Misi Berhasil Lagi?

87 11 5
                                    

Aletta, Albara, dan Riella kini berada di ruangan CCTV, ketegangan menyelimuti udara saat layar menampilkan rekaman yang membuktikan kebenaran kata-kata Aletta. Di sana terlihat jelas bagaimana Riella sering menarik tangan Aletta, membuatnya terlihat seolah menampar wajahnya sendiri.

“Lihat baik-baik, Al. Ini buktinya. Dia yang menggerakkan tanganku dan membuat semua ini terlihat salah,” ujar Aletta tegas, meski perasaannya masih bercampur aduk antara marah dan lega.

Albara menatap layar dengan rahang yang mengeras, sorot matanya berubah menjadi api kemarahan yang membara. “Riella, kamu benar-benar keterlaluan. Aku mempercayaimu, menganggapmu sebagai adik, dan inilah yang kamu lakukan? Kamu sudah menghancurkan semua kepercayaan itu!” bentaknya dengan nada yang tak terbantahkan.

Riella menundukkan kepalanya, wajahnya pucat pasi. “Tapi, Kak...”

“Keluar! Aku tidak ingin mendengar satu kata pun lagi. Pergi dari sini, dan jangan pernah kembali menginjakkan kaki di rumah ini!” Albara mengacungkan tangannya ke arah pintu, suaranya menggelegar penuh amarah.

Dengan air mata yang mengalir, Riella beranjak keluar tanpa sepatah kata pun, meninggalkan ruangan dengan aura kekalahan. Setelah pintu tertutup, ruangan itu terasa sunyi, hanya terdengar napas berat Albara.

Albara memutar tubuhnya menghadap Aletta, wajahnya melembut. “Sayang, aku minta maaf. Aku selama ini terlalu buta oleh kepercayaan yang salah. Aku sangat menyesal karena sudah meragukanmu. I’m really sorry.”

Aletta menghela napas panjang, senyumnya muncul perlahan. “Iya, aku mengerti. Tapi aku harap mulai sekarang kita saling percaya, ya. Hubungan kita hanya akan kuat jika didasari kepercayaan. Aku yakin, kalau kita saling percaya, hubungan kita akan bertahan lama.”

Albara mengangguk, lalu meraih tangan Aletta dan menggenggamnya erat. “Kita mulai semuanya dari awal, dengan kepercayaan yang baru.”

Mata mereka bertemu, dan untuk pertama kalinya dalam waktu lama, mereka merasa beban yang selama ini menghimpit telah lenyap, digantikan dengan harapan baru.

"Apakah ini sudah selesai? Tapi kenapa belum ada tanda-tanda kalau aku akan kembali ke tubuhku di tahun 2024?" Aletta membatin, keningnya berkerut dengan kekhawatiran yang menyelinap di dadanya.

Ia menghela napas panjang, berusaha mencari penjelasan. "Atau... apakah masih ada sesuatu yang perlu kuselesaikan di sini?" pikirnya lagi, matanya mengitari ruangan dengan penuh tanda tanya.

Aletta berjalan menuju jendela, memandang jauh ke luar rumah dengan pandangan yang kosong, mencoba mengurai benang kusut di pikirannya. “Apa yang belum tuntas? Sudahkah aku memperbaiki semuanya, atau ada bagian dari hidupku yang terlewat?”

Di saat itu, Albara datang mendekat, menyentuh bahunya dengan lembut. “Sayang, kamu kelihatan cemas. Ada yang mengganggu pikiranmu?” tanyanya dengan nada hangat.

Aletta tersenyum samar, berusaha menutupi kegelisahannya. “Tidak, aku hanya sedang memikirkan sesuatu,” jawabnya, meski hatinya masih dipenuhi pertanyaan yang belum terjawab.

Namun, jauh di dalam hatinya, Aletta tahu bahwa ada potongan teka-teki yang masih hilang. Sesuatu yang lebih besar dari sekadar permasalahan kecil di rumah.

“Oh iya, kamu tolong pegangin ini, ya, berkas-berkas yang akan kita bawa ke Jepang,” ujar Albara sambil menyerahkan map berisi dokumen penting ke tangan Aletta.

Saat map itu berpindah tangan, beberapa lembar file terjatuh dan berhamburan di lantai. Aletta dengan sigap membungkuk untuk memungutnya, tapi matanya terpaku pada salah satu dokumen yang menarik perhatiannya.

“Maaf, biar aku bereskan,” kata Aletta, suaranya terdengar biasa saja, meski di dalam hati, ia merasa gugup.

Salah satu dokumen itu adalah surat keterangan dokter yang terlihat mencurigakan. "Surat dokter?" pikir Aletta, alisnya berkerut saat ia membaca sekilas isi surat tersebut. Surat itu menyatakan bahwa kondisi kesehatan Albara sudah cukup parah dan memerlukan perawatan khusus.

Secret Crusher: "The Time Weaver's Ring"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang