Tak terasa hari berganti dengan cepat, semuanya masalah telah selesai, meskipun Rafa masih belum pulih akibat kecelakaan dua bulan yang lalu, namun di lain sisi dia merasa lega karena semua telah normal kembali.
Reyga telah meninggal sebulan yang lalu, setelah sembuh dari kritis, dia kembali melarikan diri dan mengalami kecelakaan, namun sayang, cowok itu tak dapat di selamatkan lagi.
Pihak keluarga Reyga meminta maaf sebesar-besarnya pada Rafa. Meskipun Darsh tidak menerima karena Reyga tidak sempat menjalani hukuman, namun kematian Rey mungkin sudah cukup.
Bahkan Darsh ingin menuntut keluarga Reyga karena orang tua cowok itu ikut andil membatu Rey, namun Rafa menolak. Rafa telah memaafkan kesalahan orang tua Reyga, meskipun berat, namun semuanya telah berlalu.
Sebulan lalu Rafa telah mendapatkan donor mata dari seorang pria berdarah rusia. Darsh berusaha sekuat mungkin, bahkan rela mengorbankan seluruh kekayaannya demi kesembuhan sang putra.
Pria rusia tersebut memang mengalami penyakit yang serius, dan dia berkata akan mendonorkan kedua kornea matanya asalkan seluruh keluarganya di berikan harta. Tanpa berpikir lagi Darsh menyetujui dan mengucapkan banyak terimakasih pada sang pria tersebut.
Dan disinilah Rafa sekarang, di ranjang kamarnya dengan kedua mata di perban, dan tepat hari ini perbannya akan di lepas.
"Silakan masuk, Dok." Darsh berkata, dan Dokter pria itu mengangguk.
Sang Dokter segera melakukan tugasnya, kemudian membuka perban di kedua mata Rafa.
"Buka matamu dengan perlahan."Dengan pelan Rafa menggerakkan kelopak matanya, lama memejamkan mata membuat kedua matanya terasa kaku, namun saat kedua matanya sepenuhnya terbuka, pertama kali Rafa melihat wajah Alin yang baru saja masuk kedalam kamarnya tak lama di susul oleh Ara.
Rafa kembali mengerjakan, dia tersenyum tipis. "Alin.." gumamnya lirih, dengan rasa sesak dan penuh kerinduan.
"Allhamdulillah, gimana, nak. Kamu udah bisa melihat?" tanya Darsh dengan haru, dan Rafa mengangguk.
"Aaa sayang kak Rafa!" pekik Shifa, memeluk kakaknya sambil menangis, di susul oleh Ray dan si kecil Kanya yang masih berusia empat tahun.
"Ray senang akhirnya kak Rafa udah bisa ngeliat lagi. Oh ya, mata kakak sekarang bagus banget ya?" komentar Ray.
Membuat Rafa mengangguk sambil tersenyum geli.
"Huum cantik banget, Shifa pengen deh warna mata kayak gitu."
"Anya juga mau!" pekik Kanya ikut-ikutan membuat Darsh mengulum senyum geli.
"Mari, Dok. Saya antar ke luar," kata pria dewasa itu mengantar sang Dokter.
Sementara Alin yang melihat interaksi di depannya hanya bisa tersenyum hangat. Alin sudah mulai dekat dengan ketiga Adik-Adik Rafa, namun karena selama ini Rafa sedang tidak sehat, membuat Alin tidak pernah berbicara dengannya.
"Eh Adik-adik, gimana kalo kita main di luar aja yuk? Kakak bawa oleh-oleh buat kalian lho!" seru Ara, mendekati Kanya, menggendong gadis kecil itu, sambil menciumi pipi Kanya.
"Mau, Onty! Anya mau!" pekik Kanya sambil memeluk leher Ara erat.
"Ray juga mau!" teriak Rey, berlari kecil mengikuti Ara, dan setelahnya Shifa pun ikut keluar dari kamar, sebelum itu Shifa tersenyum pada Alin.
"Shifa tutup ya pintunya, kak. Biar kalian ngomongnya fokus hehe."
Rafa tersenyum kecil.
"Dasar anak nakal."Tinggallah mereka berdua di dalam satu ruangan ini, lebih tepatnya kamar Rafa yang baru. Fyi, rumah mereka telah di jual demi kesembuhan mata Rafa, Darsh sudah mengatakan pria itu akan melakukan apapun demi putranya, bahkan jika dia jatuh miskin sekalipun, Darsh rela.

KAMU SEDANG MEMBACA
RAFAEL
Romance"Enghh, Raf. Geli ih, udah gue mau ke kamar mandi." "Nanti aja, Al. Boleh gue masukin bentar gak?" Rafa meraih tangan istrinya membawa untuk segera menyentuh miliknya yang selalu tegang di pagi hari. "Dingin, cutie. Dia butuh kehangatan," "Tuh kan...