Rasa itu datang
Mengetuk pintu hati yang tersembunyi
Debar itu menjelma,
Mengusir sepi yang merantai diriJanganlah kau pergi terlalu dini
Biarkan aku menyelam lebih dalam
Meski hanya persinggahan,
Namun indahnya tetap kuabadikan
-Dn☜(⌒▽⌒)☞
Aku bingung, darimana aku harus mulai bercerita, apa yang harus aku bicarakan, dan kalimat mana yang perlu aku pilih dahulu. Aku hanyalah gadis minim akan aksara namun tertarik akan sastra.
Namaku Alensa Dena Sazanka, dipanggilnya Dena. Tidak ada yang menarik dari sosok Dena. Hanya gadis yang haus akan kasih sayang Ibu. Tinggal di Kota orang bersama Demian yang sibuk akan dunianya sendiri.
Ayahku telah tiada, beliau pergi pada saat aku masih belajar berbicara.
Tentang aku, jujur, aku hanyalah gadis lemah, perasa dan manja yang selalu dipaksa mandiri dan sendiri oleh keadaan.
Aku bersekolah di SMA Bina Harapan, sekolah swasta yang terbilang cukup elite. Kenapa aku bilang elite? karena biaya untuk sekolah disini mahal, Ibuku saja sering marah membentak ketika aku meminta uang bulanan kepadanya. Ini bukan salahku, aku pernah mengatakan kalau aku bisa bersekolah di tempat lain, di sekolah yang tidak terlalu mahal, tapi Ibu tetap memaksa aku untuk tetap berada di sini hingga 3 tahun itu tiba.
Ibu tidak tinggal bersama aku dan Demian, Ibu bekerja di Kota lain, sebagai manager salah satu aktor besar di televisi. Aku sering melihat Ibu di tv, dia tampak sangat bahagia.
Kami sudah lama tidak bertemu. Tapi, aku tidak rindu.
*
Jakarta, Rabu Pagi.
Tidak ada yang menyenangkan di pagi hari, saat dimana harus bersiap untuk bersekolah dan melakukan suatu hal yang bahkan diri ini benci. Aku meletakkan tas sekolahku yang tak pernah ku ganti tiga tahun lamanya. Aku lebih memilih menyimpan sisa uangku dibanding harus membeli tas baru. Lagipula kondisi tas ku tak terlalu buruk.
Di semester baru ini, aku telah menyiapkan segala hal yang kubutuhkan di kelas sebelas. Di kelas sepuluh kemarin, aku sering bermain-main tanpa memikirkan tujuan utama bersekolah.
Namun, kali ini aku ingin berubah. Aku bertekad untuk fokus belajar dan meraih mimpi-mimpiku. Sebagai langkah awal, aku mulai mencuri start dengan mencari materi-materi yang akan dipelajari.
Selain itu, aku juga berencana membuat daftar teman-teman yang bisa diajak bekerja sama, sekaligus mencatat beberapa orang yang perlu aku waspadai lagi agar lebih bijak dalam berinteraksi. Sebenarnya untuk daftar orang yang mesti diwaspadai aku telah menulisnya sejak lama, sejak aku masuk ke Bina Harapan. Semua ini aku tulis di buku bersampul hitam milikku, buku yang Ibuku beli sewaktu aku mau masuk ke SMP. Sudah cukup lama memang, dan jika diingat, itu adalah hadiah terakhir yang pernah Ibu berikan padaku.
Tentang teman sekelas, beberapa siswi aku mengenalnya, meski tidak terlalu dekat. Mereka mulai berdatangan dan memilih tempat duduk yang menurut mereka nyaman. Aku sendiri duduk di baris ketiga paling ujung. Aku masih duduk sendiri, belum ada satu orang pun yang berniat menaruh tasnya di sampingku.
Atensi ku teralihkan kala beberapa siswi terlihat bergerombol di barisan depan.
"Guyss! Gue dengar Gale nyalon jadi ketua OSIS loh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fading Echoes
Dla nastolatkówDi awal semester setelah naik ke kelas 11, Dena bertemu dengan Gemma Arfa Raditya, seorang siswa yang namanya sudah lama masuk dalam daftar hitam laki-laki di sekolah yang perlu diwaspadai. Daftar itu tersimpan di buku hitam yang selalu dibawa Dena...