Sakura Pov.
Pesta malam itu telah berakhir. Dengan bantuan para pelayan, aku mengganti pakaian dan membersihkan diri dari lelahnya hari panjang. Setelah itu, aku mengambil sebuah buku yang tergeletak di atas meja kamar dan duduk di kursi, mencoba merelaksasikan pikiranku. Namun, ketenangan yang kuharapkan tidak kunjung datang.
Pikiranku melayang, mengingat kembali sosok lelaki aneh yang kutemui di taman tadi sore-Sasuke, seorang pangeran yang tak terduga muncul dalam kehidupanku. Sikapnya begitu blak-blakan, berbeda dari lelaki lain yang kukenal. Wajahku terasa panas ketika mengingat keberaniannya mengajakku berdansa di pesta tadi. Apa maksudnya sebenarnya?
"Sakura."
Suara akrab itu memecah lamunanku. Aku segera menoleh, mendapati kakakku, Naruto, berdiri di ambang pintu kamar.
"Ada apa, Kak?" tanyaku heran.
Naruto melangkah masuk dan tanpa aba-aba merebahkan dirinya di sampingku. Aku hanya mendesah, sudah terbiasa dengan kebiasaan kakakku yang sering mengganggu waktu istirahatku.
"Apa kau sudah mendengar dari Ibu?" tanyanya tiba-tiba.
Aku mengerutkan kening, tak paham maksudnya. "Soal apa, Kak?"
Naruto bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Ia menatap ke luar, seolah mencari kata-kata yang tepat. "Tentang keberangkatanku ke Suna," jawabnya akhirnya.
Mataku membelalak. "Kakak akan ke Suna?!" seruku tak percaya.
Ia mengangguk pelan, lalu berbalik menatapku dengan ekspresi lirih. "Ibu juga akan ikut denganku," tambahnya.
Aku terdiam, merasa kehilangan. Ini pertama kalinya Ibu tidak mengajakku ke Kerajaan Sunagakure. Aku tahu alasannya. Pangeran Gaara, pewaris tahta Sunagakure, pernah melamarku, tetapi Ibu menolak lamaran itu tanpa ragu. Ibu tak ingin aku bertemu dengannya lagi.
Naruto menghampiriku, mengelus puncak kepalaku dengan lembut. "Tenang saja, Sakura. Kami tidak akan pergi lama," katanya menenangkan.
Aku menghela napas panjang. "Baiklah. Kapan kalian akan berangkat?" tanyaku.
"Besok pagi."
Aku mengangguk. "Sampaikan salamku pada Ino, ya, Kak," pintaku. Ino adalah saudari Gaara dan teman dekatku sebelum insiden lamaran itu terjadi. Naruto terkekeh mendengar permintaanku, seolah mengerti apa yang kupikirkan.
---
Beberapa hari setelah kepergian Ibu dan Naruto ke Sunagakure, aku mencoba mengisi waktu dengan berjalan-jalan di taman favoritku. Paman Choza telah menanam mawar kuning di sana, mempersiapkan penyambutan untuk pesta pernikahan antara Naruto dan Ino yang akan digelar nanti.
Aku melangkah tanpa alas kaki di atas rerumputan, membiarkan sinar matahari menyentuh kulitku. Angin sejuk membawa aroma bunga-bunga segar. Sambil bersenandung, tubuhku bergerak mengikuti irama hatiku.
"Sakura."
Aku terkejut mendengar suara itu lagi. Suara yang sangat kukenal. Menoleh, aku melihat Sasuke berdiri di sana dengan pakaian formalnya dan jubah hitam yang membuatnya tampak lebih dingin dari biasanya. Namun, ada sesuatu dalam ekspresinya yang sulit kuterjemahkan.
Ia melangkah mendekat dengan tatapan penuh tekad. "Kau akan ikut denganku. Amegakure membutuhkanmu, dan aku ingin kau berada di sisiku sebagai ratuku," katanya tanpa basa-basi.
Aku mundur beberapa langkah, bingung dan takut. Kata-katanya membuat dadaku bergemuruh. Ratu? Apa maksudnya? Dengan suara gemetar, aku mencoba menjelaskan bahwa Hino Kuni adalah rumahku. Aku mencintai kerajaanku-kehangatannya, kebebasannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
❥ L'amoure de Ma Vie | Sasusaku
Teen FictionSasuke menculik Sakura, putri dari Kerajaan Hino Kuni, karena tidak mendapatkan restu dari ibunya. Ia membawa gadis itu secara paksa ke istananya di Amegakure. Apakah Sakura bisa menerima Sasuke? Look into my eyes, you will see what you mean to me...