Disclaimer: Cerita ini menampilkan karakter dengan orientasi seksual yang beragam.Penulis menghormati semua bentuk cinta dan tidak bermaksud untuk menyinggung atau mendiskriminasi siapa pun.
🍁🍁🍁
Santa pikir masalahnya akan selesai begitu pulang ke rumah dengan tujuan mengistirahatkan mental dan fisiknya yang sudah lelah hari ini dengan diantar oleh Perth setelah izin untuk mengantarkan Santa pulang karena sakit.Namun apa yang diharapkan? masalah masih bermunculan dan ini menyangkut keluarganya.
Santa bersembunyi dalam diam saat mendengar percakapan kedua orangtuanya di ruang keluarga.Dari balik tembok Santa dengan jelas mendengar masalah yang tengah terjadi, dan ini memungkinkan untuk perusahaan keluarganya bangkrut.
"Ini semua pasti gara-gara sekertaris mu tidak becus, pa" mama Santa berucap.Sang istri dari ayah Santa, suaranya bercampur amarah dan keputusasaan, menutup wajahnya dengan telapak tangan.
"Sudahlah, ma. Kita harus cari solusi, bukan saling menyalahkan" jawab papa Santa dengan nada lelah, laki-laki ber jas biru tua itu memijat keningnya yang pusing tujuh keliling.
"Solusi? solusi apa lagi yang bisa kita cari, pa? Perusahaan sudah di ambang kehancuran!"
"Tenanglah, ma.Kita akan baik-baik saja.Masih ada harapan," kata papa Santa mencoba meyakinkan istrinya.Sejak kabar buruk pembatalan kontrak menyebar, papa Santa tak henti-hentinya memutar otak, mencari jalan keluar. Klien-klien yang tadinya antusias, tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi. Kontrak-kontrak yang sudah di depan mata, tiba-tiba dibatalkan tanpa alasan yang jelas.
"Ada satu solusi, namun ini beresiko tinggi Ma, anak kita harus menikah dengan anak clien saya agar perusahaan terselamatkan, Boun pasti akan menolak mentah-mentah, kalau Santa masih bisa diusahakan"
"Maksud papa apa?"
Santa yang telinganya panas mendengarnya pun memunculkan diri setelah bersembunyi sekian lama mendengar obrolan mengecengangkan.Tubuh tegapnya berdiri di antara pintu dengan tangan mengepal, tidak percaya dengan apa yang barusan ayahnya bilang.
Papa Santa yang melihat kedatangan anaknya jelas kaget dan langsung berdiri hendak memberi pengertian kepada putranya.Baru ingin disentuh bahunya, Santa lebih dulu mundur menepis tangan papanya.
"Santa jam segini sudah pula-"
"Nggak peduli Santa mau pulang jam berapa memangnya papa peduli?! papa cuma bisa kerja,kerja, kerja! Santa selalu berharap papa punya waktu buat Santa, sehari aja.tapi apa? waktu papa pulang, papa justru tiba-tiba mau jodohin aku gitu aja? papa numbalin aku demi perusahaan? aku ini siapa pa? aku bukan anak papa kah?!"
Rintihan Santa terdengar memilukan, menggema di ruangan yang sepi.Hanya suara detak jam dinding yang berdetak pelan, seolah ikut merasakan kekecewaan yang membuncah dalam hati Santa.
"Papa, Santa capek," lirihnya, air mata mulai membasahi pipinya. "Santa cuma mau papa perhatian sama Santa, bukan cuma sama perusahaan."
Sejak kecil, Santa tumbuh dalam bayang-bayang kesibukan papa. Setiap pagi, papa sudah pergi sebelum Santa bangun, dan pulang ketika Santa sudah tertidur. Pertemuan mereka hanya sebatas makan malam yang singkat, diselingi oleh obrolan tentang pekerjaan dan rencana bisnis papa.Mama pun sama saja sibuk mengurus butik yang jaraknya jauh dari rumah, terkadang harus terpaksa tidak pulang karena kendala. Belum lagi kakaknya yang jarang pulang karena sibuk akan kuliahnya di luar kota, membuatnya jarang pulang ke rumah hingga membuat Santa kesepian.
"Papa, Santa bukan boneka yang bisa ditata dan diubah sesuka hati," lanjutnya, suaranya bergetar. "Santa punya mimpi, punya keinginan, punya hidup sendiri."
"Santa bukan aset yang bisa diperjualbelikan. Santa adalah anak papa, Santa juga manusia yang punya perasaan."
Hening.Santa terdiam, menunggu tanggapan papa.Namun, hanya suara detak jam dinding yang terdengar, semakin keras, seakan menyaut kesedihan yang menyelimuti hati Santa.Mamanya pun hanya bisa terdiam menjadi tritagonis antara keduanya.
"Santa," suara papa terdengar pelan, namun tegas. "Papa melakukan ini semua untuk kebaikanmu."
"Kebaikan apa pa?" tanya Santa, suaranya tercekat emosi. "Kebaikan untuk papa?" tanyanya dengan senyuman getir yang mengambang.
"Tidak, sayang," jawab papa, suaranya terdengar lembut. "Papa melakukan ini untuk masa depanmu." papa mengusap kepala anaknya dengan pelan, mencoba membuat Santa mengerti dengan keadaan yang hanya memiliki satu jalan keluar.
"Masa depan yang papa tentukan?" tanya Santa, suaranya bergetar. "Papa, Santa ingin menentukan masa depan Santa sendiri." papa menghela napas panjang. "Papa mengerti keinginanmu, tapi papa harus memastikan masa depanmu aman."
"Aman?" tanya Santa, suaranya meninggi. "Bagaimana papa bisa memastikan masa depan Santa aman kalau papa tidak pernah peduli dengan keinginan Santa?!"
"Santa" papa mendekat, mengelus rambut Santa dengan lembut. "Papa sayang kamu, Santa. Papa hanya ingin yang terbaik untukmu." Santa menunduk, air matanya kembali mengalir. "Santa butuh papa, bukan hanya uang papa."
"Santa" papa memeluk Santa erat-erat. "Papa tahu, papa sudah lalai.Papa terlalu sibuk dengan pekerjaan, sampai lupa untuk meluangkan waktu untukmu."
![](https://img.wattpad.com/cover/377175088-288-k786725.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine | PERTHSANTA
Roman pour AdolescentsSanta Pongsapak, putra kedua dari keluarga menengah, terancam kehilangan segalanya ketika bisnis keluarganya mengalami krisis bangkrut. Demi menyelamatkan kemakmuran keluarganya, Santa terpaksa menerima ajakan berkencan dari musuhnya, seorang pemuda...