Hampir satu minggu berlalu All terus mengurung diri di dalam kamar. Ia akan menyelinap ke luar saat tengah malam. Hanya sekedar untuk bertemu dengan teman segengnya. Seperti malam ini, kegiatannya masih saja rutin kongko-kongko dengan teman-teman yang sama pembuat onar.
"All ..." panggil salah satu pemuda berwajah Jepang, Reo.
"Ehm." All menjawab dengan malas.
Reo terdiam sejenak, ia ragu mengutarakan pertanyaannya yang sepertinya akan memicu kemarahan pemuda itu. Tak segera mendengar suara dari Reo lagi, All sedikit menolehkan pengelihatannya ke arah pria tersebut.
"Kenapa kau diam?" tanya All sedikit penasaran.
Reo masih tampak berpikir, sebelum akhirnya ia menggeleng. "Tidak, tidak ada apa-apa. Tak usah dipikirkan."
All memicingkan sebelah alisnya. Sepertinya ada yang aneh dengan temannya yang satu itu. Tak berselang lama temannya yang lain berwajah bule mendekat, menepuk bahu kiri All pelan. Ia bahkan menawarkan All sebotol bir. "Kau mau?" tanyanya.
All menggeleng. "Apa ada masalah?" tebak All langsung pada temannya itu. Tiba-tiba sang teman terbatuk karna tersedak bir yang baru saja ditenggaknya.
"Ughuk ... ughukk ... ughukk!" kemudian ia mendehem pelan, "Ehem. Eee— tidak ada masalah apapun," jawabnya palsu.
All semakin dibuat penasaran dengan semua sikap teman-temannya yang sangat mencurigakan. Rasa penasaran itu akhirnya terjawab sudah dengan datangnya sebuah geng musuh yang tiba-tiba muncul tanpa diundang. All bangkit dari duduknya, teman-teman segengnya mulai mendekat.
All sebagai ketua geng maju lebih dulu untuk menyambut geng musuh tersebut. Tatapan matanya menajam, layaknya mata elang yang siap menerkam mangsa. Tanpa berbasa-basi All langsung menanyakan kedatangan mereka ke markasnya. "Ada apa kalian datang ke mari?"
Pemuda seumuran All yang berada di barisan paling depan tersenyum smirk mendengar pertanyaan All yang tak bersahabat. "Jadi ... kau belum tahu?" Pemuda itu justru melemparkan pertanyaan juga.
Kening All mengernyit. "Belum tahu?" Dia mengulangi kata-kata dari pemuda di hadapannya itu. "Apa maksudmu dengan belum tahu?" Lagi-lagi pertanyaan dibalas dengan pertanyaan.
Pemuda berwajah bule itu kembali menyunggingkan bibir. "Ahh ... sepertinya teman-temanmu tak memberitahumu, bukan?" Pemuda itu mengangkat sebelah alisnya ke atas. Seakan-akan ia tengah menggoda All.
All mengeratkan gigi, tinjunya mulai mengepal kuat, hingga membuat buku-buku jarinya memucat. Dia mencoba untuk menahan emosinya. Menghela napas panjang, bibir tipisnya menyungging samar. "Aku tak ingin berbasa-basi, jadi katakan dengan jelas, bangsat!"
Kata umpatan yang All lontarkan diakhir kalimat membuat pemuda berwajah bule yang menjadi musuhnya itu mendecak kesal. "Sialan kau, All! Aku bicara baik-baik, tapi kau malah memberikkan respon yang sangat luar biasa tidak menyenangkan."
Dorrr!!
Tetiba suara tembakan terdengar memekakan telinga. All memandang pemuda di depannya tak percaya. "Kau! apa yang kau lakukan?!"
"Ha-Ha-Ha! All, All, All kau kira, kau bisa bebas begitu mudahnya setelah membuat sepupuku terbaring koma!" Pemuda itu menggerakkan tangan kirinya cepat, sepersekian detik suara tembakan kembali terdengar.
Dorrr!
Tak berselang lama suara gedebug sebuah benda jatuh ke tanah juga terdengar. Saat ini All tengah mematung dengan posisi terduduk di tanah. Otaknya tak bisa mencerna kejadian yang berlangsung begitu cepat. Kini matanya terpaku, menatap tubuh seseorang yang jatuh dengan posisi tengkurap di tanah, tak jauh dari posisi duduknya sekarang.
Mulutnya kelu saat akan menyebutkan nama dari seseorang itu. Dadanya naik turun karna tak percaya. "Re—Reo ..." ujarnya lirih.
"Ha-ha-ha! All ... sebentar lagi kau juga akan pergi ke neraka!" Pemuda itu bersiap akan menarik pelatuk dari pistol yang dipegangnya. Namun sebuah tembakan lebih dulu mengarah kepadanya. Peluru itu bersarang tepat di dada pemuda tersebut. Darah merah kental keluar dari alat vitalnya itu, beberapa detik kemudian darah juga keluar dari mulutnya.
All mencari seseorang yang sudah mengarahkan peluru itu ke pemuda tersebut. Netranya berhenti saat salah seorang dari antek pemuda itu lah yang menjadi pelakunya. All tak habis pikir sandiwara macam apa ini?
"All." Panggil salah seorang temannya. "Kita harus segera pergi!"
All langsung melotot. "Apa kau bilang?! kau tidak lihat— All menunjuk Reo yang sudah sekarat, atau mungkin sudah tak bernyawa lagi. "Reo terkapar tak berdaya," pekiknya. Temannya itu hanya diam tak berani menatap mata All lagi.
All merangkak lalu mendekat pada tubuh Reo. Ia mengangkat tubuh Reo yang sudah lunglai. Tangannya mulai terkena noda darah dari tubuh Reo yang terkena tembak. "Reo! bangun! Reo! aku bilang bangun!" teriaknya memohon. Reo adalah satu-satunya orang yang tak akan pernah bisa All lupakan. Reo berbeda dari teman-temannya yang lain.
Sirene mobil polisi perlahan mulai mendekat. Semua orang baik dari geng All, ataupun geng lawan mulai membubarkan diri masing-masing. Kini hanya tinggal tersisa All, Reo dan pemuda bule dari geng sebelah. All tak akan meninggalkan Reo begitu saja. Dengan seluruh tenaga di dalam tubuhnya, All sesegera mungkin mengangkat tubuh Reo ke punggungnya. Ia berlari sebisa mungkin dan mencari tempat untuk bersembunyi bersama jasad Reo yang digendongnya.
Hari itu adalah sebuah tragedi memilukkan yang tak akan pernah aku lupakan.
Aku kehilangan seseorang yang begitu berarti dalam hidupku. "Reo" adalah orang pertama yang kupunya setelah aku dipaksa pindah ke New York.
Sebuah kota sangat besar yang tak pernah kujamah sebelumnya. Begitu asing dan dingin. Namun, Reo adalah orang pertama yang menyambutku dengan ramah di sekolah.
Ada banyak kesamaan yang membuat kami begitu dekat. "Reo" kini aku tak percaya jika kau sudah tiada. Janji kita kau putus secara sepihak.
Bukankah kau bilang "Jika aku pergi ke syurga, maka kau juga akan ikut ke sana. Begitupun sebaliknya, jika kau pergi ke neraka, maka aku juga akan ikut ke neraka."
Tapi kini janji gila itu telah kau ingkari. Apa kau tahu seberapa terpuruknya aku sekarang? Dengan kegilaan dan kegelapaan yang semakin membutakan mata hatiku.
Sekarang, aku semakin sendiri, Reo, sahabat terbaikku ...
To be continued ...
KAMU SEDANG MEMBACA
BIANG MASALAH
Teen FictionAlbir Danadyaksa, cowok berusia 23 tahun dengan segala sikapnya yang begitu bar-bar, bebas dan brutal, bisa dibilang cowok yang satu ini "Biang Masalah". Ada alasan kenapa dia bisa bersikap sebrutal itu. Sedangkan seorang cewek bernama Feya Mahreen...