00

45 21 17
                                    

Epilog

Makam harusnya menjadi tempat angker dan mengerikan bagi semua orang. Akan tetapi, tidak untuk satu sosok yang mulai berjalan mendekati makam terawat dipenuhi bunga segar. Tidak lupa, ia juga membawa sebuket bunga Papaver orientale dengan ada beberapa helai daun semanggi. Setiap Minggu ia akan setia mengunjungi makam tersebut, bukan untuk mendapatkan imbalan ataupun sebagai formalitas. Ini adalah keinginan dan tekad sejati dari dalam diri seorang Achmad Aggres Amin.

Aggres mulai mencabut rumput dan mengambil dedaunan yang jatuh mendarat di atas makam keramik gadisnya. Aggres menjadikan ini sebuah kebiasaan dan rutinitas. Walaupun masih dengan perasaan sedih nan sesak memenuhi rongga  dadanya. Kembali bersih, Aggres menata buket bunga yang ia bawa pada makam cantik tersebut.

"Hai! Deira Alwa Mahelita, aku datang lagi. Kamu di sana baik-baik saja, kan? Apa kamu masih mengingat diriku? Atau, justru kamu di sana sudah mendapat penggantiku?" Aggres mulai berbicara sendiri sembari menatap batu nisan atas nama Alwa.

"Alwa, aku mengikhlaskan kamu. Aku sudah ikhlas. Namun, tidak mengapa jika aku selalu bersedih saat mengingat namamu, ya? Tolong, jangan marah di sana," lirih Aggres bersamaan setitik air mata jatuh ke tanah.

Suasana di sana rimbun, karena pohon dan angin seirama seakan ingin menyampaikan sesuatu pada pengunjung makam hari ini.

"Padahal aku belum sempat memberikan jawaban atas pertanyaan kamu pada pertemuan itu, Alwa. Aku tidak bisa pergi dan pulang ke mana, selain ke kamu. Jika ragamu sudah tidak ada, maka rumah terakhirmu juga merupakan rumah untuk aku pulang." Tiba-tiba saja, Aggres mengatakan kalimat yang semakin membuat pundaknya semakin memberat.

Rumah Aggres hanyalah Alwa, kapanpun dan di manapun ia berpijak akan selalu ada Alwa dalam hati maupun pikiran. Baik alam sadar ataupun bawah sadar.

"Permisi, Nak," ucap petugas TPU Raflesia III.

Aggres menoleh membuat petugas TPU terkejut. Berbeda dengan Aggres, ia hanya bingung seakan bertanya-tanya kenapa bapak ini menyapanya.

Petugas TPU segera ikut berjongkok di samping Aggres. "Ternyata makam ini terawat karena kamu yang selalu mengunjunginya, Nak. Bapak kira, makam ini penghuninya kembali hidup. Soalnya setiap bapak ingin membersihkannya, pasti akan selalu bersih duluan sebelum bapak melakukannya." Petugas tersebut melihat ketulusan abadi dari mata Aggres yang tertutup oleh kabut kesedihan.

"Makam ini rumah saya, Pak. Karena, pemilik nama tersebut adalah gadis yang ingin saya nikahi dan lindungi. Mungkin, Allah lebih mencintainya. Maka dari itu, saya tidak bisa untuk sekedar mengenggam tangannya," imbuh Aggres dengan mata yang tidak lepas mengamati rumahnya.

"Kata sabar, ikhlas, dan semangat pasti tidak berguna, Nak. Meski begitu, bapak hanya ingin mengatakan sedikit nasehat. Jika kamu mau, bapak akan memberitahu. Jika kamu keberatan, bapak juga tidak memaksa," ujar petugas TPU tersenyum tulus.

"Saya ingin mengetahuinya, Pak." Aggres membalas dengan mantap tanpa ragu.

Tersenyum terpancar, seakan sebagai ciri khas orang tua yang menyayangi anaknya. "Dalam hidup, kadang kita akan kehilangan orang yang kita cintai. Mereka memang tidak ada di kehidupan kita lagi, namun tetap ada di dalam hati. Kamu bisa melihat dan merasakannya sendiri." Berhenti sembari menghirup udara yang di bawa angin, petugas TPU melanjutkan, "Kata Jack Thorne, orang yang kita cintai tidak pernah benar-benar meninggalkan kita. Ada hal-hal yang tidak bisa disentuh oleh kematian."

Aggres termenung, ia berusaha memahami semua kalimat yang masih terasa abu-abu dalam otaknya.

Bapak petugas TPU menepuk pelan pundak Aggres. "Sudah, jangan berlama-lama. Bapak lihat Mbak dan Mas di sana juga mau mengunjungi rumah kamu," ucap bapak petugas dengan mengubah kata makam menjadi rumah dan segera berlalu. Hal itu mampu membuat Aggres tertawa kecil. Ia menyadari, kalau Alwa akan selalu bertahta dalam hati sampai akhir hayatnya.

"Alwa, aku balik dulu. Soalnya, ada orang yang juga ingin mengunjungi kamu." Aggres berpamitan, lalu ia lekas bangkit dan menjauh dari makam tersebut dengan meninggalkan lagi dan lagi bunga segar untuk gadisnya.

—Selesai—

Arti Penantian (Selesai & Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang