Axel's pov
Entah kenapa setelah seminggu gue ngajak dia ke kantin dan ditolak. Oke. DITOLAK. Gue ngerasa ini anak sakit jiwa. Lo pikir nih yaa. Seminggu kemarin dia nyebelin gaketulungan. Pinter sih, tapi aduh, dia bego juga.
Pas pelajaran mtk rabu kemarin aja entah apa yang ada diotaknya sampe-sampe dia begitu. Iya, dia tiba-tiba tidur dengan santai--tanpa rasa beban-- padahal lo tau lah guru mtk rata-rata galak khah maen. Alhasil dia disuruh keluar dan gada namanya rasa kaget pas dia diusir ama itu guru. Dan dia ngulangin kesalahan yang sama pas hari kamis dan jum'at. Sakit ga tuh anak? Sakit itu.
------------------------------------------------------------------------
Bel istirahat bunyi.
Kali ini gue beneran mau ngajak dia kekantin dan gue ngerasa kayanya dia ada masalah sekalian mabar--anjass mabarr wkwk oke ini makan barebg bukan maen bareng--. Dan dia harus ikut. Mau, gak mau pokoknya harus IKUT. lah kok gue jadi maksa ya?
"Lo kenapa sih jin?" Um, oke kali ini gue manggil jin karena asik aja.
"Lo ngapain manggil gue jin? Hm?" Kali ini dia ngambek. Pipinya ngegembung. Duh, pengen rasanya gue cubit.
"Kenapa emang? Gada yang ngelarangkan?"
"Terserah!" Kayanya dia emang lagu ada masalah.
"Lo kenapa sih? Kenapa akhir2 ini suka tidur dikelas, gapunya ekspresi."
"nope. Bukan urusan lo. Lagi peduli lo apa?"
Anjir, bener juga. Apa peduli gue ya? Ck. Ngee bener.
"Oh yaudah" jawab gue dingin sedingin es batu yang mebekukan isi hatiku karena masa lalu itu... oh syit. Kenapa gue keinget gituan.
Kita dikantin diam seribu bahasa. Gada yang ngomong.
Sampe pas balik sekolah, gue ngeliat dia bener-bener kaya orang hidup segan matu tak mau.
Seandainya dia ngeliat gue, mungkin gue bakal bikin hidup dia lebih berwarna dari pada sekarang.
Nb: makin gajelas yak?-_-muup hehehe