Aleta berharap penampilannya sudah cukup layak untuk pertemuannya dengan Mr. Kenward malam ini. Dalam balutan gaun pink pucat tanpa lengan, berbahan brokat dengan bunga kecil berlapis sutra milik Riana. Seluruh punggungnya terbuka, hanya terhubung oleh sehelai kain menyerupai pita yang melingkari lehernya, transparan pada bagian atas dada. Gaun ini terasa menempel bagaikan kulit kedua di tubuhnya. Tampak manis saat ia kenakan bersama pump shoes magenta setinggi sembilan centi miliknya. Salah satu dari sedikit benda feminis yang Aleta miliki di dalam lemarinya. Tiba-tiba keraguan itu hadir lagi, menyergap ke dalam sanubarinya. Keputusannya untuk menerima tantangan Mr. Kenward terasa sedikit ganjil. Pria arogan itu memintanya untuk makan malam dengannya demi membicarakan Tristan dan hubungan mereka berdua, yang dimaksudkannya Riana dan Tristan, tentu saja. Dan entah mengapa Aleta masih belum ingin memberitahu Riana tentang masalah ini, dia tak mau membuat Riana cemas, lagi pula sebagai seorang pengacara, ia masih berkeyakinan bahwa ia bisa mengatasi masalah kecil ini dengan bijak. Selain itu keingintahuannya yang begitu kuat pada apa yang di inginkan Mr. Kenward membuatnya semakin ingin menuntaskan masalah itu sendiri. Aleta melintasi rute ke arah barat London. Ketika memasuki kawasan elit di North Kensington, Aleta di buat takjub oleh bangunan-bangunan megah yang dilewatinya. Kediaman keluarga Kenward cukup mudah ditemukan, berdiri kokoh di atas sebidang tanah yang luas. Kenward's Mansion adalah sebuah bangunan bergaya arsitektur Romawi, dengan warnanya yang abu-abu kelaSeorang pegawai membuka gerbang untuknya, setelah lebih dulu menanyakan identitasnya. "Riana Jovon." Aleta melambaikan kartu nama yang Mack berikan kepadanya. "Saya telah membuat janji dengan Mr. Kenward." Ucap Aleta lagi sambil menurunkan kaca di samping kirinya. Ia sengaja mengeraskan suaranya, sehingga petugas itu bisa mendengarnya dengan jelas. "Silahkan masuk Ms. Jovon." Jawab penjaga itu tanpa bertanya lebih lanjut ketika Aleta menyebutkan nama Riana Jovon. Seorang pria paruh baya dengan gerak tubuhnya yang lemah lembut menyambut Aleta diambang pintu. Pria itu tak dapat menyembunyikan keingintahuannya pada sosok Aleta. Ia memandang penuh selidik kepada Aleta, namun tetap tak meninggalkan etika dan sopan santunnya dalam melayani tamunya.Ia membungkukkan tubuhnya sedemikian dalam, memberi salam, kemudian mempersilahkan Aleta untuk mengikutinya. Mempertemukan Aleta dengan Mack yang tampak telah menunggunya di sebuah bangunan di tengah taman. Bangunan lebih kecil itu berbentuk gazebo berwarna putih dengan atapnya yang berbentuk kubah bulat, dengan sebuah meja dan dua buah kursi berbantalan merah sebagai alasnya. Mack berdiri menyambutnya. Posturnya yang tinggi tegap serta kulitnya yang kecoklatan tampak serasi dengan setelan santai berupa kemeja putih bergaris biru samar dan celana denim biru tua. Aleta harus mengakui Mack adalah pria yang menarik, diusianya yang tak lagi muda, dia adalah salah satu pria yang mampu membuat banyak wanita menoleh dua kali terhadap kehadirannya. Sial! Mengapa pula dia harus memikirkan itu? Batin Aleta, berusaha mengalihkan perhatiannya dari wajah keras dengan bayangan cambang berumur dua hari di hadapannya. "Selamat datang di kediaman Kenward Ms. Jovon." Sapanya dengan sopan. "Terima kasih Mr. Kenward." Jawab Aleta singkat, menempati salah satu tempat duduk yang telah disiapkan pelayan tua yang mengantarnya tadi. "Makan malam, atau bisnis lebih dulu?" Tanya Mack menawarkan. "Terima kasih sekali lagi untuk tawaran Anda Mr. Kenward. Sayang sekali saya tidak makan malam pada jam selarut ini." Aleta berbohong, berusaha tampak meyakinkan. Namun Mack bisa melihat dengan jelas kebohongan pada wanita dihadapannya. "Sedikit mengecewakan Ms. Jovon. Tapi baiklah, langsung kepada bisnis kalau begitu." Mack membuka sebuah berkas yang tadi tampak sedang dibacanya sebelum kedatangan Aleta. "Ini tentang Tristan, keponakan saya. Kekasih Anda." Mack mengucapkan kata-kata terakhirnya dengan enggan. "Beberapa bulan terakhir, Tristan semakin tidak serius pada pekerjaannya, ditambah lagi pengeluaran belanja dari laporan kartu kredit Tristan beberapa bulan belakangan ini yang sangat melampaui batas... Fantastis." Mack memandang lawan bicaranya dengan pandangan menilai, menunggu respon yang bisa ia baca dari wajah Aleta, lalu kembali melanjutkan teorinya. "Saya simpulkan itu terjadi semenjak hubungan Tristan dan Anda mulai terjalin Ms. Jovon." Mack mengatur jeda pada kalimatnya, kembali menunggu reaksi Aleta. Aleta berusaha tetap tenang, tidak buru-buru membalas kalimat tuduhan yang dialamatkan Mr. Kenward pada saudarinya. "Jujur saja, saya tidak sepenuhnya menyalahkan Anda Ms. Jovon. Tristan adalah pembuat masalah, dia tidak pernah benar-benar serius dengan hidupnya. Untuk itulah saya sedang mempersiapkan Tristan pada sebuah tanggung jawab yang lebih besar Ms. Jovon. Sebuah posisi penting di perusahaan kami. Jadi saya harap, tidak ada seekor lalat-pun, yang akan mengganggu konsentrasi Tristan untuk mencapai tujuan tersebut!" Tandas Mack mengakhiri kalimat bernada sarkastis yang sengaja ditujukan pada lawan bicaranya. Setelah menghitung sampai tiga Aleta mulai menjawab, "Saya sependapat dengan Anda Mr. Kenward. Saya mendukung rencana Anda. Dan tentu saja turut berbahagia untuk keberhasilan Tristan. Lalu apa korelasi saya dalam hal itu Mr. Kenward?" Tanya Aleta. "Tentu saja ada Ms. Jovon. Kehadiran Anda mengacaukan kinerja Tristan di kantor. Tristan sering keluar dari kantor pada jam seharusnya ia bekerja, itu adalah hal yang sangat buruk Ms. Jovon. Jajaran Dewan Komisaris kami tidak peduli walaupun dia adalah keponakan saya. Tristan dan segala tingkah lakunya selalu menjadi sorotan banyak pihak di perusahaan kami. Dan yang paling disayangkan, tidak seharusnya Anda datang ke kantor Tristan untuk menggodanya. Tidak dengan alasan apapun!" Untuk kalimat terakhir, terkandung maksud yang sarat emosi di dalammya. Membuat Aleta terkesiap, bahkan sedikit kebingungan, berpikir apakah benar Riana melakukan hal tersebut. "Saya minta maaf untuk hal itu Mr. Kenward. Saya tidak bermaksud demikian, saya rasa saya hanya tidak mampu menahan kerinduan saya padanya." Diam-diam Aleta sedikit merasa bersalah dan menyesali tingkah laku saudarinya, kalau memang kata-kata pria di hadapannya itu benar. "Kami jarang bertemu terkait pekerjaan saya di luar kota. Saya pastikan saya tidak akan mengualangi Mr.Kenward." Aleta menghembuskan nafas lega. Alasan yang ia kemukakan terdengar cukup realistis. "Bukan hanya soal itu Ms. Jovon, kami berencana mengirim Tristan ke cabang perusahaan kami di Bournemouth. Besar harapan saya untuk keberhasilan Tristan di sana. Tanpa pengawasan langsung dari saya, saya berharap segala masalah yang akan mengganggu konsentrasinya sudah dibereskan. Anda mengerti maksud saya?" Aleta diam, hanya mengangkat alisnya sedikit, seolah ia tidak memperdulikan apa yang diuraikan oleh Mack. Dan itu membuat Mack terlihat gusar pada sikap skeptis yang Aleta tunjukkan. "Saya memiliki sebuah penawaran yang menarik untuk Anda Ms. Jovon." Mack mendorong berkas di tangannya kehadapan Aleta. Aleta membacanya dengan cepat, terutama pada poin-poin penting yang tercantum dalam surat perjanjian tersebut. Intinya, sejumlah uang akan Riana dapatkan apabila dia bersedia mengakhiri hubungannya dengan Tristan, lalu membuat Tristan membenci Riana. Aleta tersenyum sinis seraya mendorong berkas tersebut kembali ketengah meja. "Maaf, saya tidak tertarik Mr. Kenward." Jawab Aleta bersikukuh pada pendiriannya. Hal itu kontan menimbulkan perdebatan sengit di antara keduanya. Tapi pada akhirnya, kepandaian Aleta dalam bernegoisasi, dan kelihaiannya dalam mematahkan argumen musuh-musuhnya di persidangan, bahkan tidak banyak membantunya dalam melunakkan kekerasan hati Mr. Kenward. Sedikitpun pria itu tak percaya bahwa hubungan Riana dan Tristan adalah benar atas dasar cinta. Atau lebih tepatnya Mr. Kenward sendirilah yang sebenarnya tidak mempercayai cinta. Batin Aleta kesal. Sebuah ide lain muncul, bukankah Aleta sedang dalam penyamaran.Riana tidak turut andil dalam hal ini. Riana dan Tristan masih bisa melanjutkan hubungan mereka, dan Mr. Kenward akan merasa tertipu karena telah bersepakat dengan wanita yang salah. Pelajaran yang bagus untuk Mr. Beruang, batinnya. Menertawai rencananya membalas sikap antipati Mr. Kenward terhadap saudarinya. "Baiklah Mr. Kenward saya menyerah." Ujar Aleta tiba-tiba. Mack memandangnya tidak percaya, tak menyangka akhirnya wanita itu menyerah juga pada otoritas dan uangnya. Pria itu tersenyum sinis penuh kepuasan. Aleta membubuhkan tanda tangannya di atas kertas bermaterai tersebut, sedikit berbeda dari tanda tangan aslinya. Ia tau betul itu pelanggaran hukum. Tapi, Aleta akan menemukan jawaban dari permasalahan itu nanti, jika tubuh dan kepalanya sudah berada jauh dari sini. Di bawah tekanan dan aura dominasi yangbegitu kuat dari Mr. Kenward, syaraf kecerdasan otaknya seakan lumpuh. "Senang berbisnis dengan Anda Ms. Jovon." Pria itu menjabat tangan Aleta erat, mengguncangnya cukup lama. Untuk sesaat Aleta merasakan tangannya kesemutan, terbawa arus deras. Gelombang panas yang dihasilkan oleh sentuhan tangan pria itu ke tubuhnya, menjalar dengan cepat ke dada. Sebelum akhirnya ia mampu menjawab kalimat tersebut, kemudian mengucap kalimat perpisahan sewajarnya. Secepatnya ia ingin pergi dari hadapan Mr. Kenward, terlalu risih pada sesuatu di dalam mata pria itu yang membuat Aleta gentar sekaligus merasa terbakar dalam waktu yang bersamaan. Sementara itu, beberapa menit setelahnya, Mack masih saja termangu pada kepergian Aleta. Aroma melati dan teh yang ditinggalkannya terus melekat pada indra penciumannya. Ada sesuatu yang menarik dari sosok wanita cantik yang baru saja berlalu dari hadapannya tersebut. Kecerdasan otaknya yang mengagumkan. Betapa Mack dibuat kewalahan pada kemahirannya mendebat setiap kalimat dan tekanan Mack yang menyudutkan dirinya. *** Beberapa hari berikutnya kejadian itu terlupakan begitu saja oleh Aleta. Kesibukannya yang padat di firma hukum tempat ia bekerja membuat Aleta hampir tak memiliki waktu untuk dirinya sendiri. Berangkat pagi dan pulang petang. Kelelahan menyergap seluruh tubuh, mengalihkannya dari semua masalah yang telah lalu, lalu tenggelam dalam lelap, dan terbangun keesokan paginya dengan rutinitas yang masih sama. Kali ini sebuah kasus Human Trafficking yang telah terjadi Barking, sebuah distrik di timur London. Dimana masalah kesenjangan sosial dan ekonomi menjadi asalah umum yang kerap terjadi di distrik tersebut. Aleta dan tim-nya bahkan nyaris menghabiskan waktu sepanjang minggu tanpa libur untuk mengumpulkan bukti, dan saksi-saksi yang memberatkan terdakwa, yang ternyata adalah seorang opsir polisi. Aleta benar-benar berharap ia dan tim-nya segera dapat menyelesaikan kasus tersebut. "Kau sudah pulang?" Pekik suara dari sebuah kepala dengan rambut sewarna jagung, yang tiba-tiba menyeruak dari balik pintu dapur. Riana tampaknya telah kembali dari pekerjaannya di luar kota. Memamerkan seringai lebar dan ceria di bibirnya, sebelum akhirnya menyerbu dan mengecup pipi saudarinya. "Aku merindukanmu Leta. Bagaimana kabar mama?" Riana menyerbu saudarinya dengan serangkaian pertanyaan sambil berjalan mengekor Aleta sampai ke dalam kamarnya Mama sehat, kau kan bisa meneleponya, kenapa harus bertanya padaku?" Gerutu Aleta, menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, menendang lepas ankle boot-nya begitu saja. "Aku hanya tak tahan mendengar nasihat dan keluh kesah mama yang itu-itu saja." Riana melakukan hal yang sama, berbaring di sisi saudarinya. "Kita tidak bertemu hampir dua minggu." Riana membalik posisi tidurnya, menelungkup, menghadap Aleta. "Bagaimana akhir pekanmu? Kau pasti kesepian tanpaku?" Goda gadis itu membuat Aleta sontak mencibir pada kata-katanya. "Maaf, aku mengecewakanmu. Aku bahkan tak punya waktu memikirkanmu, se-de-tik-pun!" Bantah Aleta, membalas Riana. "Aku benar-benar sibuk dua pekan belakangan ini. Oh iya, aku bertemu seseorang." Aleta teringat akan pertemuannya dengan Mr Beruang-Arogan-Kenward. Kemudian dia menceritakan semua detil pertemuan itu, juga memberikan selembar cek yang ia peroleh dari Mack. Aleta mengira Riana akan mencemaskan masalah itu, tapi saudarinya justru tertawa terbahak-bahak pada cerita yang ia sampaikan. "Pria sombong itu layak mendapat pelajaran Aleta, aku senang kau melakukan ini untukku." Riana melambaikan cek itu dihadapan Aleta. "Aku akan menyimpannya," ucap Riana seraya bangkit dari tempat tidur. "Dan sampaikan salamku untuk mama jika kau menelponnya." Pesan Riana sebelum benar-benar keluar dari dalam kamar saudarinya. Aleta hanya mengangguk, tanpa mengubah posisi berbaringnya. Ia hafal betul tabiat Riana. Dia lebih memilih meminum jus lobak yang rasanya aneh, daripada harus mendengar nasihat Ibu mereka di telepon. Bukan berarti Riana tak menyayangi ibunya, ia hanya terlalu enggan mendengar ceramah sang Ibu yang selalu berkepanjangan. Kenangan akan ibunya yang ia tinggalkan seorang diri untuk mengurus perkebunan anggur peninggalan keluarga, menghadirkan kegalauan di hati Aleta. Bimbang pada pilihan melanjutkan karirnya, namun, harus tinggal jauh dari ibunya, ataukah kembali ke Tuscany demi mempertahankan kelangsungan bisnis keluarganya? *** Setelah seminggu berada di rumah, Riana lagi-lagi pergi untuk pekerjaannya. Kali ini hanya dua hari, itu yang ia katakan pada Aleta sebelum keberangkatannya ke Yunani untuk pengambilan gambar sebuah majalah mode, dan Aleta kembali berkutat dengan pekerjaan dan kesendiriannya. Pukul tujuh malam ketika ia memarkir mobilnya di dalam garasi, mengumpulkan barangnya yang terserak ke dalam tasnya. Aleta mendengar deru suara mesin mobil lain yang tiba-tiba berhenti di depan gerbang. Sebuah SUV hitam, dan pengemudinya yang tak asing lagi bagi Aleta. Mack! Pria itu tergesa-gesa turun dari dalam mobilnya, terlibat percakapan serius dengan salah satu petugas penjaga pintu, yang kemudian berjalan tergopoh menghampiri Aleta. "Mr. Kenward, ingin bertemu." Ucap petugas itu memberitahu Aleta. Di luar sana Mack berdiri menunggu dengan tak sabar, terang-terangan tengah memandang kepadanya. Aleta tau ia tidak dalam situasi dapat menghindar apalagi bersembunyi saat ini. "Saya akan menemuinya." Jawab Aleta pasrah. Lalu melangkahkan kakinya dengan lambat, seolah tengah digayuti sebuah beban yang sedemikian berat. Apa lagi yang diinginkan pria ini? apakah dia telah menyadari kekeliruannya? Batin Aleta cemas dan semakin was-was ketika menatap raut wajah tanpa senyum Mack yang gelap, menahan amarah. "Senang bertemu Anda lagi Mr. Kenward. Hal penting apa kiranya yang membawa Anda datang berkunjung lagi kemari Tuan?" Tanya Aleta berbasa-basi. Berusaha menekan gejolak dan kecemasannya. "Berhenti berbasa-basi Riana. Aku datang untuk menagih janjimu!" Sergah Mack. Menyebut nama depan saudarinya. Membuat Aleta merasa lega, setidaknya penyamarannya belum terungkap. "Maaf Mr. Kenward? Apa saya memiliki janji lain dengan Anda? Bukankah urusan kita sudah selesai?" Elak Aleta, berusaha setenang mungkin dalam mempermainkan kata-katanya. "Omong kosong! Seharusnya memang sudah selesai Nona, jika kau melakukan tugasmu dengan benar. Kenyataannya orangku masih melihatmu berkeliaran dengan Tristan. Dua hari yang lalu di pusat kota. Menghamburkan uang seperti biasa. Kau mungkin mengingatnya sekarang? Sungguh keliru jika kau mencoba bermain-main denganku Nona!" Mata Mack melotot menatap tajam kepada Aleta. Aleta mulai ketakutan tapi dia harus tetap tenang, dia harus mempertahankan nalarnya, berpikir keras untuk membuat alasan tepat, yang langsung akan pria ini percayai. "Anda pasti mengenal bagaimana Tristan. Sulit sekali bagi saya untuk membuat Tristan percaya, bahwa saya benar-benar ingin hubungan kami berakhir Mr. Kenward." Seharusnya alasan itu cukup meyakinkan. Tapi, sepertinya tidak. Pria itu justru memandang sinis kepada Aleta. Kemudian merogoh saku bagian dalam jasnya, membanting beberapa buah foto Riana dan Tristan yang tampak demikian mesra di tengah keramaian kota. Tepatnya di depan sebuah butik ternama yang langsung Aleta kenali sebagai butik langganan Riana. Di dalam salah satu foto tersebut bahkan Riana dan Tristan tampak berciuman. Kenapa dia bisa lupa berpesan pada Riana untuk menjaga jarak dengan Tristan untuk sementara waktu. Setidaknya mereka harus menunggu waktu yang tepat, sampai Tristan tidak lagi diawasi sedemikian ketat oleh orang-orang pamannya. Bukankah tak lama lagi Tristan akan pindah ke Bournemouth? Di sana mereka bebas melakukan apa saja. Tapi jika keadaannya seperti ini, akhirnya akan menyulitkan Aleta juga. Sial! Aleta menggeram gemas di dalam hati, kesal, namun tak tau harus melampiskannya pada siapa. "Kau ikut denganku!" Ucap Mack tegas, membuat Aleta tertegun tak mengerti. Ia menepis tangan pria itu yang tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangan Aleta sedemikian kuat. "Sekarang apa lagi?" Desahnya kalut, mulai benar-benar ketakutan Apa lagi yang akan pria arogan ini lakukan kepadanya. Untuk beberapa saat, Aleta mulai menyesali keterlibatannya di dalam kehidupan Riana, terlebih ketika melihat sorot mata pria yang tak segan-segan menghabisi siapapun itu. termasuk dirinya

KAMU SEDANG MEMBACA
surrender to love
Roman d'amourApa lagi yang akan pria arogan ini lakukan kepadanya. Untuk beberapa saat, Aleta mulai menyesali keterlibatannya di dalam kehidupan Riana, terlebih ketika melihat sorot mata pria yang tak segan-segan menghabisi siapapun itu. termasuk dirinya