Bumi terus berputar, hari berganti, begitu juga dengan manusia terus melanjutkan hidup sebagaimana mestinya.
Seperti halnya Asmara, ia harus bangun pagi hari dengan mata yang sudah seperti mayit hidup. Sejak malam itu, mereka benar-benar selesai. Seluruh sosial media Asmara di blockir oleh Jiwa entah apa yang dipikirkan oleh Jiwa saat dia memblockir Asmara.
"We done" dibenak Asmara kini. Asmara enggan mencari tau lagi perihal alasan Jiwa menyeduhi hubungan ini.
Asmara menutup dan mengunci kosannya dengan nafas yang di hembuskan terasa berat. Biasanya ketika Asmara mengunci pintu kemudian menoleh disambut oleh Jiwa dengan melambaikan tangannya dan tersenyum. Kini, halaman depan kosan kosong. Tak ada pria yang bersandar di samping mobil putih.
Keputusan tempat untuknya ikut serta dalam organisasi, rapat dan rapat kepanitian tidak ada celah untuk menggalau katanya begitu.
Pagi ini Asmara tidak ada kelas, hanya ada jadwal bertemu dengan panitia BEM. Lalu ia harus survei lokasi pelantikan untuk melihat kebutuhan apa saja yang diperlukan untuk dekorasi dan menyesuaikan ukuran spanduk pelantikan. Hari ini sebenarnya hanya koordinatornya saja yang rapat di sekre katanya hanya diskusi kecil saja bersama koordinator divisi lain.
Acara pelantikan ini memang tidak masuk program kerja BEM sendiri, acara ini formalitas disetiap priodenya. makanya anggota BEM yang menjadi panitia tidak dibutuhkan banyak-banyak sebab acaranya hanya setengah hari nantinya kemudian nanti ada acara keakraban anggota.
"Hai?" Asmara menyapa seorang perempuan yang tengah duduk di meja printer.
"Hai, Asmara ya?" Asmara tersenyum mengangguk dan kemudian meletakan tas diatas meja panjang.
Asmara menghampiri kemudian membantu perempuan tersebut membereskan kertas-kertas yang akan dimasukan ke printer. "Gue Karisa, Sekda." Karisa Aisy, Gadis yang mengenakan hijab pasmina maroon tersenyum begitu cantik dengan lesung pipi yang menjadi pemanis.
Kemarin Asmara tidak melihat Karisa saat rapat, sehingga Asmara tidak tau bahwa gadis ini adalah sekretaris daerah. "Soalnya gue ngga liat lo kemarin". Asmara memperhatikan Karisa begitu cekatan memasukan tinta-tinta printer.
"Oh, Gue kemarin izin soalnya ada keperluan mendadak juga." Asmara hanya mengangguk. Belum ada orang lain selain mereka dua di ruang ini.
"ini emang belum ada siapa siapa ya ris?"
"Tadi ada, keknya udah ke kelas sih." Asmara hanya mengangguk kecil kembali.
Asmara selalu mendengar nama karisa Aisy, Gadis yang nyaris tidak pernah liat di kampus, namun namanya selalu terpampang di web Fakultas dengan prestasinya.
Asmara membuka laptopnya berniat untuk menyelesaikan beberapa desain yang perlu ia tuntaskan hari ini untuk pelantikan beberapa hari lagi. Tak lama Asmara menoleh ketika seseorang masuk ke dalam sekre menyapa Karisa yang sudah akan pergi lalu tersenyum pada Asmara dan duduk di hadapan Asmara.
"Sorry lama," Ucap seorang pria dengan memakai baju kemaja biru dongker mengenakan kemeja dan topi navy. Mahesa Wiraputra yang kemudian ikut membuka laptop di hadapan Asmara.
Wangi parfum pria dihadapannya menyapa indra penciuman Asmara. Ah, kalo sedikit di deskripsikan wangi yang bersih, sedikit manis tapi tetap maskulin? Seperti nuansa fresh, woody dan sedikit citrusy. Kalau Mahesa itu wanginya dalam bentuk suasana mungkin kayak angin sejuk pagi hari di kota besar, pas Asmara naik skateboard di jalan yang masih sepi, sambil mendengarkan lagu-lagu yang bikin happy.
Semalem Mahesa menghubunginya, perkenalan sedikit, kemudian membahas apa saja yang perlu di koordinir antara pubdok dan perlengkapan. Jadi bisa dibilang yaa... sedikit tidak terlalu canggung.
Kalo kata Cahya, Mahesa dikenal sebagai seorang memiliki aura fresh, youthful, dan sedikit playful.
"Oh nggak kok, gue juga baru dateng, Btw hari ini Cuma berdua aja?" Ucap Asmara ketika melihat grup chat panitia koordinator.
"Iya nih, gapapa deh lagian emang hari ini cuma yang penting perleng sama desain, sisanya mereka bisa ngurus lewat chat." Asmara mengangguk kecil kemudian menoleh kembali pada Mahesa.
Kalo begitu, tadi kesini harusnya Asmara tidak perlu rapih, baju kaos dan sendal jepit saja oke. Toh, hanya diskusi santai juga.
"Gue udah selesai desain spanduk, terus ukurannya udah sesuai req dari kalian," Mahesa mengangguk tersenyum kecil kemudian ia mengambil alih laptop Asmara ketika gadis itu memberikan laptopnya. "Okey, nanti masukin ke drive aja desainnya," Mahesa meletakan kembali laptop Asmara.
Asmara mengambil ikatan rambutnya, kemudian dia gulung asal rambut dengan pandangan yang belum terlepas dari laptopnya. Mahesa melirik Asmara, "Untuk camera, kalian butuh berapa?"
"eumm, minimal 2 sih terus tripod buat live ig nanti," Mahesa mencatatnya.
"Bisa?"
Mahesa mengangguk, " Bisa, gue juga udah minta ke anak internal buat bikin surat, tapi kemungkinan camera dapet satu, gue udah follow up ke TU, Cuma ada satu." Asmara mengetuk jari-jarinya dimeja.
Biro Internal, menjadi salah satu Biro di era BEM sekarang. Terdiri tiga biro, Internal, Eksternal dan Media Informasi. Kerja Biro jelas konsisten tiap harinya, selalu dilibatkan disetiap acara kepanitiaan. Jadi seperti lauk tanpa garam ya hambar? Seperti itu mungkin istilahnya.
"Ngga masalah sih, tapi mungkin agak keteteran aja." Mahesa melepaskan topinya dan kemudian menyisir rambut dengan tangan ke belakang. "Pake camera gue gapapa."
"Nanti surat peminjamannya satu ke lo gitu?" Mahesa terkekeh.
"Ya ngga dong Asmara, nanti camera gue kasih ke lo langsung, ngga lewat pelantara anggota perleng." Asmara tersenyum kikuk.
"Ada yang perlu anak perleng bantu lagi?"
"Bahan-bahan yang gue minta buat dekorasi udah?"
Mahesa mengangguk kemudian memberikan kertas berupa catatan pada Asmara. "Barang yang udah anak perleng beli itu, kalo kurang nanti kabarin di grup aja." Asmara mengacungkan jempolnya. Pantas saja Mahesa di tunjuk menjadi koor perleng dia benar-benar cekatan dalam hal.
Biasanya sekali perleng akan selalu perleng hingga masa akhir jabatan. Sama halnya dengan pubdok. Itulah kutukan dari organisasi.
"Oh satu lagi, cetak sepanduk kemungkinan hari ini, sekalian cek lokasi juga, lo mau ikut?"
"Boleh boleh," Asmara mengangguk kemudian melirik Mahesa yang berjalan ke arah tempat seperti gudang kecil.
Biasanya setelah acara barang-barang yang masih digunakan di simpang dipojok ruangan tersebut, Asmara menaruh atensinya pada Mahesa yang sedang membongkar barang-barang. Sepertinya pria itu mengecek apakah ada perlengkapan yang perlu nantinya.
"Ra," Panggil Mahesa, yang sedang menunjukkan kain batik panjang kepada Asmara.
"Ngga usah deh Sa, gue udah diskusi juga sama anak acara, rencana ngga akan dikasih banyak dekorasi karna acaranya formal." Mahesa meletakan kembali dan kemudian menghampiri Asmara.
"Yaudah, berarti list itu udah cukup ya? Ngga ada lagi?" Asmara menggeleng kemudia Mahesa membereskan laptopnya. "Ohiya Ra, abis ini survei lokasi dulu gimana? Abis itu kita ke tukang cetak." Asmara mengangguk.
~Bersambung
Mahesa Wiraputra
YOU ARE READING
Echoes Of Hope || Mark Lee
Teen Fiction❝Orang gila mana after break up malah ambil semua kepanitian?❞ ❝Gue❞