Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Prosesi itu bergerak tanpa istirahat sepanjang malam.
Ketika Renata, yang tidak sengaja tertidur, terbangun, matahari pagi samar-samar menembus kereta.
'Kurasa kita hampir sampai.'
Sebelum dia menyadarinya, pemandangan di luar jendela telah berubah drastis.
Dia bertanya-tanya seberapa jauh mereka telah bepergian.
Sebuah kastil abu-abu besar perlahan mulai muncul di kejauhan.
Ini adalah Kastil Adipati Agung Clarence.
Gerbang yang kokoh dan berat itu menonjol dari kejauhan. Dinding kastil, yang di bangun dengan tumpukan batu persegi, tampak cukup kokoh untuk menahan segala jenis gangguan.
Setelah melewati gerbang, kereta terus berjalan di sepanjang jalan lurus untuk sementara waktu. Jalan itu lebar dan di kelilingi di kedua sisi oleh pohon-pohon besar yang tumbuh rapat, hampir seperti hutan.
Kemudian bidang penglihatan melebar untuk memperlihatkan taman dengan ukuran yang luar biasa.
Renata tidak bisa menahan diri untuk tidak berseru.
“Ya Tuhan…”
Patung-patung dan ukiran yang di ukir dengan indah dapat di lihat di antara ratusan jenis pohon yang berbeda.
Di tengah taman terdapat kolam persegi panjang yang sangat panjang, membuat rumah besar yang terletak di tepi kolam itu tampak mengambang di atas air.
Rumah besar yang tampak kuno itu megah dan glamor bahkan dari kejauhan. Warna kuning berkilauan yang mengelilingi bingkai jendela persegi itu jelas terbuat dari emas.
Kemegahan rumah besar itu, yang jauh melebihi harapannya, dengan cepat membuat Renata merasa kewalahan.
“Reiza, bangun.”
“…”
“Kita hampir sampai. Kita akan segera turun dari kereta.”
Renata menyenggol saudara perempuannya, yang sedang menggosok matanya karena tidur. Reiza duduk tanpa mengeluh.
Itu pasti perjalanan yang membuat frustrasi dan sulit bagi anak itu. Namun, dia tidak merengek atau menunjukkan tanda-tanda kesusahan. Renata tidak dapat mengukur betapa bersyukurnya dia karenanya.
“Hanya sedikit lebih sabar dan kamu bisa beristirahat di kamarmu.”
“Ya, Kakak.”
Kereta itu berhenti.
Renata memberi tahu mereka bahwa dia siap keluar dari kereta dengan mengetuk pintu pelan. Tak lama kemudian pintu kereta terbuka.