_BIANG ONAR_

4 3 0
                                    

"Bangsat! " Seorang siswi perempuan mengumpat kesal pada lawan berkelahinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bangsat! " Seorang siswi perempuan mengumpat kesal pada lawan berkelahinya. Matanya menatap nyalang pada lawannya yang saat ini tengah tersenyum penuh kemenangan. Pasalnya, lawannya itu sudah berhasil memukul dan menendangnya berkali-kali.

"Loe liat aja, pasti gue bales!" Siswi perempuan dengan wajah lebam dengan jalannya terseok-seok itu masih saja  beraninya mengutarakan kata-kata mengancam. Lawannya yang juga masih seorang siswi itu mendecih jijik. 

"Akan gue tunggu!" sahutnya dengan nada remeh. Saat siswi yang dihajarnya tadi kabur, ia mulai membersihkan debu-debu yang menempel di baju seragamnya. 'Sialan, baju seragamku jadi kotor. Semoga bunda gak akan mencurigai hal ini.' Batinnya mulai berbicara.

Ia berjongkok untuk mengambil nametagenya. Diperhatikannya benda persegi panjang dengan ukuran minim itu, namun masih memiliki masa. Di dalamnya tertera sebuah nama yang tertulis dengan rapi, "Feya Mahreen"

Siswi bernama Fey itu berjongkok lagi untuk mengambil tasnya yang juga tergeletak di tanah. Sial! Lagi-lagi dia mengumpat kesal karna tasnya juga kotor. Banyak sekali debu yang menempel di tas punggungnya itu. Ia memunguti buku-buku yang berserakan di sekitar kakinya.

Hari ini Fey cukup lelah karna ia harus berkelahi hingga sebanyak tiga kali dalam sehari, sudah seperti minum obat saja. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya yang sedikit pusing. 

Krukuk krukukk! Fey berhenti sejenak dari kegiatannya. Ia mengelus-ngelus perutnya yang keroncongan. Dari tadi siang dia belum makan sama sekali. Justru malah sibuk mengusrusi pecundang-pecundang yang tak tau malu.

"Hah, aku lapar!" Fey mulai berjalan meninggalkan tanah lapang di bawah jembatan yang disokong oleh pilar-pilar besar dan kokoh. Ia menggaruk kepalanya yang gatal karna keringat.

...

Cring cring cring! 

Gantungan pintu berbentuk lonceng kecil itu akan berbunyi khas saat seseorang masuk ke dalam bangunan berukuran minimalis, berienterior bunga-bunga dengan warna cokelat putih yang mendominasi. Tak lupa rak kaca memanjang yang memajang beragam jenis kue lezat.

"Bunda!" seru seorang anak perempuan yang baru saja masuk ke dalam toko roti tersebut. Hidungnya mulai mengendus-ngendus bau harum dari kue dan beberapa roti yang baru saja dikeluarkan dari oven. "Wow!" mulutnya lagi-lagi berseru takjub.

Saat tangan rampingnya akan menyomot salah satu kue yang ada di nampan, tiba-tiba sebuah suara hangat yang begitu familiar memanggil namanya. "Feya!"

Seketika Fey menghentikkan aksinya, lalu menyengir kuda ke arah sang ibu. Ia melangkah mendekati wanita paruh baya tersebut, menyenderkan kepalanya ke bahu sang ibu dengan manja. "Bundaaa, Fey laparrr," rengeknya tak tahu malu.

Sang ibu hanya menggeleng pelan, tersenyum menawan, lalu mencubit gemas pipi putri kesayangannya itu. "Ini." Sang ibu mengeluarkan uang 100 K, tentu dengan senang hati Fey menerima uang tersebut. Ia mencium pipi sang ibu gemas.

"Bunda, i love you!!!" Setelah mengatakan hal tersebut, Fey berlari kecil meninggalkan toko roti milik sang ibu. Wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda dan cantik itu tersipu malu dengan ucapan cinta sang anak. Ia masih menatap punggung ramping bocah perempuan berusia 17 tahun itu dengan tatapan bahagia.

Fey memang memiliki sifat yang keras dan pembangkang. Namun kelemahannya hanya satu, yaitu sang Bunda, Jane Sasmaya namanya. Wanita cantik itu adalah seorang single parent. Suaminya meninggal saat usia Fey lima tahun. Awalnya memang terasa sangat sulit menjadi orang tua tunggal. 

Akan tetapi perlahan waktu semakin menguatkannya, apalagi ada seseorang yang harus dibesarkannya dan didiknya dengan penuh tanggung jawab serta kasih sayang. Jane tak akan pernah menyerah selama ada putri semata wayangnya di sisinya.

Ia adalah penjaga sekaligus rumah bagi putrinya itu. Dimata Jane, Feya adalah anak yang penurut, baik dan juga ceria. Putrinya itu bagaikan malaikat kecilnya. Meski pada kenyataannya, putrinya itu juga bisa berubah menjadi iblis.

Selama ini Fey menyembunyikan sisi buruknya itu dari sang ibu. Ia tak ingin membuat sang ibu kecewa pada putri semata wayangnya yang begitu di banggakannya. Soal prestasi di sekolah dalam bidang eksata, Fey memang tidak menonjol, tapi jika soal non eksata jangan ragukan kemampuannya. Apalagi untuk seni beladiri.

Maka dari itu kepiawaiannya dalam seni beladiri kadang dijadikannya sebagai bahan untuk mencari siapa yang paling terkuat dan ditakuti di seluruh sekolah. Fey termasuk kakak kelas yang menjadi pentolan paling ditakuti di sekolahnya. Siapa yang tak kenal dengan namanya.

Ajaran baru di kelas dua belas selalu membuat Fey bosan. Apalagi sekarang dia terpisah dari kekasihnya, Yesa Khaaden. Ya, Fey sudah memiliki seorang kekasih, yang sudah dikencaninya lebih dari 3 tahun. Apapun yang menyangkut sang kekasih akan Fey utamakan.

Namun dalam hubungan tiga tahun tersebut tidak lah selalu berjalan mulus. Yesa pernah berselingkuh, dan Fey mengetahui fakta itu. Tapi dia tidak peduli, cinta sudah membutakan mata dan juga hatinya. Ia tetap menerima Yesa, meski dirinya sudah diselingkuhi hingga beberapa kali. 

Entah hal apa yang bisa membuat gadis tersebut sebegitu gilanya mencintai Yesa. Memang masalah ketampanan tak usah diragukan lagi. Seperti saat ini, setelah mendapat uang dari sang ibu, Fey langsung menghubungi Yesa, dia ingin makan bersama dengan pemuda itu.

Mereka saling duduk berhadapan dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajah keduanya. Seperti sejoli yang sedang jatuh cinta. Apalagi Feya, dia terlihat begitu bahagia. Dengan lembut ia menggegam tangan Yesa, mengelusnya pelan.

"Sayang ..." panggil Fey lembut.

"Ehn." Yesa membuat ekspresi menggemaskan.

Fey menggeleng, lalu tersenyum malu-malu.

To be continued ...

BIANG MASALAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang