Bab 9: Antara Nurbaya, Samsul dan Andini

2 0 0
                                    

Sejak Pak Umar memberikan petunjuk samar tentang pengagum rahasia di kelas, pikiran Samsul terus terganggu. Kata-kata "orang yang terlihat biasa-biasa saja justru menyimpan sesuatu yang luar biasa" terngiang-ngiang di kepalanya. Dia mulai memperhatikan teman-temannya lebih teliti, berharap menemukan jawaban.

Di waktu istirahat, Samsul memutuskan untuk menyelidiki. Dia membuka buku catatannya dan memeriksa setiap halaman surat yang pernah dia terima. Di salah satu sudut halaman buku tugasnya, dia menemukan coretan kecil berbentuk hati. Di dalam hati itu ada nama "Nurbaya" yang ditulis dengan tulisan tangan yang ragu-ragu. Samsul tersenyum kecil, mencoba mengingat kapan coretan itu dibuat.

"Nurbaya? Mungkinkah dia?" gumam Samsul sambil melirik ke arah bangku Nurbaya. Gadis itu sedang asyik mencatat sesuatu dengan wajah serius, atau mungkin gugup karena merasa diperhatikan. Samsul memutuskan untuk tidak terburu-buru menyimpulkan. Dia ingin memastikan.

***

Di sore harinya, Samsul sengaja datang lebih awal ke perpustakaan, berharap menemukan lebih banyak petunjuk. Dia memeriksa meja tempat Nurbaya sering duduk dan menemukan sebuah buku catatan kecil yang tertinggal. Buku itu tidak memiliki nama pemiliknya, tetapi di halaman pertama tertulis: "Aku mencintaimu jauh sebelum aku mengenalmu." Kalimat yang sama persis dengan yang ada di surat ungu.

"Ini pasti milik pengirim surat itu," gumam Samsul sambil membuka halaman-halaman berikutnya. Beberapa halaman berisi coretan nama "Samsul" dengan berbagai gaya huruf, dari yang rapi hingga yang berantakan. Samsul tertawa kecil, merasa tersanjung tetapi juga sedikit bingung.

Saat dia hendak menutup buku itu, Andini tiba-tiba muncul dari belakang.

"Hai, Samsul. Lagi ngapain di sini?" tanya Andini dengan senyum lebarnya yang khas.

Samsul kaget dan buru-buru menyembunyikan buku catatan itu di belakang punggungnya. "Eh, nggak, cuma baca-baca aja," jawabnya sambil tersenyum canggung.

Andini mendekat, menyipitkan mata curiga. "Baca apa sih sampai sembunyi-sembunyi gitu? Jangan-jangan buku cinta ya?" godanya.

Samsul hanya tertawa kecil, berusaha mengalihkan pembicaraan. "Enggak kok. Kamu kenapa ke sini?"

"Aku cuma mau ngajak kamu latihan buat lomba debat minggu depan. Kita kan satu tim," jawab Andini sambil duduk di kursi sebelahnya.

Situasi menjadi canggung. Samsul yang sedang fokus menyelidiki pengirim surat sekarang harus menghadapi Andini, yang tampak semakin agresif mendekatinya. Andini bahkan mencoba mendekatkan kursinya, membuat Samsul merasa tidak nyaman.

***

Beberapa hari kemudian, Andini semakin terang-terangan menunjukkan perhatiannya pada Samsul. Di kantin, dia dengan sengaja duduk di sebelah Samsul, bahkan mengambil alih tugas menuangkan saus ke piringnya.

"Samsul, kamu suka saus banyak atau sedikit?" tanya Andini sambil menuangkan saus dengan gaya yang dramatis.

Nurbaya yang duduk di meja seberang hanya bisa menatap adegan itu dengan perasaan campur aduk. Ratna, yang duduk di sebelahnya, mencoba menghibur.

"Nur, tenang. Sainganmu itu cuma modal percaya diri. Kalau kamu mau, kamu juga bisa menuangkan saus buat Samsul," ujar Ratna sambil terkikik.

"Rat, aku ini bahkan nggak bisa ngomong lancar kalau di depan Samsul. Gimana mau menuangkan saus?" balas Nurbaya dengan nada lesu.

Samsul, yang sebenarnya merasa situasi itu aneh, berusaha bersikap sopan. Namun, pandangannya terus mengarah ke arah Nurbaya. Dia mulai merasa ada sesuatu yang berbeda dengan gadis itu. Ketika Andini mengajaknya berbicara, dia hanya menanggapi seadanya, pikirannya masih terpaku pada buku catatan yang dia temukan di perpustakaan.

***

Sore itu, saat semua siswa sudah pulang, Samsul mendapati Nurbaya masih di kelas, membereskan buku-bukunya. Dengan langkah pelan, dia mendekati meja Nurbaya.

"Nur, aku boleh tanya sesuatu?" kata Samsul, membuat Nurbaya terkejut hingga hampir menjatuhkan buku-bukunya.

"Eh, apa? Tentu boleh," jawab Nurbaya gugup, tidak berani menatap langsung ke mata Samsul.

"Aku nemu sesuatu di perpustakaan. Buku kecil dengan tulisan tangan yang mirip sama... surat ungu itu. Kamu tahu siapa yang punya?" tanya Samsul sambil mengamati reaksi Nurbaya.

Nurbaya langsung panik. Wajahnya memerah, tangannya gemetar. "A-aku nggak tahu, mungkin punya orang lain," jawabnya buru-buru sambil merapikan tasnya.

Samsul tersenyum kecil. "Nur, kalau kamu tahu, bilang aja. Aku nggak akan marah kok. Aku cuma penasaran siapa yang nulis surat itu."

Nurbaya hanya bisa menunduk, tidak mampu menjawab apa pun. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Samsul memutuskan untuk tidak menekan lebih jauh.

"Oke, kalau kamu nggak tahu, nggak apa-apa. Tapi kalau nanti kamu tahu sesuatu, kasih tahu aku ya," katanya sebelum pergi.

Nurbaya menghela napas panjang setelah Samsul keluar. "Dia tahu nggak ya? Aduh, gimana ini?" pikirnya dengan wajah penuh kegelisahan.

Samsul yang semakin dekat pada jawaban, Nurbaya yang semakin gugup, dan Andini yang terus mencoba menciptakan situasi canggung. Ketegangan antara ketiga tokoh semakin terasa.

CINTA ITU LUCU - FULLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang