"Sebelum kita mulai perjalanan di dalam halaman-halaman cerita ini, penting untuk diingat bahwa segala sesuatu yang kamu temukan di sini hanyalah hasil imajinasi dan kreasi penulis. Setiap karakter, tempat, dan peristiwa adalah produk dari fiksi dan karangan belaka."
■□■□■□■□■
Malam itu, Sungai Tianjin tampak begitu sunyi, lebih sepi dari biasanya. Hanya suara angin yang membawa aroma dingin khas air malam dan bunyi gemericik kecil di tepi sungai. Ying Lei berdiri dengan tangan disilangkan, matanya memandang ke arah air yang tenang, tetapi raut wajahnya menunjukkan ketidakpuasan.
"Dulu, tempat ini selalu ramai," gumam Ying Lei, suaranya berat namun bernada nostalgia. "Orang-orang menyewa perahu untuk melihat bulan di tengah sungai. Sungai Tianjin terkenal dengan pemandangan indahnya. Sekarang? Hanya bau darah yang tertinggal."
Zhuo Yichen, yang sejak tadi berdiri dengan sikap siaga sambil menatap sungai, langsung mengalihkan perhatian pada Ying Lei. Matanya menyipit tajam. "Bau darah?" tanyanya, suaranya dingin dan penuh kehati-hatian. "Korban Ran Yi tidak memiliki luka fisik yang mengeluarkan darah. Darah siapa yang kau cium?"
Ying Lei kembali mengendus-endus udara, keningnya berkerut. "Aku yakin ini bau darah manusia. Tapi... aneh. Jika bukan korban Ran Yi, darah siapa lagi yang ada di sini?" gumamnya pelan, lebih pada dirinya sendiri.
Zhu Yan, yang sejak tadi duduk santai di atas batu besar sambil memainkan ranting kecil di tangannya, akhirnya berdiri dan mendekati mereka. "Kita tak perlu memusingkan bau itu sekarang. Fokus kita malam ini adalah memancing Ran Yi keluar. Untuk melakukannya, kita butuh-"
Belum selesai Zhu Yan bicara, suara ledakan air tiba-tiba terdengar. Ketika ia menoleh, Zhuo Yichen sudah lebih dulu mengayunkan pedangnya ke arah sungai, menyebabkan gelombang air yang besar menghantam tepian.
"Apa yang kau lakukan?" seru Zhu Yan, setengah syok. Ying Lei pun mematung sejenak, mulutnya terbuka lebar.
Zhuo Yichen menatap mereka dengan ekspresi datar, seolah tindakannya tadi tidak ada yang salah. "Menyerang ya menyerang saja," jawabnya santai. "Jika dia tidak keluar, maka harus dipaksa keluar."
Ying Lei menoleh pada Zhu Yan, lalu berbisik pelan, "Jika dia ingin memenggal kepala kita suatu hari nanti, aku yakin dia benar-benar akan melakukannya."
"Diamlah," gumam Zhu Yan, tetapi suaranya terdengar seperti mengiyakan.
Suasana tiba-tiba berubah tegang ketika suara gemuruh datang dari tengah sungai. Air yang tadinya tenang mulai bergerak, menciptakan pusaran yang semakin besar. Tak lama, pusaran itu memuntahkan air ke atas, membentuk ledakan kecil yang membuat air terbang seperti hujan. Zhu Yan segera maju ke depan, berdiri di antara Zhuo Yichen dan ledakan tersebut. Ia mengangkat tangannya, mengucapkan mantra dalam bisikan, menciptakan perisai pelindung di hadapan mereka.
"Dari mana dia datang?" gumam Ying Lei, berusaha memahami apa yang terjadi.
Zhuo Yichen mengarahkan pandangannya pada pusaran air yang kini mulai membentuk sosok. Rambut panjang yang tergerai, mata tajam yang bersinar keperakan, dan aura dingin yang membuat bulu kuduk berdiri. Itu dia.
"Ran Yi," gumam Zhu Yan pelan, hampir seperti desahan.
Zhuo Yichen melangkah maju, pedang Yunguang di tangannya berkilauan dengan cahaya biru yang memancar. Namun, langkahnya dihentikan oleh suara Zhu Yan yang memperingatkan, "Jangan lihat matanya langsung. Itu bisa jadi akhir bagimu."
Meskipun peringatannya diucapkan dengan nada serius, Zhuo Yichen tidak berhenti. Ia berdiri tegap, menatap Ran Yi dengan keberanian yang tak tergoyahkan. "Ran Yi!" teriaknya, suaranya menggema di malam sunyi. "Akui kesalahanmu! Kau sudah membunuh manusia tanpa belas kasihan. Berhenti sebelum aku memaksamu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Price Of Life
Spiritual[ FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM BACA ] Zhu Yan, seorang siluman besar dari Dahuang, hidup dalam keabadian yang menyiksa karena kutukan yang tak terputus. Satu-satunya harapannya adalah keturunan klan Bing Yi, yang dipercaya mampu memutuskan kutukan...