bibir Shaan menyentuh dadanya. Lembut di awal, nyaris seperti belaian angin. Namun, dalam sekejap kecupan itu berubah menjadi sesuatu yang berbeda.

Sensasi panas tiba-tiba menjalar di kulit Serena, tempat bibir Shaan menyentuhnya. Rasa terbakar itu menyengat seolah menusuk masuk ke dalam dagingnya. Serena terkesiap, matanya melebar terkejut. Rasa sakit itu begitu tajam, seakan membakar sarafnya.

"Argh!!" erang Serena, tak bisa dikendalikan.

Tubuhnya menegang, tangannya tanpa sadar mencengkeram seprai, seolah ingin mencari pegangan. Napasnya terengah-engah, dadanya naik turun dengan cepat, mencoba melawan rasa sakit yang menguasai tubuhnya.

"Shaan, tolong ... "

Shaan makin mencengkeram erat pinggang Serena. "Sedikit lagi," ucapnya di sela-sela kecupan itu.

Air mata menggenang di sudut mata Serena, mengalir tanpa dia sadari. Serena menggigit bibirnya sendiri untuk menahan jeritan, tapi rasa sakit itu terlalu nyata.

Lima menit kemudian, Shaan akhirnya melepaskan kecupannya. Serena terengah-engah, tubuhnya lemas. Dia sempat melirik Shaan yang menatapnya dengan raut bersalah.

"Maafkan aku," ucap Shaan. "Tapi kini kamu pengantinku,"

Kulit tepat di atas dadanya yang dikecup Shaan, Serena melihat sebuah tanda, berbentuk huruf S kecil. Tanda itu menjadi simbol kepemilikan, bukti bahwa dirinya kini sepenuhnya terikat pada Shaan. Menjadi pengantin bangsawan iblis, Shaan Damon.

The Abandoned HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang