Telah Usai

147 16 3
                                    

✨HAPPY READING✨


Saat suara Desmon menggema, menginstruksikan peperangan dimulai, suasana berubah seketika. Tanah bergetar halus, dan udara terasa berat oleh energi sihir yang mulai bergemuruh dari para peserta.

Tanpa ragu sedikit pun, mereka langsung saling menyerang, seperti binatang buas yang dilepaskan dari kandangnya.

Asterin melawan Leon dan Jevish
Asterin berdiri tegap, matanya penuh tekad, sementara tangan kanannya bersinar terang, memanggil tombak sihir yang terbuat dari es.

Leon dan Jevish, dua pria bertubuh besar, langsung menyerangnya dari dua sisi.

"Jangan pikir kau bisa mengalahkan kami berdua, Putri Asterin!" seru Leon sambil melayangkan bola api besar ke arahnya.

Asterin melompat ke udara, tombak esnya memecah bola api dengan satu ayunan.

Sebelum dia mendarat, Jevish meluncurkan rantai bayangan dari tanah, mencoba membelenggunya.

Namun, Asterin sudah menduga serangan itu. Dengan gerakan gesit, dia melempar tombaknya ke tanah, menciptakan dinding es yang langsung mematahkan rantai bayangan Jevish.

"Kalian harus berusaha lebih keras jika ingin menang," ucap Asterin dingin sebelum menciptakan badai es yang memaksa kedua lawannya mundur.

Sementara itu, Zergan dan Dareen memilih tempat terbuka untuk melawan Sean dan Alistair.

Zergan mengayunkan pedang besar berlapis kilat yang menggetarkan udara setiap kali dihentakkan. Sean, dengan perisainya yang memancarkan cahaya emas, berhasil menahan setiap pukulan.

Dareen, dengan sihir racunnya yang berwarna hijau kehitaman, melayangkan puluhan panah energi ke arah Alistair, yang melawan dengan bilah angin tajam dari pedangnya.

"Tak kusangka kalian akan bekerja sama!" teriak Alistair, melompat ke belakang untuk menghindari ledakan racun Dareen.

"Kita tidak perlu saling mengenal untuk mengalahkan kalian!" balas Zergan, menyerang Sean dengan ayunan kilat yang membuat tanah di bawahnya retak.

Pertempuran mereka begitu sengit hingga tanah di sekitar mereka dipenuhi retakan, racun, dan hembusan angin yang mematikan.

Janette menyerang Ruella
Di sisi lain, Janette menatap tajam ke arah Ruella, yang berdiri beberapa meter darinya.

Tak ada kata-kata, hanya sorot mata penuh kebencian yang dulu tidak pernah ada di antara mereka.

"Kita pernah menjadi sahabat," ucap Janette dengan nada dingin, meski bola-bola sihir merah berkilauan di tangannya.

"Dan itu masa lalu!" bentak Ruella, melesat ke arah Janette dengan cambuk api yang meledak setiap kali dihentakkan ke tanah.

Janette menangkis serangan itu dengan perisai sihirnya, namun dampaknya membuatnya terhuyung.

Dia segera membalas dengan melayangkan lima panah energi sekaligus.

Ruella menghindar dengan gesit, api di tangannya semakin besar. Dia melayangkan serangan ke arah Janette, yang terpaksa berguling ke samping untuk menghindar.

"Kau yang memutuskan untuk berkhianat, Rue!" Janette akhirnya berteriak, suaranya penuh emosi.

"Tidak ada pengkhianatan, hanya kebenaran yang kau tolak untuk lihat!" Ruella menyerang lagi, ledakan apinya membuat tanah di sekitar mereka berubah menjadi kawah kecil.

Mata mereka bertemu sejenak, keduanya saling membaca langkah berikutnya, tapi jelas satu hal: persahabatan yang pernah ada kini sepenuhnya lenyap.

Di tengah hiruk-pikuk pertempuran, tujuh pangeran Amarantha terlihat bergerak ke arah yang berlawanan dengan pusat medan perang.

An Imbalance In My World  || END ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang