Prolog

1K 117 22
                                    

so,  yes

ini cerita pertamaku dengan my lovely sweety sister Ranrini yey/ditendang

jadi maaf ya kalau misal ada salah EyD atau apa gitu, harap maklum :". daaan, happy reading^^

.

.

.

Yellow-Wendie



"Margie!" panggil Papa. Aku pun segera menghampiri sumber suara itu, yang ternyata berada di ruang keluarga.

Kudapati di sana ada Papa dan Mama.

"Ada apa, Ma? Pa?" tanyaku pada Papa dan Mama.
"Tolong, antarkan surat ini ke Paman di desa Horia," ucap Mama.
"Desa Horia? Bukan Bulgaria?"
"Berangkat lah besok dengan temanmu," jawab Papa
"Di mana itu desa Horia?"
"Di pedalam hutan kota sebelah," jawab Mama
"Hanya mengirim suratkan? Mengapa tidak lewat pos saja?" tanyaku.

Papa dan Mama saling berpandangan.

"Itu membahayakan pengantar surat,dan sampainya pun cukup lama, terlebih lagi desa itu jarang menerima orang asing," jelas Papa.
"Aku kan orang asing," ucapku.
"Bukan, kau pernah bermain disana saat kecil," ucap Mama.
"Oh, kalau begitu akan ada hal lain yang mau aku selidiki," ujarku seraya melangkah duduk di salah satu sofa.

"Di sana, jangan memakai pakaian berwarna kuning," ucap Mama, tanpa menggubris perkataanku.
"Lho? Kenapa? Kan warna kuning bagus."

"Turuti saja perkataan kami, Gie. Kami hanya ingin kamu selamat"

Aku jadi tertarik dengan desa itu.

Aku adalah petualang, aku sangat suka berpetualang dengan dikelilingi hal mistik, dan selama ini. Aku tak pernah gagal mengungkapkan kebenaran dari sebuah mitos mistik yang berkembang.

Dan, kali ini aku akan mengungkapkan kebenaran dari desa Horia ini.

"Sepertinya, ini akan menjadi pengalaman terakhir kita di bangku SMA," ucapku pada sahabatku, Wendie.
"Iya, by the way, kamu mau masuk kuliah jurusan mana nih?" tanya Wendie.
"Ah, aku? Aku belum memikirkannya," jawabku santai.
"Kamu kan anak keluarga Raharja, pasti Dokter kalau tidak begitu Hakim?" tebak Wendie.
"Kenapa kamu berpikir begitu Die? Aku bukanlah anak kandung keluarga itu," jawabku malas.
"Lho? Kok bisa?"

Mulailah ke-kepoan sahabatku kumat.

"Aku keponakan mereka yang diangkat menjadi anak karena ayah dan ibuku meninggal."
"Kenapa mereka meninggal?"
"Entahlah, mereka tidak mau menceritakannya, kupikir itu terkait dengan desa yang akan aku kunjungi itu."

Sebulan lalu, aku mengetahui kebenaran itu.

Saat itu, aku menguping pembicaraan mama dan papa yang bersama kakak perempuan angkatku, tentunya.

Mereka mengatakan, penelitian papa akan segera selesai dan hasilnya akan menghentikan korban berjatuhan dari Desa kuning itu. Mereka tidak ingin kejadian sama yang menimpa ayah dan ibu Margie.

"Hah? Aku bukan dari keluarga ini?"

Aku sedikit syok mendengarnya.

Tapi, kakak perempuanku menenangkanku.

Aku pun bertekad mencari apa itu desa kuning.

Dan, aku menyadarinya sekarang. Desa itu, desa Horia.

"Woy, Gie? Kamu gak papa, kan? Kok ngelamun?" tanya Wendie membuyarkan kilasan balikku.

"Aku gak papa, Wen. Oh, ya besok kita berangkat ke desa Horia itu. Dan, oh ya, jangan membawa pakaian berwarna kuning," jelasku pada Wendie.

"Oke, naik mobilmu kan? Jam 8 besok aku akan pergi kerumahmu," ucap Wendi.

"Baiklah."

___________________________________

Aku yakin, ada sesuatu yang aneh di desa Horia itu yang melarang memakai pakaian berwarna kuning.

Mungkin, aku akan menginap di sana selama 5 hari.

Dan hari ke-2 aku akan memakai pakaian berwarna kuning.

Mungkin saja ada roh jahat kuat yang akan menampakkan diri.

Tapi, selama aku belum menemukan kebenaran tentang kedua orang tua kandungku. Aku tidak akan pergi dari sana.

Dan, sepertinya ini akan menjadi misi yang paling berbahaya selama ini.

Yellow-Wendie [6/6]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang