Gue di atas.
Pesan itu diterima Aliya menjelang jam istirahat siang di hari Selasa. Dari Ronald. Sebelumnya pesan seperti itu membuat Aliya tersipu dan cepat-cepat dia akan ke cafe di lantai dua kantornya. Tapi kali ini ada sedikit keraguan di hatinya. Dia memainkan rubiknya sambil menunggu kalau ada pengunjung yang datang.
Entah apa lagi yang membuat Ronald datang siang itu. Apakah tentang keinginan Nino untuk bertemu dengan Ronald. Pesan terakhirnya waktu itu belum dibalas Ronald. Memang tidak perlu balasan.
Sebenarnya Aliya juga menyangkal permintaan kakaknya itu. Untuk apa? Toh mereka cuma berteman. Bukan siapa-siapa. Menurut Aliya, hal yang aneh ketika kakaknya mengajak bertemu Ronald. Seolah-olah kakaknya berpikir kalau ada hubungan lebih di antara mereka. Mau ditaruh di mana mukanya, seolah-olah dia yang berharap lebih. Aliya tidak mau.
"Kamu ada hati sama dia? Kelihatannya kamu terkagum-kagum sama dia," ujar Nino di perjalanan pulang mereka setelah menonton pertunjukkan Ronald. "Mas mau ketemu sama dia."
"Mas, ngapain sih?" Tanya Aliya sambil menepuk punggung kakaknya.
"Kenapa memangnya? Cuma mau kenal aja," timpal Nino. Motor mereka berjalan pelan malam itu. Mereka memang biasa ngobrol meski di atas motor.
"Mas, nanti disangkanya gimana-gimana," ucap Aliya. Sebenarnya dia khawatir, kalau Mas Nino malah akan memarahi Ronald. Dengan caranya. Dia tahu betul kakaknya.
"Gimana-gimana, gimana?"
"Ya kan aku nggak ada apa-apa sama dia, terus mas ujug-ujug ngajak ketemu, mikir to dab!"
"Emang harus ada apa-apa kalau mau kenal sama temen kamu? Bocah kok aneh," ucap Nino membalas pisuhan Aliya.
"Ya enggak gitu, Mas. Pokoknya nggak usah," ujar Aliya lagi.
"Mas tuh pengen tahu temen-temen kamu. Mas kaget aja ada orang-orang yang nggak tahu siapa, tiba-tiba aja menyapa kamu. Siapa sih sebenarnya Ronnie ini?"
"Bukan siapa-siapa, Mas," Aliya terus mengelak. Tanpa menjelaskan.
"Tapi kamu sampai mau diajak ketemu di pub, diajak ke Lembang... kenapa?"
"Mas, masa aku mesti jelasin berkali-kali sih, apa Mas nggak nyimak penjelasanku selama ini ya?"
"Aliya, ini tuh biar Mas nggak berprasangka buruk terus," ujar Nino.
"Hah?" Aliya seperti tidak percaya sama omongan kakaknya. Apakah kakaknya berubah pikiran?
"Katanya tak kenal maka tak sayang."
"Orang nggak sayang, jadi nggak kenal nggak papa," gerutu Aliya.
"Mas nggak tanya kamu sayang apa enggak. Apa karena kamu udah kenal, jadi udah sayang?"
"Engh..." Aliya menggaruk kepalanya yang tertutup helm. Garukannya tidak terasa di kepalanya. Dia bingung sendiri. Kakaknya pandai memutar kata.
Intinya, Aliya tidak mau mempertemukan Nino dengan Ronald. Dengan Aliya saja laki-laki itu tidak banyak ngomong. Lebih banyak Aliya yang berkata-kata dan Ronald tinggal mengiyakan atau menyangkal. Obrolan lebih banyak kalau di aplikasi pesan. Apa jadinya kalau ketemu Nino. Bisa-bisa Nino malah makin berprasangka buruk.
"Emangnya kamu betah kucing-kucingan sama Mas buat ketemu cowok itu?"
Pertanyaan Nino, membuat Aliya berpikir lebih. Tapi dia malah nyeletuk sekenanya, "Makanya dibolehin!"
Nino menjelaskan kalau sebenarnya dia tidak masalah Aliya mau berteman dengan siapa saja. Bahkan dengan laki-laki itu. Pemikiran Nino setelah mendengar lagu Ronald tadi seperti sedikit berubah. Menilai tanpa mengenal sepertinya sikap yang salah. Apalagi, saat Aliya dilarang, adiknya itu malah pergi tanpa pamitan. Menghindari kebohongan dengan tidak bercerita. Dan itu lebih mengkhawatirkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Toko Merah [END]
General FictionRonald tiba-tiba tertarik dengan nenek moyang keluarganya, karena ada cerita tentang harta keluarga yang masih tersembunyi. Konon kakek dari kakeknya adalah orang yang sangat kaya. Sampai Ronald menemukan sebuah tulisan tanpa makna dari kakeknya. Di...