22 September 2018
21.15 WIB
Bila di depan kita ada sebuah peristiwa yang membahayakan, mengancam nyawa kita, maka otak akan bertindak dengan mengaktifkan Amigdala, lalu memicu perasaan takut sebagai bagian dari self-defence dasar manusia. Sementara itu, Sistem syaraf simpatik akan mulai aktif bekerja dalam sepersekian detik, sebagai reaksi dari adanya ancaman yang mengarah pada kita—langsung atau tidak langsung. Pilihan kita sebagai makhluk hidup adalah 2, Fight or Flight, lawan atau kabur.
Kita tidak bisa begitu saja mencabut dua faktor tersebut karena kita akan mati konyol. Apa yang terjadi kemudian? Pertama detak jantungmu akan meningkat, tekanan darah akan naik, pupil mata akan membesar, lalu kau akan menjadi waspada terhadap segala gerakan yang ada di sekitar. Mata menjadi sangat fokus dan melatonin akan berhenti diproduksi agar kau tidak meleng ketika kau akan mendapat pukulan dari seseorang, yang tiba-tiba membencimu karena kau menyebalkan.
"Saudara-saudara sekalian ...." Pria misterius itu mengambil alih mikrofon.
"Pesta yang sesungguhnya telah dimulai ...,"
Pesta yang sesungguhnya ....
Sejenak akalku bermain dalam pemikiran yang kubentuk dengan darurat ini. Itu adalah pesan yang sama, yang tertera dalam surat ancaman saat teror peti es. Menafsirkan kalimat pesta yang sesungguhnya ternyata adalah jauh dari kata pesta karena mungkin, sebentar lagi akan ada kejadian yang lebih horor daripada kematian Samantha yang tidak terduga.
Belum selesai keterkejutan kami, sebuah suara ledakan tiba-tiba saja terdengar dari belakang. Aku melihat beberapa anak yang mencoba kabur dari sekolah, tetapi tiba-tiba saja mereka meledak, tepatnya ada sesuatu yang membuat mereka tewas karena ledakan. Kepanikan mulai terjadi. Aku hendak meraih ponsel di sakuku ketika seseorang yang ada di belakangku mengumpat.
"Sialan! Tidak ada sinyal!!"
"Punyaku juga tidak ada sinyal!" sahut yang lain.
Aku pun meraih ponsel dan melihat display. Tidak ada satu sinyal pun. Tidak bahkan untuk sebuah emergency call. Seseorang telah mengacaukan sinyal di daerah ini.
Dan aku bertaruh, pasti orang-orang misterius itu penyebabnya!
"Hanya yang berhak, yang dapat keluar dari sini. Jangan coba-coba untuk keluar dari area sekolah ini karena kalian telah melihat beberapa teman kalian mati konyol di depan gerbang ...," jelas pria misterius di atas panggung.
"Gelang pengaman kalian, telah dipasang sebuah alat untuk menjaga kalian agar tetap di sini. Alat tersebut dapat meledak ketika kalian keluar dari area yang telah ditentukan ...."
Bum!
Ledakan lainnya yang berasal tidak jauh dari kerumunan.
"Alat tersebut dibuat tidak stabil ketika kalian berusaha membukanya dengan paksa ... hasilnya sama saja. Jangan coba-coba untuk melakukan tindakan bodoh lagi atau kalian akan bernasib sama seperti teman-teman kalian yang telah mati mengenaskan ...."
Aku kini paham. Sempat teringat bahwa kami semua yang ada di sini memakai sebuah gelang, sesaat sebelum kami check in di acara ini. Semua orang. Sesaat aku menyadari pula bahwa orang yang ada di depanku, memiliki suara seperti pria yang tadi berada di bagian penerimaan tamu. Aku masih ingat dengan jelas bagaimana pria itu menjelaskan prosedur check in.
"Mas ..., tolong pakailah ini ...," ujarnya setelah aku menandatangani daftar hadir. Sebuah gelang terbuat dari bahan plastik dan metal berukuran jam tangan wanita. Aku sedikit heran, betapa mewahnya untuk sekadar gelang.
KAMU SEDANG MEMBACA
CIVITAS : PROBABILITAS ANTITHESIS
غموض / إثارة[PG 18+] Rimba Eka Putra tidak menyangka bahwa Ulang Tahunnya yang bertepatan dengan Dies Natalis Sekolahnya, SMA Harman Sastranagara, yang dirasanya akan berjalan dengan perayaan, traktiran yang harus dia bayar, dan kegembiraan akan berubah menjadi...