"Kau laksana swastamita yang senantiasa aku kagumi karena keindahannya.
- Nayla•••
"Jangan terlalu cepat larinya, Nayla. Di sini pasti ada bekas cangkang kerang yang tajam dan juga akar-akar pohon."
Seusai mendengar teriakan dari Aksa, Nayla seketika mulai memelankan lariannya dan memilih berjalan. Meski begitu Nayla tidak berani berbalik dan menatap Aksa yang gadis itu rasa sudah mulai dekat dengan tempat dirinya berjalan sekarang, mengingat langkah lelaki itu cukup lebar.
"Hei, kenapa berhenti? apa kaki mu benar-benar terluka?" Tanya Aksa yang ternyata sudah berada tepat di belakang Nayla.
Mereka sedang tidak memakai alas kaki, di sebabkan keinginan dari Nayla yang mau merasakan pasir dengan telapak kakinya. Karena itulah, Aksa jadi banyak tanya seperti saat ini.
Nayla membalikan badannya namun, gadis itu masih tidak menatap mata legam milik lelaki yang kini berada di hadapannya. Bagaimana pun dirinya masih merasa malu akibat kejadian saat mereka sarapan tadi.
Alis Aksa terangkat, ada perasaan aneh di dalam dirinya. Kenapa gadis yang seteduh bulan di malam hari ini tidak menatap dirinya dan malah menunduk?. Padahal Aksa ingin menatap Nayanika milik Nayla yang selalu saja berhasil membuat dirinya terpukau.
"Hei nay, kenapa?" tanya Aksa kembali.
Nayla menggeleng yang berarti dirinya baik-baik saja. Namun, Aksa masih belum puas dengan jawaban yang gadis itu berikan.
"Lihat saya." Titahnya.
Mendengar itu, perlahan mata milik nayla akhirnya bersitatap dengan mata yang segelap obsidian milik Aksa. Sebab itu, Nayla harus menengadah kan kepalanya, karena perbedaan tinggi mereka cukup jauh.
Kurva di wajah Aksa kembali terlukis. "Sepertinya lebih baik kamu berjalan beriringan dengan saya."
"Kenapa harus? ngga mau ah."
"Saya tidak mau nanti bunda kamu memarahi saya karena menyebabkan kaki anaknya terluka." Jawab Aksa.
Aksa menepikan helaian rambut Nayla yang menutupi wajah gadis itu. Rambut berwarna jingga kemerahan Nayla bak senja yang sedang tenggelam ke peraduannya, meski begitu entah kenapa gadis itu tetap seteduh bulan di malam hari, bukan seperti matahari yang cerah.
Dan demi Tuhan, selama apapun tuhan membiarkan dirinya untuk hidup di dunia, Aksa rasa tidak akan pernah cukup untuk mengagumi gadis penyuka sajak di depannya ini.
"Nay, mau ke tepi laut?"
"Mau, mau!" Nayla menjawab dengan antusias pertanyaan Aksa.
Aksa menggenggam tangan Nayla lalu berjalan beriringan menuju tepi lautan. Sinar matahari pagi membuat laut terlihat berkilauan.
KAMU SEDANG MEMBACA
NAYSA
Fanfiction"Kita saling mencintai, tapi sayangnya semesta tak merestui." -Nayla "Mau melawan hukum semesta bersama?" -Aksa Nayla yang bagai kegelapan yang sulit untuk dipahami dan Aksa yang seperti terang yang amat menyilaukan. Akan kah peraturan semesta berub...